Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Putu Setia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di ruang tunggu bandar udara internasional yang baru di Kulonprogo, Yogyakarta, terdengar pengumuman yang memberi tahu akan ada pemutaran lagu Indonesia Raya pada pukul 10.00 WIB. Pengunjung diminta berdiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berapakah orang yang berdiri? Ternyata semua orang. Indonesia Raya berkumandang. Tak ada yang hilir mudik. Hening semua. Meski satu-dua orang ada yang melirik ke arah telepon selulernya, mereka tetap berdiri.
Orang Indonesia—karena tidak terlihat turis asing saat itu—ternyata sangat penurut. Perintah mendengarkan Indonesia Raya diamanatkan oleh Raja Ngayogyakarta Hadiningrat Sultan Hamengku Buwono X pada Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei lalu. Karena Yogyakarta adalah daerah istimewa di mana Sultan otomatis diangkat sebagai gubernur, perintah mendengarkan lagu kebangsaan itu menjadi keputusan gubernur kepala daerah. Berlaku di semua perkantoran, baik kantor pemerintah maupun swasta. Juga di area publik.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Tjahjo Kumolo terkesima atas kegiatan ini. Tjahjo pun menyerukan kepada seluruh instansi negara untuk melakukan apel pagi dengan tujuan meningkatkan rasa kebangsaan dan cinta NKRI. Dalam apel pagi ini, pengibaran bendera Merah-Putih dan menyanyikan Indonesia Raya dilangsungkan. Apel itu merupakan hal yang wajib diikuti setiap Senin.
Sebenarnya apel untuk pegawai negeri sudah berlangsung lama. Sejak Orde Baru sudah ada. Bahkan, setelah Orde Baru tumbang, apel untuk pegawai negeri itu diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS. Apel pagi menjadi kewajiban bagi PNS sebagai fungsi pengawasan dan penyampaian informasi. Pada apel itu pimpinan instansi yang menjadi komandan upacara memberikan “pidato pengarahan”.
Jadi, perintah Tjahjo Kumolo soal apel pagi bukanlah hal baru. Yang baru hanya tambahannya, yakni setiap Selasa dan Kamis pada pukul 10.00 waktu setempat, seluruh pegawai negeri wajib mendengarkan Indonesia Raya dan mengikuti pembacaan teks Pancasila dari tempat kerjanya masing-masing. Mulai Senin besok “perintah Menteri” yang terinspirasi dari Raja Yogya ini akan dimulai di Kementerian PAN-RB. Sedangkan di instansi lain di seluruh Indonesia, dimulai awal bulan depan.
Apakah ada yang gawat di negeri ini sehingga rakyatnya perlu diberi suntikan lagu kebangsaan dan membaca teks Pancasila? Menurut Sultan, masyarakat perlu diperteguh semangat kebangsaannya. “Ini membuat kita bangkit, gumregah, dalam membangun Indonesia Raya yang maju dan bermartabat,” kata Sultan. Beliau menyebutnya sebagai Gerakan Indonesia Raya Bergema.
Adapun alasan Tjahjo lebih politis. Ia menyebutkan kegiatan ini mengajak segenap pihak berani melawan kelompok atau individu yang hendak mengganti Pancasila sebagai dasar negara. Aparat sipil negara yang berjumlah 4,2 juta orang harus menangkal penyusupan paham-paham yang bertentangan dengan ideologi negara.
Apa yang terjadi dengan bangsa ini? Di tengah kemajuan teknologi dan sains, ditambah gempuran pandemi Covid-19 yang tak jelas kapan redanya, kita kembali diajak membangkitkan jargon-jargon slogan, bukan bersemangat menampilkan etos kerja. Lebih penting mana mengamalkan Pancasila dalam keseharian—misalnya jangan korupsi, jangan memaki, dan jaga toleransi—dibanding mengucapkan teksnya setiap waktu? Pada masa Orde Baru, apel di kantoran itu membuat korupsi waktu. Apelnya tidak lama, paling sejam lebih sedikit. Tapi, karena pegawai berkumpul di lapangan upacara, ngobrol-nya membuat pekerjaan telantar. Belum ditambah ke kantin atau keluyuran. Apa kita kembali ke etos kerja santai seperti itu? Kapan Indonesia maju?
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo