DI tenda sebuah restoran informal di pinggir jalan tertulis: Sate, Gulai, dan Sop Kambing Pak Slamet. Tiga komoditi bisa dikelola menjadi satu agar terpadu, efektif, dan efisien. Toh sama-sama produk makanan. Tapi hatihati kalau salah satu dominan, bisa dua yang lain terabaikan. Misalnya, bila sate laris dan populer, mutu gulai dan sop bisa terlupakan. Begitu pula dengan pertanian dan perikanan. Keduanya memang serumpun, yakni samasama sektor yang mengelola sumber alam, tapi memiliki banyak perbedaan. Lain dengan pertanian, sumber daya perikanan berpindah pindah dari samudera ke samudera. Komiditi pertanian ditanam pada tanah yang jelas pemilik, sedangkan komoditi perikanan seperti ikan diambil dari laut yang dimiliki oleh siapa saja. Karena banyak perbedaan itulah manajemen kedua sektor ini sering mengalami kesulitan untuk dikelola secara simultan. Apalagi garapan tanaman pangan sedemikian besarnya, sehingga menenggelamkan sektor perikanan. Pelita V segera akan kita tinggalkan. Untuk Pembangunan Jangka Panjang Tahap II mungkin perlu dipertimbangkan kemungkinan sektor perikanan dikelola oleh satu departemen tersendiri, sehingga aspek-aspeknya yang khusus tidak lagi merepotkan Departemen Pertanian. Juga penanganannya bisa lebih terfokus sesuai dengan karakteristiknya. Apalagi dua pertiga dari wilayah Indonesia berupa laut, di antara dua samudera. Dengan demikian, Departemen Pertanian dan Departemen Perikanan akan efektif dan efisien, didukung oleh direktorat jenderal yang berdasarkan fungsi, bukan komoditi seperti saat ini. Insya Allah, tiada pembangunan tanpa perubahan, tentu tidak asal-asalan. SOEN'AN HADI POERNOMO Pasar Minggu Jakarta Selatan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini