"SEKTOR minyak itu siapa?" tany Sdr. Fuad Hussein (TEMPO, 13
Maret 1976). Sdr. Fuad mestinya tahu bahwa juga tidak tepat
kalau "sektor minyak itu diganti dengan "sektor Pertamina macam
yang anda maui untuk menyebutnya dalam Anggaran Belanja Negara
misalnya. Kenapa tidak disebut "sektor Caltex" saja misalnya,
yang menghasilkan 80% lebih produksi minyak itu? Yang
sungguh-sungguh dari sumur Pertamina berapa prosen sih'? Anda
bandingkan dengan PN lain, ya tidak logis dong. Untuk US$ 12,65
per barrel dengan harga pokok US$ 2 termasuk in efficiencynya --
kabarnya cuma US$ 1 per barrel -- tidakkah berarti ini 'duit
nyembur" sendiri dari tanah liwat tangan para kontraktor
asing'?. Uang mana anehnya, kok tidak dari dulu disetor langsung
saja ke BI.
Anda menyebut PJKA, PN Garam dan Perkebunan rugi terus. Memang
mereka monopoli. Bisakah anda bayangkan kalau tarif PJKA
dinaikkan semaunya buat rakyat kecil (atau harga garam
"disesuaikan") bisa-bisa selamanya tak pernah setetes pun
memerlukan minyak seperti di Lembah Baliem dus modal dan
komoditi lemah dalam pasaran Internasional? Belum lagi saingan
swasta domestik maupun asing yang unggul ketrampilan dan modal.
Orang bukannya mau menyalahkan setelah habis masa jaya minyak.
Peringatan cukup dari dulu: ex Dirut anda itu sudah pernah
ditantang Mochtar Lubis ke Pengadilan dengan bukti-bukti yang
ada padanya. Kalau tahu diri mestinya mundur saja dari dulu.
Masih banyak orang yang bisa juga berjasa kalau hanya untuk
duduk sebagai pucuk pimpinan perusahaan yang begitu monopoli dan
kuat.
Pasal sumbangan Pertamina? Bukankah yang benar, mesjid/gereja
itu dibangun oleh Dept. Agama? Jalan, jembatan, rumah-rumah oleh
PUTL? Pelablhan udara/laut, penerbangan, travel bureau,
perkapalan, oleh Dept. Perhubungan? Rice Estate oleh Dept.
Pertanian'? Pupuk, petro kimia, baja, oleh Dept. Perindustrian?
Dan seterusnya? Caranya: dengan menyetor dengan benar hasil
modal kekayaan Negara yang dipisahlian itu kembali kepada Negara
nanti baru dianggarkan. Jadi bukannya dibangun sendiri dengan
nama "sumbangan". Anda bisa bayangkan kalau tiap PN berlaku
serupa. Apa tidak kacau? Anda sudah tahukan bahwa "sumbangan
Pertamina" itupun banyak yang tidak sinkron dan ada yang
tabrakan dengan Pelita? Sungguh, tadinya kami menantikan berita
pengguntingan pita pabrik tempe dan pabrik panci dengan cap kuda
laut. Selesai atau tidak bukan soal, pokoknya anggarannya habis
dulu. Sayang ada perkembangan baru.
Dan ini pula rupanya dasar jalan pemikiran ex Dirut anda: "kue
nasional"itu tak usah ribut-ribut mau dibagi dulu. Sebab orang
Indonesia itu baik hati, jadi tunggu kebaikan hati golongan
kecil yang sudah kebagian "kue nasional" itu secara menyolok.
Saking baik hatinya, tak peduli uang dari mana sumbangkan dulu
kanan-kiri.
M.A. RAUF
Jl. Kebon Kacang IX/I9 Pav.
Jakarta Pusat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini