Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Piek van ternate lain

Ternate ternyata bukan hanya nama pulau di indonesia saja. ia adalah juga nama sebuah kota kecil di filipina. kota itu berada di dekat bataan dan corregidor yang amat terkenal di perang dunia ii.

27 September 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KALA si cacil Ternate itu hendak menjadi tajuk berita dia mesti meledakkan gunungnya dulu. Memang rupanya sudah begitu nasibnya. Lain dulu, lain sekarang. Hidup bagai sambau di tengah jalan. Maka dengan muka pelekok kek Datung minta pendapat Rika. Bagaimana ini Rik? Apa ini namanya pemerataan? Jawab Rika, jalur pemerataan baru ada delapan. Pemerataan berita belum ada. Lagian kek, kita-kita ini kalau mau masuk koran juga perlu bikin kejutan dulu. Cuma, membikin kejutan di Jawa itu tidak usah dengan meledakkan gunung. Coba kek, ini ada iklan mengenai bacaan yang bakal terbit. Ini bakal menggebrak angkasa dan membelah bumi. katanya. Takut dong Rika membacanya. Ini sudah lebih dari Gamalama. Lalu mata kek Datung, suram bercampur sayu, melayang jauh mengarungi zaman lampau. Memang tak ada yang kekal di darulfana ini. Jadinya, orang sekarang hanya mau mengingat Ternate kalau gunungnya meletus. Maka aneh kenapa orang sebentar-sebentar menyebut "Sriwijaya Majapahit . . Majapahit Sriwijaya" . . . juga kalau tengah berhibur-hibur dengan langgam keroncong. Apa kurangnya Ternate itu sih dari Majapahit Sriwijaya? Kek Datung terjaga dari lamunannya oleh bunyi desar-desar. Eh, rupanya Rika sedang menggambar dengan bersemangat di atas kertas besar. Menggambar Gamalama meletus! Seketika kek Datung, menyeranggung dengan penuh minat. Ya ya, bagus itu. Sudah nampak asap azmat menabun ke angkasa, kemudian debunya oleh Rika mulai ditempiaskan pula ke bumi. Lautan luas di sekitarnya nampak tenang. -- Betul begini ya kek? -- Betul ya betul. Tapi lautnya bisa juga bergolak. Kakek dulu pernah membaca surat seorang pendeta Katolik, namanya Franciscus Xaverius. Di tengah abad 16 dia ada di daerah kepulauan itu. Katanya, gempa bumi sering mengamuk di situ, dan sangat mengerikan buat orang di lautan, sebab kapalnya berguncang seperti mau dibanting ke karang. Nah sekarang coba Rika menggambar kapal layar si Arbain sedang berlabuh di sana. -- Siapa itu kek? Dan kenapa kapal layar? -- Huss ... Arbain itu cakawari Rika sendiri. Beliau itu dulu panjarwala kapal Sultan Johor yang bersewaka ke Sultan Ternate. -- Aduh ... masak ada Sultan yang jauh-jauh mau ketemu raja pulau kerdil? Ya kalau pulaunya itu Singapura itu asyiik. Tapi Ternate .... -- Ee ee ... dari seluruh dunia orang datang ke Ternate Iho! Nah, Rika sekarang membuat kapal dengan bendera Inggris. Itu kapalnya kapitan Drake, muncul di Ternate sehabis merampok-rampok di sepanjang pantai Barat Amerika. Ya, Rika pernah mendengar tentang langlangbuana ini tapi bahwa dia itu tukang bajak, itu tak pernah diceritakan. Dan Rika menggambar lagi dengan gesitnya. Layar "Golden Hind" dibuatnya bagus mengepuh. Wajah kakek berseri-seri -- Nah, sekarang gambarlah beberapa perahu Ternate mengelilingi kapal Drake. Tiap perahu harus punya sepucuk meriam. Mendengar permintaan ini mata dan air muka Rika memhuntang. -- Aduh ... kakek ini mengada-ngada saja ah. Orang Ternate kok punya meriam. Paling juga cuma punya golok. -- Ee ee Rika . . kau tahu apa? Kakek ini sudah membaca buku karangan Drake sendiri, dan dia sendiri yang mengaku bahwa dia disambul perahu-perahu yang punya meriam semua. Jadi kalau Drake ini berani kurang ajar, pasti kapalnya akan dikirim ke dasar laut. Untung saja dia kelewat sopan. Sampai main musik segala buat Sultan Ternate. Rika menggeleng kepalanya sebentar. Ada yang tidak beres di sini. Tapi ya bolehlah. Dia gambar saja kapal-kapal rentaka itu, sekedar untuk menyenangkan kakeknya yang tentu saja sudah pikun. -- Bagus! Bagus! Sekarang Rika bikin kapal-kapal perang Ternate lagi. Satu datang dari Mindanao, mau memberi laporan tentang kegiatan industri bedil dan meriam balatentara Ternate di sana, dan tentang keberhasilannya menghalau serdadu-serdadu Spanyol yang kasak-kusuk di Mindanao. Nah, sekarang giliran Rika untuk meletus.uh kek Datung! Mindanao itu kepunyaan Filipina! Jangan diaku seenaknya saja dong! Kan bisa ricuh nanti.. Kek Datung tak peduli. Dia seperti rakyat Ternate zaman dulu. Labrak saja. -- Sekarang coba gambar tiga kapal yang membawa pasukan Ternate ke pulau Flores. Sekedar buat mengganti penjaga-penjaga di sana ... Ayo gambar. Kakulah tangan Rika sekarang. Ini keterlaluan Kakek ini menggantang asap saja. Ya kalau Majapahit yang begitu. masih masuk akallah. Kalau negeri Belanda ... ya tentu saja masuk akal. Tapi Ternate! Punyanya cuma cengkeh, kata pak guru. Cukup buat bikin rokok kretek, tapi rokok kretek itu toh bukan meriam. Kek Datung ini rupanya cuma main ngawur saja. Itu tidak mendidik namanya. -- Rika oh Rika ... Mengapa Rika menjadi bimbang heh? Sudahlah, sekarang dengar saja kakek. Pernah dengar nama-nama Bataan dan Corregidor? Ya, sudah terkenal sekali dalam Perang Dunia ll. Letaknya di daerah teluk Manila, jadi tak jauh dari ibu kota Filipina. Nah, Rika. Di seberang Bataan dan Corregidor itu ada suatu kota kecil yang bernama Ternate. Itu tandanya bahwa .... Minta ampun si kakek ini. Rika bangkit dan langsung lari meninggalkan kamar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus