Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Politik standar ganda inggris

Tanggapan pembaca soal tulisan "kota suci tiga agama langit" (tempo, 11 september 1993, laporan utama).

18 September 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam tulisan ''Kota Suci Tiga Agama Langit'' (TEMPO, 11 September, Laporan Utama) tertulis: ''Pada tahun 1948, ketika Israel memproklamasikan dirinya sebagai negara atas dasar perjanjian Balfour (Menteri Luar Negeri Inggris saat itu) ....'' Setahu saya, Lord Balfour adalah Menlu Inggris yang pada tahun 1917 mengumumkan ''Balfour Declaration''. Intinya, pemerintah Inggris berjanji akan berusaha sekuat-kuatnya untuk membangun tanah air Yahudi (Jewish National Home di Palestina). Lebih dari tiga belas abad, persisnya sejak bebas dari kekuasaan Romawi pada tahun 637 Masehi sampai akhir Perang Dunia I, Tanah Palestina telah dimukimi orang-orang Islam atau Arab. Jadi, tak berlebihan kalau negeri disebut sebagai tanah air mereka. Sejak tahun 1908 di negeri-negeri Arab mulai timbul gerakan kebangsaan yang bertujuan mendirikan pemerintahan sendiri. Gerakan-gerakan itu diembuskan oleh Inggris dengan tokohnya Kolonel Lawrence (Lawrence of Arabia). Target akhir adalah, agar mereka mengangkat senjata terhadap Turki pada Perang Dunia I. Pada saat itu Turki memihak Jerman. Selama Perang Dunia I Inggris banyak memberikan janji manis kepada pihak Arab agar berperang di pihak Inggris. Janji itu antara lain: 1. Segala tempat suci di Palestina dan Jazirah Arabia harus tetap berada dalam pemerintahan Islam yang merdeka (5 Agustus 1916). 2. Lord Allenby saat memasuki Yerusalem, Desember 1917, menyatakan, ''Tujuan pendudukan Inggris untuk membebaskan Palestina (dari Turki) dan membangun pemerintahan yang merdeka.'' 3. Pada tanggal 5 Januari 1918, Llyod George, Perdana Menteri Inggris saat itu, dalam pidatonya menyatakan, ''Britania Raya mengakui hak Palestina, Jazirah Arab, Suriah, dan Irak untuk mempunyai kebebasan dan kemerdekaan serta hak untuk membentuk pemerintahan nasional yang merdeka.'' Sementara itu, pada kurun yang sama (1916), Inggris mengadakan perjanjian rahasia dengan Perancis, yakni perjanjian Sykes-Picot, yang bertujuan membagi-bagi negeri-negeri Arab yang saat itu di bawah kekuasaan Turki. Menurut perjanjian ini, Suriah dan Libanon dijadikan daerah kekuasaan Perancis Irak, Haifa, dan Akka dikuasai Inggris dan Palestina dijadikan daerah internasional. Untuk melaksanakan janji Balfour, pada tahun 1920 Inggris mengangkat Sir Herbert Samuel, seorang Yahudi Inggris, sebagai komisaris tinggi Inggris pertama di Palestina. Dengan bantuan Inggris dilakukan program imigrasi orang Yahudi secara besar-besaran dari seluruh dunia ke Palestina. Pada tahun 1923 hanya ada sekitar 7.400 orang Yahudi di Palestina, tapi pada tahun 1936 jumlah itu sudah mencapai 371.000 orang. Dan pada tahun 1947 mencapai 650.000 orang. Bersamaan dengan itu mengalir pula bantuan dan modal dari kapitalis-kapitalis raksasa Yahudi dari seluruh dunia. Juga bantuan-bantuan resmi dari pemerintah Inggris. Para imigran itu kemudian membeli tanah-tanah secara halus dan paksa, mendirikan perusahaan-perusahaan dan koloni-koloni Yahudi di Palestina. Semua itu berada di bawah perlindungan dan mandat Inggris. Di bawah mandat Inggris pula organisasi-organisasi teroris Yahudi ditetaskan dan dilatih oleh personel militer Inggris dengan bertopengkan organisasi-organisasi olahraga. Ketika terjadi pemberontakan Arab (tahun 1936), organisasi-organisasi ini mendapat latihan-latihan khusus dan persenjataan lengkap untuk menghadapi pemberontakan tersebut. Organisasi-organisasi inilah asal-muasal ''Haganah'', sebuah organisasi pertahanan Yahudi yang menjadi cikal bakal tentara Israel. Menjelang diproklamasikannya negara Israel, organisasi- organisasi ini, dengan bermacam cara, banyak bermain mata dengan personel militer Inggris, sehingga mereka mendapat pasokan senjata, baik dari kamp-kamp militer Inggris maupun dari hasil selundupan senjata (bahkan pesawat tempur) dari luar negeri. Antara tahun 1943 dan awal 1947, di Palestina telah masuk sekitar 100.000 orang Yahudi bersenjata, yang telah terlatih dan berpengalaman tempur bersama pasukan Sekutu di medan-medan perang Eropa dan Afrika Utara. Inilah, antara lain, yang nantinya ikut membantu kemenangan Israel dalam perang tahun 1948. Jadi, walaupun Inggris mengambil sikap abstain pada saat pemungutan suara di PBB tahun 1948, sejarah tetap mencatat bahwa tragedi Palestina diarsiteki oleh Inggris lewat politik standar gandanya. Peran dan politik standar ganda Inggris ini sesudah tahun 1948 lebih banyak diambil alih oleh Amerika Serikat dalam bentuk melindungi dan membesarkan Israel. Perkembangan terakhir dari kasus Palestina memang cukup menggembirakan sekaligus mengkhawatirkan. Sebab, saya yakin, Amerika Serikat, sebagai sponsor utama Israel yang satu-satunya superpower itu, masih belum berubah politik standar gandanya. Sejarah selalu berulang. Kini, manakala semua mata dan perhatian diarahkan ke Palestina, hendaknya kita jangan lupa nasib umat Islam di belahan dunia lain yang masih sangat pahit. Ingat ikhwan-ikhwan kita di Burma, Pattani, Kashmir, Filipina, Tajikistan, Azerbeijan, Kurdistan, Irak, Bosnia, Somalia, dan Etiopia. Bila tak dilakukan langkah-langkah konstruktif oleh gerakan nonblok, terutama dari kalangan Organisasi Konferensi Islam (OKI), tidak mustahil Macedonia, Kosovo, dan Albania akan menyusul. Umat Islam Indonesia sejak semula sangat peduli pada upaya penjagaan, upaya kemerdekaan, dan perdamaian dunia, tentu tak akan diam melihat tragedi ini. Apalagi Indonesia berada pada posisi penting, baik di OKI maupun di Gerakan Nonblok. Dan perhatian kita pada masalah dunia ini tentu bukanlah persoalan asbabiyah atau sektarian semata. Semua itu adalah bagian dari fitrah kita sebagai bangsa cinta damai (namun lebih cinta pada kemerdekaan). Betapa bijaksananya peringatan Bung Karno: Kalau tidak mau menjadi tahanan sejarah, jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. IR. HELMI A. BAASIR Jalan Simpang Pahlawan III No. 22 Bandung

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus