Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Presiden dan Hukum

1 November 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

A. Zen Umar Purba
  • Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia

    MENGGARAP hukum adalah keharusan pemerintahan mendatang. Orang bilang, dari sekian aspek reformasi, reformasi di bidang hukum jauh dari rampung. Ambil masalah penegakan hukum. Sinyalemen adanya mafia peradilan sudah seperti ekspresi klasik dan antik. Dari rezim lama hingga ke rezim sekarang, orang selalu mengeluhkan tentang masih ramainya mafia peradilan. Terakhir sampai ada yang menyatakan Mahkamah Agung (MA) sebagai sarang penyamun (Tempo, 4 April).

    Penegakan hukum di pengadilan memang hanya satu aspek dari bab hukum. Tapi, karena ia berada di muara atau menempati bagian terbesar muara, kenegatifannya sangat membekas di khalayak, lebih-lebih dunia usaha. Ke mana lagi orang, siapa pun, pada akhirnya mengadu kalau bukan kepada sang pengadil? Bukankah seperti kata Alexander Hamilton di abad ke-18: "Justice is the end of government. Justice is the end of civil society. It ever has been, and ever will be pursued, until it be obtained, or until liberty be lost in the pursuit."

    Bagian lain isi bab hukum tidak sekelam urusan pengadilan di atas. Tentu saja karena ia belum berada pada muara. Tapi ada yang berpendapat, apa yang disebut sebagai mafia peradilan seyogianya didekati dalam perspektif yang integral dan sistematik. Langkah semacam ini, sebagian sudah dilakukan, adalah bagian dari reformasi hukum juga.

    Misalnya, berkat amendemen UUD 45, ditegaskan adanya kekuasaan kehakiman yang sepenuhnya berada di bawah MA. Jadi, MA merupakan penguasa tunggal penegakan hukum. Reformasi ini diharapkan akan memudahkan pengawasan bagi perangai hakim. Tindakan indisipliner, umpamanya, tidak perlu diputuskan bersama dengan instansi lain seperti yang sebelumnya dilakukan dengan Departemen Kehakiman. Jadi, benar-benar mandiri sesuai dengan perintah konstitusi.

    Tapi urusan memandirikan ini punya cerita tersendiri. Sebab, ia tidak hanya menyangkut konsep, tapi juga fisik. Ibarat merger dalam konteks korporasi, 30 ribu pegawai dari Departemen Kehakiman dan Departemen Agama, yang selama ini juga merupakan administrator para hakim, terpaksa diboyong ke MA. Namun, kalau perusahaan boleh menawarkan PHK sukarela dengan imbalan yang besar, MA bisa dapat uang dari mana? Akhirnya, ya, menumpuk. Tentang hal ini, Ketua MA Bagir Manan mengatakan: "Kelak semua unsur yang bergabung akan bekerja sesuai dengan cetak biru MA, mulai dari administrasi, organisasi, praktek peradilan, hingga pengawasan."

    Terobosan reformatif terlihat pula dari dilakukannya penerimaan hakim agung dari kalangan non-karier. Ini pun belum cukup karena kebutuhan yang meningkat tersebab kasus kasasi dan peninjauan kembali yang terus pula me-lonjak. Upaya berikutnya, Ketua MA mengembangkan konsep perdamaian antara para pihak yang bersengketa dengan Peraturan MA No. 2 Tahun 2003. Dengan ketentuan ini, gugatan perdata baru akan diperiksa oleh pengadilan negeri kalau kasus itu sudah diperiksa dengan cara mediasi. Dengan begitu, diharapkan berkurangnya perkara yang masuk ke pengadilan.

    Langkah lain adalah pengembangan pengadilan niaga. Krisis ekonomi l997 telah mengharuskan pemerintah melakukan revitalisasi hukum kepailitan, sekaligus membentuk pengadilan niaga, yang merupakan bagian dari pengadilan negeri. Kini sudah ada lima pengadilan niaga dan, lebih penting, lingkupnya menyangkut pula bidang lain, yakni hak kekayaan intelektual. Belum lama ini, bekerja sama dengan Bappenas dan atas bantuan IMF, serta partisipasi LeIP, Mahkamah Agung telah berhasil menerbitkan satu cetak biru tentang pengembangan pengadilan niaga. Isinya cukup ambisius namun memang diperlukan, antara lain mencakup masalah kewenangan, sumber daya manusia, transparansi dan akuntabilitas, serta dilengkapi dengan program aksi.

    Berkenaan dengan aspek transparansi dan akuntabilitas di atas, telah terbit buku Laporan Kegiatan 1998-2003 Pengadilan Niaga/Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ini benar-benar satu produk yang signifikan. Tidak kalah dengan perusahaan, kan? Teramat penting adalah perihal kesejahteraan hakim. Maka, berbarengan dengan pengeluaran cetak biru ini, sedang dilakukan satu studi penilaian kebutuhan (needs assessment) pengadilan niaga. Lho, pengadilan lain? Pengadilan niaga baru sebagai proyek perintis.

    Di samping cetak biru tentang pengembangan pengadilan niaga, dibuat pula cetak biru pembentukan pengadilan tindak pidana korupsi, guna menampung perkara yang disampaikan oleh Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    Satu hal yang masih menjadi utang adalah belum terbentuknya Komisi Yudisial, padahal ini sudah diperintahkan oleh UUD 1945, Amendemen III. Komisi Yudisial duduk paralel dengan MA dan Mahkamah Konstitusi. Lembaga ini sangat esensial sebagai lembaga pengawas pelaksanaan sistem peradilan secara keseluruhan yang tentu saja lebih luas dari lingkup pengawasan yang berada dalam tubuh MA sendiri. Keberadaan Komisi Yudisial sejalan dengan penyerahan sepenuhnya kekuasaan kehakiman. MA akan gamang dan karena itu tidak bisa dibiarkan sendiri, apalagi dengan tubuhnya yang gemuk sekarang ini. Komisi Yudisial juga termaktub dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

    Komisi Yudisial merupakan utang besar pemerintah lama dan harus segera dilunasi oleh pemerintah sekarang.

    Tulisan ini sekadar denah kasar, bukan neraca hukum. Tentu masih ada lagi bidang hukum yang belum tekerjakan. Sebaliknya, tak kurang prestasi lain, termasuk produk legislatif, yang telah tertunaikan.

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus