WANITA Indonesia sedang gelisah, gara-gara hasil penelitian majalah Matra yang menyatakan: 70% pria Jakarta gemar menyeleweng. Kegelisahan yang tidak perlu. Karena, menurut suatu sumber lain (yang pasti lebih otentik daripada Matra), terbukti bahwa 100% suami bisa 100% setia kepada istrinya! Silakan simak Kitab Suci yang berkisah tentang Adam dan Hawa di Taman Firdaus. Dapat dipastikan bahwa pada masa itu semua suami setia-mutlak kepada istrinya lahir batin. Karena di jagat raya memang belum ada pria-wanita lain kecuali Adam & Hawa! Kenyataan bahwa setelah ada wanita lain lalu ada pria yang menyeleweng justru tuntas membuktikan bahwa penyebab pria sampai tidak setia kepada wanita adalah wanita sendiri. Adam adalah bukti nyata bahwa pria mampu sempurna setia kepada seorang wanita saja. Selama tidak ada wanita lain. Ditelaah secara aritmetis, masalah kesetiaan pria jadi nisbi. Kesetiaan pria tidak bisa diukur dari jumlah wanita yang disetiainya, karena tidak harus terpancang pada satu wanita saja. Seperti Sultan Brunei setia kepada dua wanita. Bung Karno entah berapa wanita, kepala suku di Afrika puluhan wanita, atau raja Suleiman -- menurut Kitab Injil -- setia kepada 700 istri ditambah 300 selir. Sementara kesetiaan seorang pria romo atau bikhu malah ditujukan kepada nol wanita. Bentuk ikatan nikah beraneka ragam. Tidak cuma monogami, satu pria atau wanita, tetapi bisa juga poliandri atau poligini. Lebih simpang-siur lagi apabila kita membahas tradisi meminjamkan istri sebagai tanda keramah-tamahan (Eskimo), kebiasaan pria latihan seksual dengan wanita lain sebelum menikah dengan istri resminya (Gowok, di daerah Banyumas) atau di mana tidak jelas lagi siapa-punya-siapa (masyarakat penganut adat pantagami). Kriteria lingkup kesetiaan marital memang rancu. Terkait pada lingkungan budaya yang satu sama lain berbeda. Bahkan bisa sekadar menyempit pada penafsiran dan kesepakatan antara para pelakunya sendiri saja. Tetapi dalam soal kesetiaan pra-nikah, alam memang tidak adil. Pria diberi lebih banyak keleluasaan ketimbang wanita. Apabila pria melakukan hubungan seks sebelum menikah, walaupun berulang kali, sama sekali tidak ada bukti bekas biologis pada dirinya. Padahal, wanita -- walaupun cuma sekali saja -- dijamin langsung membekas. Tetapi di balik apa yang sekilas terasa tidak adil itu, rupanya alam punya maksud tertentu. Kaum pria memang diberi kesempatan untuk banyak latihan sebelum menikah, supaya terampil. Sementara itu, wanita tidak perlu latihan sama sekali, karena tugasnya memang tidak terlalu sulit. Sebaliknya di bidang daya tahan seksual, alam tidak adil terhadap pria. Dan ternyata justru di sinilah terletak salah satu penyebab pria menyeleweng. Alam memberi kemampuan multi-orgasme berkesinambungan hanya kepada wanita. Pria cuma mampu multi-orgasme berkeputusan, karena -- walaupun minum jamu -- ia harus sejenak istirahat setelah setiap orgasme. Bahkan pada suatu titik jenuh, akhirnya pria terpaksa berhenti total, sementara wanita masih sanggup terus. Kekalahan daya tahan ini menyelipkan rasa kroco-jia di bawah sadar pria. Demi meloloskan diri dari belenggu inferiority-complex itu, pria sibuk menyeleweng kian-kemari. Membuktikan bahwa dirinya mampu berhubungan seksual dengan banyak wanita. Kekurangan dalam kualitas berusaha ditutupi dengan aksi kuantitas! Celakanya, pria kalah tidak cuma di daya fisik saja. Ternyata, daya pikir wanita juga lebih unggul. Sama sekali keliru apabila kita menganggap wanita itu bodoh dan dungu, karena tampaknya mudah dikelabui pria yang begitu pintar bisa diam-diam menyeleweng ke sana-sini. Yang dikelabui justru pria. Kaum wanita sebenarnya sama sekali tidak bodoh, tetapi justru terlalu pintar sampai mampu pura-pura bodoh. Bergaya bisa mudah dikecoh pria, padahal mereka sebenarnya tahu semua, tetapi sengaja pura-pura tidak tahu. Pada dasarnya, naluri wanita tidak ingin berbagi pria dengan wanita lain. Buktinya tampak pada peri laku betina belalang sembah atau laba-laba yang setelah kawin langsung melahap sang jantan, supaya tidak bisa mengawini betina lain. Itu binatang. Manusia tentu mampu berpikir lebih jauh dan lebih sophisticated. Kalau setelah kawin, lelaki langsung dibunuh, rasanya sayang. Tidak bisa diperalat untuk mencari nafkah dan memenuhi aneka kebutuhan lain. Maka, para istri (yang sophisticated) justru sengaja membiarkan para suami (yang tercekam rasa rendah diri daya tahan seksualnya) menyeleweng sembunyi-sembunyi, supaya mereka terjebak rasa takut ketahuan dan rasa salah. Karena di atas rasa takut dan salah yang -- diam-diam -- tertanam pada diri suami itulah, istri bisa diam-diam -- memperkuat kewibawaan dan kekuasaan dirinya. Jebakan rasa salah merupakan strategi psiko-politis sang istri yang ampuh untuk mendominasi -- tanpa disadari -- sang suami. Yang paling cepat mencium rahasia inferior di balik penampilan pria yang tampaknya serba superior itu adalah -- seperti biasa kaum humoris. Terbukti dalam lelucon-lelucon penyelewengan, justru kaum pria yang lebih sering menjadi obyek tertawaan. Lebih banyak lelucon tentang pria yang istrinya menyeleweng ketimbang penyelewengan pria itu sendiri. Karena peri laku seksual pria yang serba-kalah dan serba-salah memang potensial berfungsi sebagai bahan peledak lelucon. Seperti: Suami mendadak pulang ke rumah. Memergoki istri di ranjang, sedang mesra asyik begitu dengan pria lain. Suami membentak: "Hah!! Sedang berbuat apa kalian ini?" Istri menggerutu: "Nah, benar, 'kan? Dia sama sekali tidak tahu apa-apa !" Kalau ada lelucon tentang pria yang menyeleweng, akhirnya yang menjadi korban tertawaan selalu pihak pria sendiri. Seperti: Seorang istri mengeluh kepada istri lain. "Suami saya selalu pulang larut malam!" "Dulu suamiku juga, tetapi sekarang tidak ! Saya sudah didik dia!" "Bagaimana cara mendidiknya?" "Ketika dia pulang jam tiga pagi, saya panggil mesra dari kamar tidur "Kau kok baru datang, Johny, sayang?" "Cuma begitu?" "Iya! Nama suamiku 'kan si Amat!" Atau yang lebih parah: Amir jatuh cinta kepada gadis anak tetangga, lalu memberi tahu ayahnya bahwa dia ingin kawin dengan putri tetangga itu. Ayah Amir kaget. "Wah, jangan dia! Dia sebenarnya juga anakku !" Amir sangat kecewa, sambil menangis tersedu-sedu dia segera lapor kepada ibunya. Ibu Amir spontan menghibur. "Ooo, itu tidak jadi masalah, Nak. Kau boleh kawin sama dia. Kau sebenarnya bukan anak ayahmu itu!" * Direktur Jamu Jago Semarang, yang juga humoris dan komponis
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini