Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Rabuk bagi Industri Kreatif

Sumbangsih industri ini lumayan untuk menggerakkan roda perekonomian. Penegak hukum seharusnya proaktif memberantas pembajak.

9 Desember 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA yang bergerak gemregah di negeri ini: industri kreatif. Lokomotifnya adalah orang-orang yang penuh daya cipta, tak segan keluar dari kungkungan tembok formal. Derap industri kreatif menyumbang minimal delapan persen pendapatan kotor negara, atau sekitar Rp 139 triliun, dan menyerap jutaan tenaga kerja. Pemerintah, karena itu, layak dan wajib mendukung industri kreatif tumbuh maksimal.

Mekarnya industri kreatif makin terasa menjelang pergantian tahun, saat orang menata dan mencari udara lebih segar. Konser musik, kompetisi komik dan animasi, festival film, lomba melawak stand up comedy, dan festival perancang busana tampil riuh-rendah. Jakarta dan kota-kota lain di negeri ini seperti berdenyut lebih kencang.

Kehadiran industri kreatif seperti membuktikan bahwa untuk urusan kreativitas, kita bukan cuma pasar pasif. Konser musikus dunia, seperti Sting, Guns N' Roses, dan Beyonce, memang membanjiri Jakarta. Tapi Indonesia juga punya band Sore, yang disebut majalah Time sebagai band Asia yang albumnya layak dibeli. Juga ada Navicula, band rock alternatif dari Bali, yang berkeliling konser di berbagai kota di Amerika. Juga ada Discus, The Sigit, Mocca, dan belasan band lain yang langganan tampil di berbagai festival musik dunia.

Panggung kreativitas amat berwarna. Industri film Hollywood rajin "berburu" animator kartun dari Indonesia. Salah satunya Rini Sugianto, animator yang mewarnai film yang ditunggu-tunggu dunia: The Adventures of Tintin dan The Avengers.

Jagat busana juga tak ketinggalan. Jakarta Fashion Week, yang digelar bulan lalu, membuktikan bahwa negeri ini sanggup tampil di pentas dunia dengan karakter. Puluhan perancang mengolah kekayaan etnis Nusantara dalam busana karya mereka. Batik, bordir, sarung, tenun, ikat, dan kebaya menyuguhkan karakter budaya yang susah ditandingi perancang dari negeri lain.

Potensi nilai tambah yang dibawa industri kreatif memang luar biasa. Singgih Magno, umpamanya, menghasilkan stapler kertas dari kayu bakar yang dijual US$ 1.000 untuk 200 keping, menyerap perajin atau tenaga kerja yang menerima upah setara dengan 40 hari kerja—jauh lebih berharga ketimbang cuma jadi buruh pengumpul kayu bakar. Karya Singgih membuat kayu jauh bernilai ketimbang kayu yang hanya dijual gelondongan.

Industri kreatif juga strategis sebagai pengusung brand, merek, sebuah bangsa. Deretan nama tempat wisata dan tokoh, seperti Bali, Wakatobi, Raja Ampat, Gesang, Iwan Tirta, Obin, dan Nyo­man Nuarta, strategis membangun brand Indonesia di ranah global. Sayangnya, kemasan merek nasional ini belum digarap optimal. Walhasil, kita terkaget-kaget ketika Anholt Nation Brand Index, survei peringkat citra negara, menempatkan Indonesia di peringkat 38, di bawah Malaysia, yang ada di peringkat 35.

Rabuk bagi industri kreatif bukan sekadar seremoni dan kertas strategi. Ada banyak faktor pendukung dan infrastruktur yang harus dibangun kokoh. Salah satu yang utama adalah tata kelola pemerintahan, good governance, di segala lini. Sikap abai terhadap perlindungan hak atas karya intelektual, khususnya hak cipta, pada zaman digital ini, juga menjadi salah satu parasit serius bagi industri kreatif.

Akibat pembajakan, industri ini merugi sedikitnya Rp 10 triliun setiap tahun. Negara pun kehilangan peluang penerimaan pajak sedikitnya Rp 1 triliun saban tahun. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Kementerian Pariwisata dan Industri Kreatif, juga kepolisian, wajib mengawal perkara ini dengan serius. Karena pelanggaran atas hak cipta ini delik biasa, seharusnya aparat wajib proaktif memberantasnya secara maksimal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus