Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PEMERINTAH dan industri farmasi harus menjalankan rekomendasi dan temuan Tim Pencari Fakta Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mengenai kasus gagal ginjal akut. Tim itu menemukan kelalaian Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam pengawasan bahan baku obat dan peredaran produk jadi obat. Tim juga merekomendasikan kepada pemerintah untuk memberikan kompensasi serta ganti rugi dari industri terhadap para korban.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasil penyelidikan Tim BPKN sudah diserahkan kepada Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat pada Kamis, 15 Desember lalu. Dalam konferensi pers, Tim menyatakan akan menyerahkan empat rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo. Penyerahan hasil investigasi Tim kepada DPR dan penyampaian secara terbuka kepada publik ini merupakan terobosan dan patut diapresiasi. Hal ini bentuk tanggung jawab lembaga negara kepada rakyat agar kasus keracunan obat sirop ini menjadi terang benderang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Temuan soal kelalaian BPOM cocok dengan temuan awal BPKN saat membentuk tim pencari fakta. Temuan awal itu adalah kejadian gagal ginjal akut pada anak yang mengkonsumsi obat batuk sirop merupakan kejahatan secara sistematis, tak hanya melibatkan pelaku usaha, juga karena buruknya sistem pengawasan dan peredaran obat. BPKN merekomendasikan kepada presiden untuk menugasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan mengaudit keseluruhan sistem pengawasan dan peredaran obat.
Rekomendasi ketiga BPKN kepada presiden adalah menindak tegas mereka yang bertanggung jawab dan mengungkap kasus sejelas-jelasnya. BPOM tak boleh terus berkilah dengan alasan ketiadaan ketentuan internasional yang mewajibkan pemantauan etilena glikol dan dietilena glikol—zat kimia yang mencemari obat sirop. Sebagai otoritas pengawasan obat, BPOM sepatutnya paham bahwa pemantauan bahan baku obat post-market itu adalah aktivitas farmakovigilans.
Penindakan tegas juga harus diberikan kepada produsen yang jelas-jelas tak menjalankan proses produksi dan kontrol yang baik. Mereka layak mendapat sanksi pidana dan membayar denda tinggi. Sebab, ulah mereka mengganti bahan baku yang murah mengakibatkan hilangnya nyawa anak-anak. Di luar negeri, perusahaan sebesar Pfizer, GlaxoSmithKline, Abbot Laboratories, Johnson & Johnson, dan Takeda Pharmaceutical pun mendapat sanksi berat karena tak jujur melaporkan bahan atau efek obat.
Ihwal kompensasi dan santunan dari pemerintah serta ganti rugi dari produsen obat yang bersalah kepada para korban juga menjadi rekomendasi pertama BPKN. Sampai hasil investigasi itu diserahkan Tim ke DPR, tercatat 202 anak meninggal dan puluhan anak masih menjalani perawatan. Padahal, sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, korban dan keluarga korban berhak mendapatkan kompensasi dan ganti rugi atas kerugian yang diterima.
Sebelumnya, BPKN mendapat aduan mengenai penanganan setelah perawatan pasien gagal ginjal anak. Temuan BPKN di antaranya ada pasien yang dinyatakan sembuh tapi memiliki efek lain, ada yang meninggal di rumah, dan ada yang lumpuh. Pasien rawat jalan juga membayar alat medis dan layanan, seperti fisioterapi dan pembersihan lendir di trakea, yang tidak ditalangi oleh BPJS Kesehatan. Temuan ini menunjukkan penanganan kasus keracunan obat sirop tidak maksimal.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo