Akhir-akhir ini, sering terjadi penilaian pro dan kontra terhadap kelanjutan dari industri strategis, terutama terhadap IPTN di Bandung. Yang kontra tentu menilai bahwa IPTN yang telah berusia 17 tahun dan telah menelan biaya triliunan rupiah itu belum mampu menangguk laba. Memang, dalam hal rupiah, IPTN belum mampu memberikan laba. Tapi jangan lupa, IPTN telah mencetak ribuan manusia Indonesia yang telah mampu menguasai teknologi tinggi. Keberhasilan mereka telah dapat kita saksikan, misalnya pada pesawat terbang, helikopter, dan kapal laut. Mereka ini aset nasional yang tak ternilai harganya. Dan orang yang membimbing, membina, dan mengarahkan mereka ini di Indonesia, saat ini, hanya ada satu orang. Saya yakin pada ucapan Bapak B.J. Habibie bahwa memasuki abad ke-21 ini IPTN akan mulai membuat pesawat jet untuk penumpang. Setelah itu, kita harapkan, peluru-peluru kendali atau satelit sudah bisa dibuat di Indonesia. Itu, tentunya, akan membuat orang-orang mancanegara berpikir bahwa bangsa Indonesia tidak hanya sebagai pembuat sepatu dan garmen. Hal serupa juga terjadi pada rencana Pemerintah untuk membangun satu unit PLTN di Jawa Tengah. Banyak yang merisaukan, setrum yang dijual nantinya tidak bisa menutupi biaya operasional. Di sini, sebenarnya, yang kita harapkan pada tahap awal pembangunan PLTN adalah sarana untuk mencetak tenaga-tenaga ahli di bidang teknologi nuklir. Tenaga ahli nuklir ini sangat diperlukan kelak, yakni pada saat bahan bakar minyak habis. NURDIN GADENG Lhokseumawe Aceh
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini