Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Cawe-cawe soal calon presiden sempat lenyap sesaat. Tiba-tiba sejumlah orang menyebut nama seorang gadis remaja, Putri Ariani. Remaja berusia 17 tahun 5 bulan ini berhasil meraih Golden Buzzer dalam America's Got Talent 2023, sebuah acara pencarian bakat di Amerika Serikat. Siswi SMKN 12 Bantul ini suaranya memukau.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pujian untuk Putri luar biasa. Ada yang berkata, "Suaranya membuat merinding." Bahkan ada yang menulis komentar: suaranya mirip Whitney Houston dan mengingatkan pada Ummu Kultsum. Seperti biasa, ada pula pujian dengan rasa syukur ke hadapan Ilahi. Tuhan Maha Adil, di saat ada keterbatasan soal fisik, Putri diberikan kelebihan yang jauh lebih besar: suara dan keterampilan bermusik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apa keterbatasan Putri? Dia penyandang tunanetra. Dia lahir prematur pada usia kandungan 6 bulan 18 hari, lalu berada di dalam inkubator selama 3 bulan. Keluar dari inkubator, Putri divonis mengalami katarak. Sempat berobat ke Singapura, tapi sia-sia. Putri dinyatakan buta total.
Tuhan Mahaadil lebih pada ungkapan rasa syukur. Ada ribuan penyandang tunanetra di negeri ini yang tetap tak berdaya. Faktor utama kebangkitan penyandang disabilitas adalah keluarga. Tanpa adanya dukungan keluarga, termasuk yang utama soal ekonomi, penyandang disabilitas tetap bermasalah.
Coba kita cari contoh yang lain, misalnya para tunarungu. Penyandang disabilitas ini tidak bisa mendengar alias tuli. Karena itu, dia tak bisa berbicara mengikuti orang normal. Bisakah keterbatasannya itu diimbangi dengan kelebihan yang lain? Anak tuli bisa dimasukkan ke sekolah khusus. Di sana, ia diberi keterampilan, seperti melukis, menari, dan tentu dengan dasar-dasar bahasa isyarat. Termasuk pengetahuan umum. Panji Surya Putra Sahetapy, 29 tahun, anak penyanyi kondang Dewi Yull, belum lama ini lulus S-2 di Amerika Serikat. Surya penyandang tunarungu.
Tak mungkin Surya bisa menempuh pendidikan tinggi jika ia lahir di desa dengan orang tua petani yang hidup pas-pasan. Tanpa perlu diceritakan pun, orang bisa menebak bagaimana Dewi Yull mendidik anaknya dan membiayainya. Begitu pula Putri, dukungan ekonomi orang tuanya sangatlah besar.
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, setiap warga negara, termasuk para penyandang disabilitas, mempunyai kedudukan hukum dan hak asasi manusia yang sama sebagai warga negara Indonesia. Pemerintah punya sekolah khusus untuk itu. Masalahnya adalah pemerintah tidak aktif ke lapangan untuk mencari penyandang disabilitas. Sekolah khusus itu kebanyakan menerima murid yang diantar keluarganya. Artinya, peran keluarga yang lebih utama. Ketakutan biaya tinggi menyekolahkan anaknya yang tuna membuat anaknya tetap diasuh apa adanya. Seharusnya pemerintah yang aktif mencari penyandang disabilitas untuk dikembangkan kemampuannya.
Undang-undang tentang disabilitas ini membagi empat jenis disabilitas. Ada penyandang disabilitas fisik, umumnya cacat tubuh—istilah kerennya adalah tunadaksa. Penyandang disabilitas jenis ini sudah relatif baik diperlakukan pemerintah. Misalnya untuk tujuan olahraga. Atlet tunadaksa Indonesia tergolong maju di Asia, terakhir meraih gelar juara umum ASEAN Para Games 2023 di Kamboja.
Jenis kedua adalah penyandang disabilitas intelektual dan yang ketiga ialah penyandang disabilitas mental. Keduanya punya keterbatasan dalam hal berkurangnya kemampuan berpikir, mengontrol emosi, dan berinteraksi sosial. Penanganannya lebih banyak membutuhkan kesabaran di lingkup keluarga. Jenis keempat yang disebut penyandang disabilitas sensorik, yakni tunarungu dan tunanetra. Anak itu bisa berkembang karena otak dan fisiknya normal. Hanya fungsi sensoriknya yang terganggu: tak bisa mendengar dan tak bisa melihat.
Masalahnya, bagaimana cara menciptakan keadilan bagi seluruh penyandang disabilitas sensorik ini? Bukalah seluas-luasnya akses pendidikan kepada mereka, termasuk yang orang tuanya tidak mampu, sehingga lahir lebih banyak Putri Ariani dan Surya Sahetapy.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo