Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Momentum Berbenah Bank Muamalat

Bank Muamalat perlu menerapkan berbagai strategi untuk bangkit setelah gagal diakuisisi BTN.

2 Oktober 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi: Tempo/J. Prasongko

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Muamalat sempat menghadapi krisis pada 2017 dengan rasio kecukupan modal (CAR) hanya 11,58 persen.

  • Batalnya konsolidasi Bank Muamalat dengan BTN menjadi momentum yang baik bagi Muamalat untuk berbenah.

  • Bank Muamalat juga bisa mencari mitra strategis dari luar negeri untuk dapat meningkatkan permodalan dan juga jangkauan bisnis.

DALAM beberapa tahun terakhir, di tengah perkembangan ekonomi syariah, konsolidasi sektor perbankan syariah menjadi isu strategis dan menjadi perhatian banyak kalangan. Banyak pihak berharap adanya konsolidasi melalui merger ataupun akuisisi mampu memperkuat perbankan syariah dan mendorong Indonesia menjadi global hub ekonomi syariah.

Namun kasus batalnya akuisisi Bank Muamalat oleh Bank Tabungan Negara (BTN) menunjukkan bahwa proses konsolidasi tidak semudah yang diharapkan. Berbagai tantangan harus dihadapi, seperti alasan strategis ataupun perhitungan ekonomi yang sering kali menjadi penghambat utama terjalinnya kesepakatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Walaupun Direktur Utama BTN tidak memberitahukan alasan batalnya konsolidasi tersebut, faktor keuangan kemungkinan besar menjadi alasan utama. Diketahui Muamalat pernah menghadapi krisis pada 2017 dengan rasio kecukupan modal hanya 11,58 persen. Dengan kondisi ini, bisa dibilang Muamalat termasuk bank yang "sakit". 

Hal ini terjadi karena Muamalat melakukan kesalahan dalam menjalankan strategi bisnis. Muamalat yang seharusnya berfokus pada segmen pasar retail justru terlalu berfokus pada pendanaan korporasi, salah satunya untuk maskapai penerbangan Batavia Air yang akhirnya pailit. Strategi tersebut mengakibatkan pembiayaan bermasalah (NPF) Bank Muamalat meningkat tajam hingga menembus 5 persen pada 2017. Strategi ini bisa dibilang merupakan kesalahan fatal serta mengingkari visi Bank Muamalat sebagai bank yang berfokus pada retail alih-alih korporasi besar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di sisi lain, keterlibatan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) di Muamalat menambah runyam proses tawar-menawar ini. BPKH selaku pemilik 82,66 persen saham Muamalat juga punya kepentingan agar investasi yang sudah ditanam tidak bernilai negatif. Padahal, melihat kinerja Muamalat, kondisi keuangannya juga belum bisa dikatakan baik. 

Indikasi kinerja yang masih melempem itu adalah perolehan laba bersih pada semester I 2024 yang sebesar Rp 4,6 miliar, anjlok 82,8 persen secara tahunan (year-on-year). Kondisi ini menjadikan keputusan yang sama-sama menyulitkan: jika dijual murah, BPKH akan mendapat masalah; jika dijual mahal, BTN akan mendapat sentimen negatif pasar. Tentunya BTN tidak bisa gegabah dan harus melakukan aksi korporasi yang kredibel dan akuntabel. 

Gagalnya konsolidasi ini tentunya membuat banyak pihak kecewa. Pasar sangat berharap pada pertumbuhan perbankan syariah karena melihat potensi pasar Indonesia dengan 84 persen penduduknya beragama Islam. Namun batalnya konsolidasi Muamalat dengan BTN menjadi momentum yang baik bagi Muamalat untuk berbenah. 

Bank Muamalat punya waktu untuk memperkuat manajemen risiko dan tata kelola keuangan yang baik. Muamalat bisa berfokus pada segmen pembiayaan syariah retail yang selama ini masih belum tergarap optimal oleh bank syariah lain. Muamalat bisa mendiversifikasi produk pada layanan teknologi finansial (fintech) dan pay later yang saat ini cukup pesat perkembangannya.

Layanan konvensional harus dirancang agar mudah diakses dan fleksibel dalam menjangkau konsumen. Tampaknya belum banyak bank Indonesia yang memiliki produk teknologi finansial ataupun pay later berbasis syariah. Hal ini akan menjadi strategi yang lebih efektif karena Muamalat dikenal sebagai bank syariah pertama di Indonesia. Strategi itu juga sejalan dengan visi Muamalat yang menekankan semangat kewirausahaan.  

Muamalat juga harus lebih mengedepankan pengalaman nasabah melalui riset kepuasan konsumen agar produk-produk yang ditawarkan sesuai dengan apa yang dibutuhkan konsumen. Dari sisi brand awareness, jarang sekali terlihat kegiatan kampanye yang dilakukan oleh perusahaan. Padahal Muamalat mempunyai modal bagus sebagai bank syariah pertama di Indonesia. 

Terakhir, Muamalat juga bisa mencari mitra strategis dari luar negeri untuk dapat meningkatkan permodalan dan jangkauan bisnis. Banyak negara, khususnya Timur Tengah, yang sedang mendiversifikasi bisnis dari sektor pertambangan minyak ke sektor lain, termasuk perbankan. Dengan populasi lebih dari 200 juta penduduk muslim di Indonesia, tentu potensi ini menjadi peluang yang cukup menarik bagi para investor untuk dapat melayani kebutuhan layanan perbankan syariah di Indonesia.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebutkan lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke e-mail: [email protected] disertai dengan foto profil, nomor kontak, dan CV ringkas.

Fitria Nurma Sari

Fitria Nurma Sari

Dosen Perbankan Syariah Universitas Ahmad Dahlan

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus