Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Marginalia

Sistem Yang Baik

Keyakinan bahwa ajaran yang dianut itu suci & penganut merasa suci, maka akan timbul ketakaburan. Sistem yang baik adalah sistem yang bisa dengan damai memperbaiki diri, bukan sistem yang merasa paling baik.

3 Februari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

18 Januari, Bakbtiar menulis sepucuk surat kepada Khumaini: "Anda dan saya berselisih fikiran dalam banyak perkara. Anda mencerca saya sebagai 'ke-Barat-Baratan' -- dan dengan itu anda menolak segala apa yang saya kemukakan. Namun izinkanlah saya mengutip satu kalimat dari Tatimma Siwan al-Hikma (sebuah karya Parsi dari Beihaqi, bukan karya Perancis dari Voltaire!): 'Seorang bijaksana menggunakan penalaran untuk menolak ide yang tak ia setujui hanya seorang bodoh menggunakan cerca. Anda seharusnya memakai cara yang paling mulia, bukan yang paling kerdil'. Bukankah anda akan setuju?" 20 Januari, datang balasan dari Khumaini untuk Bakhtiar: "Nampaknya anda murka. Apakah yang ingin anda katakan selanjutnya?" 22 Januari, jawaban Bakhtiar: "Syukurlah. Rasanya anda sudah mulai sempat melihat langit biru di atas kubah yang paling megah: di bumi seseorang bisa merasa berhasil mendirikan sesuatu, tapi di langit tetap bergaung yang tak tertebak. Anda seorang soleh. Saya tak hendak mengajarkan kedhaifan manusia kepada anda. Saya hanya ingin mengemukakan: bukankah penafsiran manusia selalu nisbi? Juga penafsiran anda tentang sabda Tuhan dan ajaran Rasul? Khumaini, berhakkah kita mengaku paling benar? " 24 Januari, Khumaini membalas: "Tidak, kita tak berhak mengaku demikian. Namun di saat seperti ini, kita tak boleh bimbang. Saya tak hendak menganjurkan pendirian yang mutlak-mutlakan. Saya hanya menyerukan perlunya sikap yang yakin. Yakin adalah sebagian dari niat. Pernahkah anda dengar seorang yang menggertakkan geraham, mengucapkan niat dan gunung-gunung pun guncang? Kita menghadapi masalah-masalah besar di tanah air kita. Tanpa yakin, tanpa niat, kita akan terayun-ayun dalam ketiadaan bertindak. Rakyat menderita. Lagipula anda perlu tahu: yang kita yakini bukan nonsens, melainkan ajaran yang suci. Kita tak bertolak dari nol." 26 Januari, Bakhtiar menulis pula: "Bahwa ajaran kita suci, tidak akan saya menyangsikannya. Namun saya ingin bertanya: sampai sejauh mana seorang pemimpin, atau sebuah pemerintah, dapat disucikan? Hari ini dia benar dan di jalan yang lurus. Tapi kelak mungkin tidak. Hari ini anda sendiri tokoh yang tak korup, tapi nanti? Hanya Allah yang tahu. Keyakinan bahwa ajaran kita suci bahkan bisa menyebabkan kita merasa serta-merta jadi suci -- lalu takabur. Maka bukan karena ragu akan ajaran agama jika saya berbicara tentang semua ini. Melainkan karena saya lebih bersiap untuk melihat penyelewengan, atau kemacetan, atau ketakaburan dan mungkin juga kesewenang-wenangan. Maafkanlah, Khumaini, bila kedengarannya saya tak terlampau percaya akan kesempurnaan manusia -- termasuk diri anda, dan saya sendiri." 28 Januari, jawaban Khumaini: "Bakhtiar, anda mengingatkan saya akan para malaikat, yang cemas ketika Tuhan hendak menciptakan manusia. Mereka berkata: "Adakah Engkau menciptakan di sana makhluk yang membuat rusak dan menumpahkan darah?" Tapi Allah lebih tahu. Manusia diberinya kehormatan untuk mencoba menanamkan sifat-sifat Tuhan dalam dirinya. Paling sedikit ia diberi kemungkinan memperbaiki kesalahan sendiri atau orang lain: ia diberi bakat untuk mengenal mana yang baik mana yang buruk." 30 Januari, dari Bakbtiar: "Anda berbicara tentang kemungkinan memperbaiki kesalahan sendiri atau orang lain. Dapatkah dengan mudah itu dilakukan terhadap seseorang (atau suatu pemerintahan) yang merasa punya tugas suci? Tidakkah justru karena ini di masa lalu banyak pemerintah meniadakan pilihan lain? Sejarah dunia, termasuk sejarah Islam sesudah Nabi, tak bebas dari pertumpahan darah untuk menampilkan alternatif. Bagaimana komentar anda?" 2 Pebruari, jawaban Khumaini pendek: "Tiar, pandangan anda muram, tapi mungkin benar: sistim yang baik adalah justru sistim yang bisa dengan damai memperbaiki diri, bukan sistim yang merasa paling baik. Sekian dulu. Saya minggu ini pulang ke Rangkasbitung." Dua hari setelah Farid Khumaini meninggalkan Jakarta, drs. Bakhtiar berangkat dari Padang ke Bukittinggi untuk seminar LP3ES.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus