Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Snouck hurgronje, tambahan lektur

Penjelasan tentang snouck hurgronje, dan hubungannya dengan pemerintahan hindia belanda. (kom)

9 Maret 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAMI tertarik oleh Catatan Pinggir mengenai Snouck Hurgronje oleh Saudara Goenawan Mohamad (TEMPO, 19 Januari) dan, sebelumnya, satu artikel mengenai "tokoh kolonial" Belanda itu (TEMPO, 29 Desember, Nasional). Masih kuat ingatan kita, kira-kira dua tahun lalu (Februari 1983) sebuah harian Ibu Kota memuat polemik dua ilmuwan Belanda, Dr. P.S. Van Koningsveld dan Prof. W.G.J. Remmelink, mengenai "tokoh legendaris" Snouck Hurgronje. Kemudian seorang tokoh politik Indonesia "menyela" dan mengatakan "Pemuatan artikel semacam itu berikut pengungkapannya sangat berguna, karena kita bangsa Indonesia harus tahu apa yang ada di Leiden dah Cornell." Tokoh yang dimaksudkan, Drs. Ridwan Saidi. Ringkasan polemik itu sebagai berikut. Kedua ilmuwan Belanda, Van Koningsveld (selanjutnya kami singkat VK) dan Remmelink (selanjutnya Rem) ingin menguji peranan Snouck dalam menghadapi persoalan pokok pemerintah Hindia Belanda, yaitu "persoalan Islam" yang merupakan "duri dalam daging" pada akhir abad ke-19. VK mengambil titik tolak dari suatu bayangan pikiran mengenai Snouck sebagai ilmuwan, orientalis, Islamolog, dan akhirnya menemukan Snouck yang sebenarnya", yaitu sebagai inteligen (agen), tokoh kolomialis, rasis, Muslim semu yang melanggar semua kode etik dengan berpura-pura mengadakan penelitian ilmiah dan pura-pura beralih agama (di Mekkah). Di Hindia Belanda, Snouck "berpura-pura kawin dengan putri pribumi" dan sebagainya, dengan "tujuan membantu pemerintah penjajah mempererat belenggu kolonial". Adapun pendirian Rem: Kedok Snouck yang dilihat VK adalah isapan jempol dan karangan VK sendiri. Misalnya VK berusaha membuktikan, tugas inteligen Snouck di Mekkah semata-mata guna mempelajari rahasia Islam pada umumnya dan perlawanan rakyat Aceh khususnya. Snouck kemudian memang bertugas di Aceh. (Catatan pendek: VK buat pertama kalinya mengemukakan pendapatnya mengenai Snouck Hugronje pada 16 November 1979. Pendapat itu mengundang suatu polemik sengit sepanjang tahuntahun 1980-1981 di media massa Belanda.) Guna menambah pengetahuan kita mengenai Snouck, kami bisa menambahkan lektur berikut. Nederland en de Islam, 1911, karya Snouck sendiri. Juga Mekka in the Latter Part of the 19th Century, Leiden, E.J. Brill, 1970, 292 halaman. Dalam bukunya Het Mekkaansche Feest dalam bahasa Belanda (1880), menurut kata pengantarnya, Snouck menulis dan menitikberatkan isi buku itu pada pelajaran pelajaran dan cara-cara menunaikan ibadat haji (buku manasik haji). Disinggung juga bahwa Snouck sempat berkunjung ke Kota Mina dan Padang Arafah (dua tempat suci yang harus dikunjungi jemaah haji), dan berusaha mendekati dan bergaul intim dengan orang-orang Hindia Belanda yang sedang menunaikan haji. Kelompok ini dikenal dengan istilah "orang-orang Jawah" di Mekkah - yang dimaksudkannya jemaah dari East Indian Archipelago, terdiri dari suku-suku Jawa, Minangkabau, Kalimantan, Sulawesi, dan sebagian besar Jawa. Buku itu kabarnya diterjemahkan juga ke dalam bahasa Jerman (dua jilid) dan bahasa bahasa lain. Guna menambah "petikan-petikan" mengenai Snouck dari buku-buku lain, kami mendapat kesempatan baik membaca buku De Atjeh-Oorlog, penulisnya Wartawan Paul van't Veer (almarhum), De Arbeiderspers, 1969, 320 halaman . Di halaman 186 tertulis: "Di tahun 1889 Snouck yang baru berumur 32 tahun itu sudah dikenal di kalangan ahli-ahli Islam Barat dengan 'buah tangan/publikasinya yang luar biasa'." Penelitiannya selama enam bulan di tengah-tengah umat Islam Mekkah (1884-1885) menyebabkan Snouck "diterima" sebagai seorang sahabat karib masyarakat Mekkah dan dikenal dengan nama Abd al-Ghaffar. Dia banyak sekali menerima bantuan gubernur Turki di Mekkah - waktu itu Turki punya pengaruh cukup besar di kalangan umat Islam Mekkah. Menurut Paul van't Veer, Snouck, yang berperan sebagai ilmuwan Belanda, lambat-laun tercium identitas sebenarnya. Kepergiannya yang tergopoh gopoh meninggalkan Kota Mekkah adalah juga atas nasihat dan anjuran gubernur Turki itu yang mengkhawatirkan akan terjadi hal-hal tidak diinginkan atas diri Snouck. Masyarakat Islam Mekkah sudah tahu, Snouck bukan seorang ilmuwan, tetapi mata-mata. Buku itu memang mengkhususkan pada Perang Aceh. Buku Nusantara, a History of Indonesia tulisan Bernard H.M. Vlekke, penerbit W. van Hoeve Ltd. The Hague, 1965, 478 halaman, mengisahkan Snouck: "Sesaat tiba di Hindia Belanda, ia bertugas sebagai penasihat pemerintah waktu itu. Snoucklah yang meyakinkan para pejabat kolonial Belanda dengan nasihat-nasihatnya agar "tidak perlu khawatir" akan pengaruh para jemaah haji Hindia Belanda (bumiputra), dan adalah "tidak bijaksana sekali jika mereka itu diperlakukan dengan pendekatan pendekatan penuh curiga". Nasihat Snouck agar memperlakukan pemimpin-pemimpin agama Islam itu "sebagai teman sejawat" dianggap sebagai suatu "tindakan terpuji". Nasihat-nasihat itu kemudian dipatuhi para pejabat pemerintah Hindia Belanda, dan ternyata membawa "hasil memuaskan". Buku Indonesia, Een Strijd om National Identiteit, nationalisten/islamleten,nationalisten/islamieten/katholieken, tulisan Dr. M.P.M. Muskens, Uitgeveri Paul Brand, tweede Druk, Bussum, 1970, 597 halaman, menggarisbawahi nasihat-nasihat Snouck yang dipatuhi tanpa kritik terutama mengenai hal-hal keislaman. Dikatakan, pada tahun 1885 sudah, Snouck memformulasikan suatu "ordonansi perkawinan di Hindia Belanda yang menyatakan semua inlanders (pribumi) harus mematuhi hukum Islam yang ada kaitannya dengan perkawinan di Tanah Jawa". Tulisan yang agak "lucu" ialah keadaan, sebelum adanya nasihat-nasihat Snouck, pemerintah kolonial Belanda (halaman 64) bersikap "tetap dan selalu, jika menghadapi 'anak negeri'/pribumi, harus divisualisasikan sebagai Islamiet/VMuslim". H. SAYUTI MAKALAM Jalan R.S. Fatmawati S, Cilandak Jakarta Selatan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus