DI tengah malam buta, seseorang terjaga dari tidurnya. Ia
mendengar jendelanya diketuk dan bahunya ditepuk orang. Antara
sadar dan tidak disingkapkan kain gorden, dan seorang tamu
melangkah masuk menembus kaca. Sesosok tubuh yang kabur makin
lama makin kentara. Ia gemetar karena takut, tapi sang tamu
nampak biasa saja. Lama-lama sadar juga ia bahwa rupanya roh
yang ramah telah mampir ke rumahnya. Ia tak takut lagi, karena
tak ada yang dirasakan asing. Tamu itu seperti setiap orang yang
ia jumpai setiap hari.
- Bung siapa'?
- Roh orang mati.
- Waduh. Iya, Bung siapa, tadinya?
- Aktifis.
- Politik?
- Ya.
- Wah, susah!
- Kenapa.
- Berdasarkan pengalaman pribadi, saya harus berterus terang,
supaya jelas bagi Bung. Bahwasanya saya bukan medium. Saya tidak
mau dititipi pesan politik macam apapun. Lagipula saya bukan
penganut ideologi politik dalam bentuk apapun. Saya orang bebas,
tak punya lawan politik dan tak punya ideologi.
Pancasila juga tidak'?
Niat Bung apa? Jangan berseloroh di malam buta. Bung jangan
memojokkan saya. Saya masih setengah ngantuk, saya tak mau
jawaban saya mencelakakan keluarga.
Kamu memang jenis pengecut. Kita 'kan cuma berdua.
- Bung sendiri masuk jenis apa? Pejuang, perintis, pahlawan,
penggali, penyambung lidah atau apa? Bung masuk orde apa?
-- Saya tidak masuk bilangan apa-apa. Waktu yang diberikan
kepada saya untuk berjenis-jenis sudah habis. Tak perlu lagi
saya katakan saya jenis apa. Dalam dunia saya tak ada lagi
kategori. Tak ada hiruk pikuk mengenai fungsi dan status,
semuanya sudah dibukakan dan sudah dipahamkan. Tanggungjawab
saya untuk bertanyajawab sudah lewat. Di alam saya tidak ada
orde, tak ada slagorde.
- Iya, maksud saya, Tuhan memasukkan Bung dalam kategori mana?
- Itu pertanyaan khas alam wadag. Di alam saya pertanyaan
semacam itu tak ada. Keinginan tahu sudah terpenuhi dan
kepentingan apapun tak ada lagi. Tapi pertanyaan yang dapat kamu
jawab sendiri ialah: Tuhan sudah memberikan apa kepadakamu lewat
riwayat hidup saya. Dan Tuhan memberi kebebasan penuh kepada
kamu untuk menjawab.
- Saya tak mengerti.
- Saya tahu kamu bohong. Kamu bersembunyi dalam kedok. Tapi roh
saya dapat berjumpa dengan roh kamu. Apa yang tersembunyi di
depan orang, tak tersembunyi di hadapanku. Nyalimu kecil tapi
alasanmu segudang. Pengecut menggadaikan nyawanya
berulang-ulang.
- Saya tak suka permusuhan.
- Setan juga tak kamu lawan?
- Yang terang Bung tidak saya musuhi. Saya ngeri melihat
permusuhan yang berlarut-larut. Bahkan orang yang sudah mati
masih dibenci. Rohnya dihidupkan untuk dibantai lagi. Dalam
dunia politik orang terhun berulang kali. Apa Bung juga begitu
dulu?
- Yang masih hidup yang berhak menjawab. Silakan
menimbang-nimbang.
- Bung mau membela diri atau memuntahkan geram?
- Tak ada yang perlu saya bela. Wewenang terhadap orang mati
sepenuhnya adalah wewenang Tuhan. Kekuasaan politik macam apapun
tak akan dapat mengganggu-gugat kedaulatan Tuhan atas mereka
yang sudah mati. Mereka yang tak percaya kepada diri sendiri
suka mengungkit-ungkit orang yang sudah mati. Untuk meneguhkan
kekuasaan sering dilakukan dengan cara membunuh orang mati.
- Syukurlah Tuhan begitu, tak membiarkan mereka terlantar
berkali-kali.
- Dendam terhadap orang mati adalah gugatan terhadap kedaulatan
Tuhan. Seolah-olah Tuhan tak mampu mengadili orang mati.
Kekuasaan cenderung meluas, bahkan sampai ke alam roh.
- Mungkin karena kita belum terlalu biasa pegang kuasa. Sebab
itu meskipun mungkin maksudnya baik, hasilnya toh cenderung
membuat keruh.
- Itu tugas kamu yang masih hidup. Agar bisa dicegah bersama
pemakaian kuasa yang semena-mena.
- Bagaimana kalau Bung datangi mereka. Ingatkan mereka satu
persatu.
- Itu sudah saya lakukan. Dan seperti kamu, penerimaan mereka
pcrsis sama dengan penerimaan kamu. Itu tugas orang lain, kata
mereka.
Sosok sang tamu makin lama makin pudar, dan menghilang menembus
kaca jendela. Yang ditinggalkan tercenung-cenung tak bisa tidur
sampai pagi.
- Ah, roh sialan, ninggalin beban! Lalu iapun bergegas melangkah
ke kamar mandi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini