HARUSKAH kekuatan tenung menyihir nurani kita? Tidak, kita bilang. Semoga Tuhan .... Tapi toh hari-hari ini ada yang telah mengobok jiwa kita. Orang sudah mendengar dengus napas kita, yang curiga, yang cemas. Kita sedang berada di sebuah cerita hitam yang tersebar: ada persengkokolan setan, konspirasi keji, yang merunduk-runduk di balik semak, yang mau memojokkan kita, merusak masyarakat kita, stabilitas kita, iman kita, paham kita .... Itulah tenung. Itulah kelumpuhan. Kita tak bertanya-tanya lagi. Maka sihir jahat itu sesungguhnya bukan datang dari kekuatan setan. Ia sebuah infeksi ketika kondisi kita sedang lemah, yang memudahkan kita untuk ikut saja mengangguk kepada cerita hitam macam itu, macam apa pun. Lakon The Crucible, karya Arthur Miller, disadur dengan baik oleh N. Riantiarno dengan judul Tenung, dan dipentaskan di Taman Ismail Marzuki Jakarta pekan lalu: sebuah cerita yang bisa menepuk hati. Saya tak tahu bisakah kita jadi bangun. Miller menulis karya yang sangat evokatif ini pada tahun 1953, ketika masyarakat Amerika Serikat sedang dilanda ketakutan. Senator Joe McCarthy berteriak dan menyidik, sebab baginya ada "komplotan komunis" yang mengancam di tiap pojok. Itulah zaman gelap bagi demokrasi Amerika itu, ketika hanya dengan tuduhan yang dibakar syak wasangka, sejumlah orang yang "aneh" dibersihkan dari pelbagai mimbar (termasuk Komediwan Besar Charlie Chaplin, yang dituduh "merah", dan sejak itu tak hendak balik ke Amerika lagi). Beberapa tahun kemudian, orang baru insyaf, tenung macam apa yang menyihir mereka waktu itu. Senator McCarthy pun dicopot, dan banyak korban fitnah yang direhabilitasi nama baiknya. Orang Amerika pun kembali bernapas lega: lumayan, keadilan .... Tetapi kita belum. Juga di tahun 1990-an ini. Gambar palu arit sudah dicopot di Kremlin, dan di Beijing yang sibuk membuat kapitalisme, bintang merah di sana makin mirip dengan merek bir. Tapi kita bukan saja masih yakin (takut? kagum?) bahwa komunisme tetap punya daya mengubah dunia, seakan-akan dia kekuatan supernatural yang tak mati-mati. Kita juga masih gemar untuk percaya -- seperti orang-orang malang di Dusun Salem pada akhir abad ke-17 yang dilukiskan The Crucible -- bahwa apabila suatu gangguan terjadi di pinggul anak kita, itu berarti ada setan yang sedang bekerja dan bersekongkol dengan musuh kita. Kisah Tenung bermula dengan seorang anak gadis yang jatuh sakit. Kemudian seorang anak gadis lain juga jatuh sakit. Nyonya Ani yang pahit dan Tuan Putnam yang dengki merasakan ketidakbahagiaan hidup mengganggu ketenteraman mereka bagaikan kili-kili Iblis. Dengan cara itu pula agaknya mereka mengekspresikan agresivitas, atau konflik mereka, terhadap orang lain. Demikianlah sebuah teori konspirasi disusun: karena A sakit dan B sakit, itu berarti ada yang mengatur. Setan pasti beroperasi dengan bantuan oknum-oknum tertentu .... Ternyata, dusun yang tertekan oleh puritanisme agama itu, yang menyembunyikan frustrasi dan sengketa itu, subur bagi rasa waswas. Dengan cepat, desas-desus tentang permainan bekuganjang, persekongkolan gelap dan ancaman laknat itu merasuki seluruh Salem. Orang-orang pun ditangkap. Siapa yang tak percaya kepada teori tentang "komplotan setan" dengan segera layak dicurigai: siapa yang tak bersama kita adalah musuh kita -- biarpun kita tahu dia orang baik. Termasuk Ibu Rebeka yang penolong, termasuk Proktor yang jujur. Genderang berbunyi ketika matahari terbit, dan semuanya mati digantung, dengan titah Tuan Wakil Residen. Rasa takut, serba curiga, rasa bersalah, menganga di mana-mana. "Api, api sedang menyala membakar nurani kita," seru Proktor waktu ia ditangkap. "Aku dengar suara sepatu boot setan Lucifer, berdetam-detam menyebabkan bumi gempa. Aku melihat wajahnya yang superburuk. Wajah itu adalah wajahku sendiri, dan juga wajah Tuan Wakil Residen! Kita semua adalah para pengecut yang melarikan diri. Aku. Kamu. Semua. Padahal kita semua tahu, hati kecil kita setuju, ini semua adalah penipuan. Tuhan mengutuk orang seperti kita ...." Proktor benar. Yang menyerah dan menjadi Lucifer adalah mereka yang takut untuk tak percaya bahwa teori "komplotan setan" yang merundung Salem sebenarnya sebuah justa. Bukan Setan yang mengacau. Yang bekerja adalah sebuah teori, yang lahir dari benci, hati yang pahit, waswas yang kronis -- dan tanpa digugat. Tak mengherankan bila kekuatan tenung bisa menyihir nurani kita. Goenawan Mohamad
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini