Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Terpidana di Panggung pemilihan

DPR membolehkan terpidana hukuman percobaan mencalonkan diri di pilkada. Ancaman bagi kualitas demokrasi.

19 September 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NEGERI ini tak pernah kekurangan parodi. Rapat konsultasi Komisi Pemilihan Umum dengan Dewan Perwakilan Rakyat menghasilkan keputusan mencemaskan: terpidana yang dihukum percobaan boleh mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah.

Kontroversi terpidana percobaan ini sebetulnya bukan perkara baru. Wakil Komisi II DPR, Lukman Edy, berkeras bahwa terpidana hukuman percobaan belum masuk kategori hukuman yang sudah berkekuatan tetap. Ada juga pendapat bahwa pada terpidana percobaan, si pelaku "hanya" melakukan pelanggaran ringan dan bukan kasus korupsi, narkotik, dan kejahatan seksual.

Argumen di atas sebetulnya mudah dipatahkan. Sesuai dengan pengertian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, terpidana hukuman percobaan sama statusnya dengan terpidana lain. Majelis hakim telah membuktikan unsur pidananya dalam persidangan. Hanya, yang bersangkutan menjalani hukuman di luar penjara dengan mematuhi persyaratan yang ditetapkan majelis hakim.

Dalam satu hal, DPR dan KPU sepakat bahwa terpidana korupsi, narkotik, dan kejahatan seksual dilarang mencalonkan diri. Namun, untuk soal terpidana hukuman percobaan, KPU berbeda pendapat. Komisi sedari awal menolak argumen yang memberi angin kepada terpidana hukuman percobaan. Semua calon di panggung pemilihan kepala daerah harus bersih dari persoalan hukum. Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang pencalonan gubernur, bupati, dan wali kota menegaskan bahwa yang berstatus terpidana tidak bisa mencalonkan diri. Sulit dibayangkan seorang pemimpin menyerukan rakyatnya taat hukum sedangkan ia sendiri menyandang status terpidana.

Tarik-ulur persoalan ini semakin kuat, sebagian digerakkan oleh kepentingan politik jangka pendek. Gubernur Gorontalo Rusli Habibie dari Partai Golkar, misalnya, berstatus terpidana percobaan dalam kasus pencemaran nama. Pak Gubernur diputus bersalah dan dihukum percobaan dua tahun, putusan yang juga sudah dikuatkan Mahkamah Agung, dalam gugatan yang diajukan Budi Waseso. Jika hasil rapat konsultasi dengan DPR tersebut dituangkan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum, Rusli Habibie berhak melaju dalam pentas pilkada 2017.

Patut disayangkan, setelah rapat dengar pendapat, KPU menyerah dan menerima usul DPR. Terpidana yang dihukum percobaan dibolehkan maju sebagai kandidat pilkada. Hadar Nafis Gumay, komisioner KPU, menyatakan bahwa Komisi harus mematuhi Pasal 9 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Pasal ini menyebutkan hasil konsultasi dengan DPR bersifat mengikat dan dituangkan dalam pedoman teknis Peraturan KPU.

Lampu hijau yang membolehkan terpidana di panggung pilkada ini bisa dibilang langkah mundur dalam kualitas demokrasi kita. Hasil konsultasi DPR yang bersifat memajukan mutu demokrasi memang wajib dipatuhi. Namun, bila hal itu justru berdampak kontraproduktif dan melanggar undang-undang, Komisi berhak mengabaikan. Sebagai lembaga independen yang mandatnya menjaga proses pemilihan yang jujur dan adil, KPU tak perlu ragu menyaring mana saja hasil konsultasi yang wajib dijalankan dan yang tidak.

Kualitas konsultasi DPR ini juga menjadi semacam pengingat penting bagi KPU. Demi menjaga independensi dan marwah pemilu, Komisi sebaiknya segera mewujudkan rencana judicial review Pasal 9 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 ini. Jika pasal ini terus dipaksakan, KPU akan selalu berisiko tersandera kepentingan politik jangka pendek politikus Senayan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus