Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Transformasi Menakjubkan Negeri Kelaparan di Afrika

Buku tentang Ethiopia yang memikat ini adalah karya Al Busyra Basnur. Ia adalah Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) Republik Indonesia untuk Federal Democratic Republic of Ethiopia merangkap Republic of Djibouti dan African Union. Ditulis dengan bahasa yang renyah akan mengantarkan kita untuk lebih memahami Ethiopia secara faktual. Dari buku ini kita bisa melihat sejumlah pekerjaan besar telah dilakukan oleh seorang dubes yang baru menjabat sekitar satu tahun lebih.

14 September 2020 | 16.20 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Judul Buku: Ethiopia (Catatan Duta Besar Republik Indonesia)

Penulis: Al Busyra Basnur

Penerbit: Paramedia Komunikatama, Bandung 2020

Tebal: xiv + 194 halaman

Ethiophia adalah negara miskin di Afrika yang rakyatnya dilanda kelaparan. Itu adalah ingatan orang setiap kali nama Ethiopia disebut. “Dengar rintihan berjuta kepala/waktu lapar menggila/hamparan manusia tunggu mati/nyawa tak ada arti/..... Itu petikan syair lagu Ethiopia yang dinyanyikan Iwan Fals pada 1986.Ya, itu adalah stereotip tentang Ethiopia.

Itu dulu. Sekarang berbeda. Stereotip tentang Ethiopia yang rakyatnya miskin dan menderita langsung buyar begitu kita menginjakkan kaki di Bandara Internasional Addis Ababa Bole yang megah. Begitu keluar dari pintu bandara kita akan melihat masyarakat Ethiopia yang berpenampilan modern sedang mengantar atau menjemput orang dengan mobil-mobil baru yang bagus. Hal ini yang dialami delegasi Indonesia saat saat menghadiri peringatan Hari Kemerdekaan Pers Dunia (WPFD 2019) di Addis Ababa 3-4 Mei 2019 lalu.

Ethiopia adalah sebuah negeri ajaib yang tak memiliki laut yang berhasil keluar dari kekeringan dan kelaparan menjadi negeri sejahtera. Dengan penduduk berjumlah 112 juta jiwa yang multi etnik dan luas 1.104.300 km persegi, negeri asal kopi ditemukan ini adalah negara dengan penduduk terbanyak no 2 di Afrika setelah Nigeria. Dalam 10 tahun antara 2008 sampai 2017 pertumbuhan ekonomi Ethiopia rata-rata berada di atas 10 persen. Pada 2018 pertumbuhan ekonomi Ethiopia mencapai 6,8 persen. Sebuah angka pertumbuhan ekonomi tertinggi di seluruh Afrika.

Menyusuri jalanan ibukota Ethipia yang berada di ketinggian 2.355 meter di atas permukaan laut, kita akan menyaksikan berbagai bangunan modern yang menjulang ke langit dan pusat perbelanjaan dan pertokoan yang ramai. Sedikit ke luar kota kita akan bertemu jalan sejumlah tol yang mencapai beratus-ratus kilometer. Ya, Ethiopia dengan bantuan teknologi pertanian dari Israel dan infrastruktur dari Tiongkok sedang menggeliat untuk menjadikan dirinya sebagai gerbang benua Afrika.

Hal tersebut tergambar dari adanya berbagai kantor pewakilan badan dunia di Addis Ababa. Termasuk, tentu saja, adalah kompleks Gedung African Union Centre yang berdiri megah dan kerap digunakan sebagai venue berbagai acara internasional. Ethiophia Airlines juga terkoneksi secara langsung dengan hampir seluruh bandara internasional penting di dunia. Terhitung sejak 2019 Ethiopia Airlines membuka penerbangan dari Addis Ababa ke Jakarta pulang-pergi untuk melayani kebutuhan penumpang yang terus meningkat.

Untuk menyulap pertanian dan memajukan industri, sejak 2011 pemerintah Ethiopia membangun bendungan raksasa Grand Ethiopia Renaissance Dam (GERG) di Sungai Blue Nile yang merupakan hulu Sungai Nil. Proyek senilai lebih dari $AS 5 milyar yang akan menjadi pembangkit listrik terbesar di Afrika itu mengundang kekuatiran sejumlah yang tergantung pada air Sungai Nil. Salah satunya adalah Mesir yang meminta agar bila nanti bendungan jadi,  pemerintah Ethiopia tak melakukan pengisian bendungan secara drastis. Pemerintah Mesir memperkirakan bila aliran dari hulu ditutup, Sungai Nil yang merupakan jantung Kaior akan menyusut ketinggiannya hingga 2 meter.

Pemerintah Ethiopia di bawah PM Abiy Ahmed yang terpilih pada April 2nyulap 018 terus melakukan upaya reformasi di berbagai bidang, termasuk mendorong kemerdekaan pers. Abiy Ahmed yang mendapatkan Hadiah Nobel Perdamaian 2019 emang mendorong kaum muda untuk menjadi wartawan dan mengembangkan dunia jurnalitik Ethiopia. Selain itu ia juga membantu dan menfasilitasi berdirinya berbagai media cetak, elektronik, dan media online, yang kini mencapai 200 media, tanpa mengganggu independensi awak media.

Ethiopia memang sebuah magnet yang mengundang daya tarik. Selain aneka tambang dan pertanian, pertumbuhan ekonomi yang tinggi  mengundang perusahaan untuk membuka bisnis. Jangan kaget kalau banyak investor dari luar negeri membuat usaha di negeri kopi tersebut. Pengusaha Indonesia juga tak luput melakukannya.

Ada tujuh perusahaan Indonesia membuka usaha di Ethiopia. Antara lain Peace Success Industry  PLC (anak perusahaan Sinar Ancol), Salim Wazaran Yahya Food Manufacturing PLC (anak perusahaan PT Indofood Sukses Makmur Tbk), Century Garment PLC (anak perusahaan Busana Apparel Group), Sumbiri Initimate Apparel PLC anak perusahaan PT Sumber Bintang Rejeki, dan Golden Sierra Abyssinia PLC PT Bukit Perak. Maka tak heran bila Indomie dengan cita rasa lokal adalah makanan yang populer dan sabun B-29 populer di Ethiopia. Hal ini pula lah yang menyebabkan ada banyak orang Indonesia, terutama pekerja migran, yang bekerja di Ethiopia.

Buku tentang Ethiopia yang memikat ini adalah karya Al Busyra Basnur. Ia adalah Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) Republik Indonesia untuk Federal Democratic Republic of Ethiopia merangkap Republic of Djibouti dan African Union. Ditulis dengan bahasa yang renyah akan mengantarkan kita untuk lebih memahami Ethiopia secara faktual. Dari buku ini kita bisa melihat sejumlah pekerjaan besar telah dilakukan oleh seorang dubes yang baru menjabat sekitar satu tahun lebih.

Upaya membangun hubungan Indonesia-Ethiopia mulai dunia usaha, kerja sama pendidikan, jurnalistik, pertukaran mahasiswa telah dilakukan dan perlu terus didorong. Sebagaimana pesan Pak Jokowi bahwa tugas seorang dubes bukan hanya mewakili Indonesia dalam diplomasi, tapi juga bisa menjadi duta ekonomi bagi Indonesia.

Terlepas dari hal itu semua, barangkali apa yang dilakukan Al Busyra Basnur ini perlu dijadikan semacam pakem. Kementerian Luar Negeri Peru mewajibkan setiap orang yang ditempatkan sebagai duta besar untuk menuliskan pengalaman dan pandangannya, sebagaimana dulu pemerintah Belanda mewajibkan para ambtenaar  yang ditempatkan di Hindia Belanda untuk menuliskan pandangan dan pengalamannya, baik selama bertugas maupun ketika purna tugas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Stanley Adi Prasetyo

Stanley Adi Prasetyo

Ketua Dewan Pers 2016-2019, Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia 2007-2012
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus