Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Transparansi Lembaga Amil Zakat

Pemerintah harus memastikan dana zakat, infak, sedekah, dan wakaf tidak diselewengkan ketika minat warga bederma meningkat.

20 April 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi: Tempo/Kendra Paramita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Meski ekonomi stagnan kala pandemi, minat warga bederma terus tumbuh, sehingga jumlah zakat, infak, sedekah, dan wakaf juga bertambah.

  • Pemerintah perlu membuat katalog resmi yang berisi daftar lembaga filantropi yang terverifikasi.Ā 

  • Untuk mengantisipasi penyelewengan, RUU Penyelenggaraan Sumbangan mendesak disahkan.Ā 

KETIKA minat masyarakat dalam membayarkan zakat, infak, sedekah, dan wakaf alias ziswaf tengah menanjak seperti sekarang, pemerintah wajib memastikan potensi penyelewengan ditekan seminimal mungkin. Jangan sampai insiden manipulasi dana derma, seperti dalam kasus ACT maupun pemalsuan kode QRIS belum lama ini, terulang kembali. Urgensi untuk memastikan keamanan derma digital maupun konvensional bagi publik yang hendak berbagi semakin tinggi, mengingat jumlah dana yang terkumpul saban tahun terus bertambah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mengacu pada data Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), penghimpunan dana ziswaf tumbuh di atas 20 persen dalam dua tahun terakhir. Dari Rp 386,6 miliar pada 2020, meningkat menjadi Rp 516,74 miliar pada 2021 dan Rp 638,83 miliar pada 2022. Bahkan, ketika ekonomi terpuruk pada masa pandemi Covid-19, jumlah ziswaf yang terkumpul tetap menanjak. Pada tahun ini, Baznas menargetkan pengumpulan dana sebesar Rp 815 miliar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Secara keseluruhan, nilai ziswaf yang dikelola semua lembaga amil zakat formal di Indonesia ditaksir mencapai Rp 6-8 triliun. Jumlah tersebut naik dibanding perkiraan nilai ziswaf tahun lalu yang berada di kisaran Rp 5-6 triliun. Umumnya, 40 persen dana ziswaf setahun terkumpul selama Ramadan.

Setelah masa pandemi, peran platform dompet digital dalam penghimpunan dana ziswaf juga bertambah penting. Porsi ziswaf yang disalurkan kepada lembaga derma melalui dompet digital meningkat dari tahun ke tahun. Ambil contoh GoPay yang bekerja sama dengan 400 lembaga derma. Sepanjang 2022, total zakat dan donasi yang disalurkan melalui GoPay mencapai Rp 154 miliar.

Sayangnya, semarak lalu lintas dana ziswaf justru meningkatkan potensi penyelewengan. Ini tentu menjadi tantangan bagi pemerintah dan lembaga filantropi dalam memastikan keamanan dana warga serta tepat sasarannya penyaluran dana derma. Terungkapnya kasus penyelewengan dana umat oleh lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) pada 2022 harus menjadi alarm bagi pemerintah agar kasus serupa tak terulang lagi. Untuk itu, pemerintah perlu membuat semacam katalog yang berisi daftar lembaga filantropi yang terverifikasi.

Keberadaan katalog ini bisa memupuk kepercayaan sekaligus memberi referensi kepada masyarakat dalam penyaluran ziswaf. Dengan begitu, masyarakat tinggal memilih mau membayar zakat atau menyumbang lewat lembaga mana. Tanpa adanya verifikasi, masyarakat akan mudah tertipu dan terombang-ambing saat memilih lembaga derma.

Pengawasan dan pemeriksaan berkala terhadap kegiatan operasional lembaga derma juga harus digencarkan. Pengawasan dan pemeriksaan tersebut harus dilakukan secara aktif, tak sekadar menunggu laporan seperti yang selama ini berjalan. Dalam kasus ACT terbukti bahwa sudah sangat terlambat jika pemeriksaan baru dilakukan setelah uang umat terkuras.

Keamanan platform dompet digital maupun sarana pembayaran lainnya juga menjadi isu yang perlu diantisipasi. Kasus pemalsuan kode QRIS di 38 titik yang terjadi pada April 2023 ini—walaupun nilainya kecil—merupakan contoh betapa rawan dan sederhananya modus penipuan dana publik. Celah ini harus secepatnya ditutup sebelum membesar.

Terlambatnya pembuatan aturan yang relevan dengan zaman juga menjadi catatan bagi pemerintah dan DPR. Sampai sekarang, pengumpulan dana umat hanya diatur lewat Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan. Dua regulasi itu hanya mengatur birokrasi perizinan, mengabaikan soal akuntabilitas dan sanksi jika terjadi kecurangan.

Peraturan yang lebih baru, yakni Peraturan Menteri Sosial Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengumpulan Uang atau Barang, juga tidak rinci mengatur mekanisme pelaporan dan pengawasan terhadap lembaga pengumpul dana masyarakat. Karena itu, RUU Penyelenggaraan Sumbangan yang mengatur lebih detail penyelenggaraan kegiatan filantropi mendesak untuk disahkan.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
Ā© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus