Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Turun Bunga dari Bank Negara

Tingkat bunga kredit tetap tinggi meski BI Rate terus turun. Bank negara bisa digerakkan untuk memangkasnya.

5 Maret 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ACUAN atau patokan semestinya menjadi pembimbing arah. Tapi tidak demikian halnya akhir-akhir ini dengan BI Rate. Suku bunga yang menjadi instrumen Bank Indonesia untuk mempengaruhi sektor moneter ini justru seperti rambu lalu lintas di Indonesia pada umumnya: ada sebagai pemandu, bahkan amar, tapi cenderung diabaikan.

Dalam setahun terakhir, Bank Indonesia sebenarnya beberapa kali menurunkan tingkat BI Rate. Harapannya, dengan pergerakan tingkat bunga pinjaman antarbank ini, bunga deposito akan ikut turun, lalu bunga pinjaman atau kredit juga otomatis akan bergerak searah. Terakhir kali Bank Indonesia memangkas BI Rate, menjadi 5,75 persen dari sebelumnya 6 persen, awal bulan lalu.

Apa daya, harapan itu bagai tembakan ke ruang hampa. Tingkat bunga kredit nyatanya masih selangit. Kalaupun ada bank yang memotong bunga, angkanya sungguh tak berarti. Itu pun setelah lewat dua-tiga bulan. Sejauh ini, bunga efektif bagi peminjam dana perbankan sekurang-kurangnya lima persen di atas BI Rate. Ini kelewatan tingginya, jauh di atas rata-rata Asia Tenggara. Wajar, kalangan pengusaha berteriak. Mereka menganggapnya sebagai hambatan terhadap minat berinvestasi.

Memang benar bank tak asal bersiteguh mempertahankan bunga tinggi. Ada pertimbangan-pertimbangan menyangkut biaya dana, pertumbuhan kredit, dan target laba. Inilah yang diklaim sebagai penyebab arah pergerakan BI Rate tak selalu serta-merta diikuti bunga bank. Masalahnya, alasan-alasan itu tak sepenuhnya bisa dimaklumi.

Secara operasional, tingkat keuntungan bank di Indonesia terhitung tinggi. Misalnya dari tingkat pendapatan aset yang lebih dari tiga persen. Padahal rata-rata untuk lima negara Asia Tenggara hanya sedikit di atas satu persen. Hal ini masih ditambah profil permodalan dan risiko kredit macet yang masuk kategori aman. Sampai akhir tahun lalu, rata-rata rasio kecukupan modal perbankan sekitar 16 persen, sedangkan rasio kredit bermasalah tak lebih dari dua persen.

Dengan kinerja seperti itu, bahkan andai kata biaya operasional yang juga tinggi ikut diperhitungkan, bank sebenarnya tetap punya ruang untuk memangkas bunga. Tapi harus diakui kebuntuan terjadi karena sebab lain, yakni sifat oligopolis dari industri perbankan. Segelintir bank besar, sebagian besar merupakan badan usaha milik negara, menjadi penentunya. Keputusan dan langkah bank-bank itu bagai acuan bayangan.

Sebagai BUMN, bank-bank pelat merah memikul beban dari sisi pendanaan dan hasil penyalurannya. Selama ini, mereka harus bertindak sekaligus sebagai pengelola dana pemerintah dengan memberi imbalan bunga menggiurkan dan sebagai penyetor dividen dengan target tinggi kepada negara. Bisa dipahami bila tangan dan kaki mereka terantai sehingga tak leluasa beroperasi efisien. Ketimbang menyalurkan kredit dengan bunga tinggi, mereka pun cenderung memetik hasil bunga dengan memarkir dana di surat-surat berharga.

Agar apa yang dilakukan Bank Indonesia tetap menjadi pedoman, pemerintah mau tak mau perlu ikut turun tangan. Pemerintah bisa memulai dengan upaya memastikan dananya atau dana BUMN di bank-bank negara tak diganjar atau dimintakan bunga tinggi. Ini merupakan bagian dari upaya pemangkasan biaya. Di saat yang sama, margin usaha harus dihitung lagi secara lebih masuk akal dan risiko bisnis dikurangi.

Biaya bisa ditekan, risiko usaha juga bisa dikelola dengan baik. Karena itu, pemerintah punya alasan kuat untuk memerintahkan bank-bank negara berlaku seperti seharusnya bank: menyalurkan kredit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus