Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Wisata Medis dan Ketimpangan Akses Kesehatan

Indonesia ingin menjadi tujuan wisata medis dan mencegah orang berobat ke luar negeri. Akses layanan kesehatan masih bermasalah.

14 Maret 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Wisata Medis dan Ketimpangan Akses Kesehatan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Presiden Jokowi mendorong pengembangan Indonesia sebagai tujuan wisata medis.

  • Namun masih banyak anggota masyarakat yang belum mendapat layanan kesehatan.

  • Perlu diimbangi dengan pemerataan akses kesehatan ke seluruh Indonesia.

Amanda Tan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mahasiswa Magister Kebijakan Publik Monash University Indonesia dan Relawan LaporCOVID-19

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yemiko Happy

Ketua Divisi Kajian LaporCOVID-19

Presiden Jokowi baru saja meresmikan sebuah rumah sakit berskala internasional di Bandung. Melalui cuitan di Twitter, Jokowi mengatakan bahwa pembangunan rumah sakit internasional ini merupakan kebijakan yang tepat untuk memastikan bahwa tidak banyak lagi warga Indonesia yang berobat ke luar negeri, seperti Singapura dan Malaysia, untuk mendapatkan layanan kesehatan yang lebih baik. Menurut dia, ada sekitar dua juta warga Indonesia ke luar negeri setiap tahun dan menghilangkan devisa negara sebesar Rp 165 triliun.

Ambisi pemerintah untuk membuat Indonesia menjadi tujuan “wisata medis” (medical tourism) masa depan untuk menyaingi Malaysia dan Singapura bukan hal yang baru. Menurut pemberitaan Tempo, pada 2022, Provinsi DI Yogyakarta sudah berambisi menjadikan wilayahnya sebagai tujuan wisata kesehatan (wellness tourism). Dinas Kesehatan Banten telah menetapkan enam rumah sakit swasta di wilayahnya sebagai rumah sakit wisata medis. Bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, pemerintah juga berambisi membangun Kawasan Ekonomi Khusus Bali Medical and Wellness Tourism dengan nilai investasi sebesar Rp 10,22 triliun. Harapannya, Indonesia bisa bersaing dengan dua negara tetangga tersebut di sektor wisata kesehatan.

Pada hari yang sama, mulai viral pemberitaan tentang kematian ibu dan janinnya akibat ditolak Rumah Sakit Umum Daerah Subang, yang jaraknya hanya 60 kilometer dari Bandung. Peristiwa ini terjadi pada 16 Februari 2023 dan baru belakangan ini mencuat dan menuai kecaman dari berbagai pihak. Namun ini bukan yang pertama kali terjadi pada tahun ini. Di Pinrang, Sulawesi Selatan, seorang ibu dan janinnya meninggal saat ditandu sejauh tujuh kilometer menuju RSUD Lasinrang pada Januari lalu.

Dua peristiwa itu menggambarkan kesenjangan yang signifikan antara pemberi layanan kesehatan yang memadai dan penerima layanan, yaitu masyarakat yang hak kesehatannya diabaikan. Tidak mengherankan bila masyarakat mengkritik cuitan Jokowi dan menyatakan bahwa pemerintah seharusnya berfokus pada peningkatan pelayanan kesehatan publik yang terjangkau oleh seluruh kalangan masyarakat.

Hak atas Kesehatan

Keputusan pemerintah untuk membuka layanan berkelas internasional itu dinilai belum pantas karena kapasitas layanan kesehatan publik masih belum mampu melayani masyarakat secara memadai. Banyak yang menganggap bahwa kebijakan wisata medis itu bukanlah kebijakan yang bijak, dan seharusnya negara mengerahkan kapasitasnya untuk penguatan layanan kesehatan publik. Kebijakan itu merupakan manifestasi proses privatisasi pelayanan kesehatan yang sangat berlebihan sehingga bertolak belakang dengan prinsip hak atas kesehatan (right to health) berdasarkan hak asasi manusia dan keadilan sosial.

Hak atas kesehatan, termasuk hak mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak, aman, dan terjangkau, menurut Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB, adalah hak asasi manusia. Prinsip ini juga telah diatur dalam UUD 1945 dan Undang-Undang Kesehatan.

Tak dapat dimungkiri bahwa akses terhadap kesehatan tidak dapat sepenuhnya ditopang oleh sektor publik. Sektor swasta perlu juga hadir untuk memastikan bahwa akses layanan kesehatan meluas. Namun sering kali privatisasi berujung pada kompetisi yang merusak antar-penyedia layanan (Bali & Ramesh, 2021). Kompetisi ini justru menyebabkan biaya kesehatan semakin liar di pasar dan membuat masyarakat harus membayar ongkos yang mahal untuk layanan dasar kesehatan.

Ketimpangan Akses

Potensi wisata medis di Indonesia memang cukup besar, tapi praktik kesehatan yang berkeadilan, yaitu sesuai dengan prinsip hak atas kesehatan di Indonesia, adalah tugas yang jauh lebih besar yang harus diperhatikan pemerintah. Maka, prioritas terhadap akses kesehatan yang setara dan adil sangatlah penting.

Pada kenyataannya, wisata medis di Malaysia menunjukkan ketimpangan akses kesehatan, seperti stratifikasi layanan privat-publik akibat banyaknya tenaga kesehatan berkualifikasi tinggi yang pindah ke rumah sakit swasta. Pengalaman di Thailand menunjukkan tertinggalnya kualitas layanan kesehatan yang dekat dengan masyarakat akibat tenaga kesehatan yang berpindah, dan berdampak pada hak kesehatan warga lokal (Ormond, Mun & Khoon, 2014; Wibulpolprasert & Pengpaibon, 2003).

Ambisi pembangunan kawasan ekonomi khusus wisata medis perlu diimbangi dengan pemerataan akses kesehatan ke pelosok negeri. Selanjutnya, bukan hanya akses yang harus dipermudah, kualitas pelayanan di fasilitas kesehatan juga harus ditingkatkan, terutama untuk fasilitas yang dikelola pemerintah. Jangan sampai ambisi kawasan ekonomi khusus wisata medis itu menjadi ironi di negeri sendiri.


PENGUMUMAN

Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Kirim tulisan Anda ke e-mail: [email protected] disertai dengan foto profil, nomor kontak, dan CV ringkas.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Amanda Tan

Amanda Tan

Research Affiliate Monash Data & Democracy Research Hub, Monash University Indonesia

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus