Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Yang ringan-ringan dari sespa

Sekolah staf dan pimpinan administrasi diselenggarakan oleh departemen dan lan untuk pejabat pemerintah tk pembinan ke atas. dalam buku catatan penuh dengan coretan-coret, gambar 2, dll.

27 Desember 1975 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEMANG repot kalau harus mengatur orang yang biasa memberi wejangan supaya mau mendengarkan ceramah dan kuliah orang lain. Inilah salah satu gambaran tentang suasana Sekolah Staf dan Pimpinan Administrasi yang kini rame diselenggarakan oleh Departemen dan LAN untuk pejabat pemerintah tingkat pembina ke atas. Selama sebulan dalam forum itu, saya telah digencar dengan uraian tentang segala soal: dari methaphysik (juga yang setengah klenik), kebijaksanaan pembangunan dengan slogan-slogannya, rumusan masalah yang klise maupun kwasiklise, dan banyak macam yang masuk akal maupun yang tidak masuk akal. Hari ini saya perlukan untuk menengok buku catatan, sambil mengendapkan semua yang telah saya dengar maupun setengah dengar. Ternyata lima puluh satu halaman telah penuh dengan coretan-coretan, skema-skema, kerangka, gambar dan aneka ragam "lukisan" yang mencerminkan mood saya pada berbagai saat. Manakala saya menelusuri potongan-potongan tulisan dan kata-kata yang terserak dicatatan itu, mata saya berkali-kali terantuk pada dua kata: Administrasi, Manajemen, Administrasi, Managemen. BEOLOGI Dalam ilmu beologi (asal kata: beo) kedua nama ini dicandrakan secara bermacam-macam. Mulai dari candra klasik rumusan Mat Jahit (alias F.W. Taylor) sampai candra semi klasik rumusan mas dan mbakyu Dinok sekalian (M.E. Dimock & C.O. Dimock). Rumusan yang lebih baru rupanya belum sampai di sini, sehingga kita belum sempat membahasnya. Dalam: kelas itu diceritakan juga tentang cara-cara menjinakkan Administrasi dan Managemn itu. Pak Haji Noeh, mialnya, percaya bahwa di Indonesia sarengat, hakekat dan makripat untuk menjinakkan administrasi dan managemen Pemerintahan sudah dirumuskan. Berdasarkan ceritera-ceritera tentang usaha penjinakan itu saya berbayang tentang seorang pawang yang selalu membawa kunci dan obeng. Ia prcaya betul bahwa alatnya itu benar-benar serba guna dan serba bisa mereknya "kepres 4445". Namun untuk melengkapi sarengatnya, si pawangpun selalu berkomat kamit dengan mantra-mantra yang kedengarannya berbunyi KIS, MIS, OM, PERT, SIPPA/PPBS dan banyak lagi lainnya. Itu bukan bahasa siluman, tetapi bagian dari jargon juga, yang bila dipanjangin menjadi lebih tidak jelas. Inilah: Koordinasi Integrasi dan Sinkronisasi Management Information System, Organization & Method, Program Evaluation and Review Technique, Sistim Integrasi Perencana Program dan Anggaran atau Planning Programing and Budgeting System dan seterusnya. Menurut diagnose pak dokter Bodro, pawang ini sesungguhnya mengidap gejala penyakit "Keobengan" screw driver syndrome): Sejenis demam yang cenderung secara berlebihan kepingin mengadakan penyeragaman, standarisasi, penyederhanaan dan memaksakan segala phenomena administrasi dan managemen menurut satu model. Kata Ki Ageng Selo (Sumardjan) bagi mereka yang mengidap penyakit ini, obatnya ialah cekokan behavioral yang cukup. Nah, selanjutnya pada halaman 21 dari buku catatan saya itu ada gambar "jala-rangka" atau "rangkajala" alias network diagram. Kata pak Haidar Ali gambar yang berupa bola-bola yang dirangkaikan dengan tusukan sate pendek dan panjang, utuh maupun putus-putus - ini merupakan alat baru yang ampuh untuk menyehatkan si manajemen khususnya buat fungsi kepala atau otaknya, yaitu perencanaan. Saya teringat, waktu dia cerita itu kami mengangguk-angguk, Pak Haidar juga. Tapi anggukannya terasa rada ragu. Mungkin beliau ingat jerih payahnya untuk turut menyusun jalarangka untuk pengendalian proyek-prbyek di Bappenas, yang melelahkan namun blepotan. Beliau ingat juga pesan mbahnya pentrapan network planning di Indonesia Eyang Purnomosidi Hajisaroso yang selalu mengingatkan untuk jangan terkecoh lagi dengan pemujaan berlebihan akan keampuhan senjata pamungkas yang satu ini. Karena di Indonesia dia belum pernah ntunglasigawe (menyelesaikan kerja). ALUGORO Lain lagi dengan gambar di halaman 25 dan 38. Di sini juga ada gambar panah dan bola. Tapi panahnya jauh lebih besar, hanya satu dan siap menusuk dua bola kecilan. Panahnya seperti alugoro yang dikerat dalam lima ruas. Ruas pertama isinya "Tugas Pokok" Ruas kedua isinya. "Struktur Organisasi", ruas ketiga "Tata Kerja" dan seterusnya. Anehnya walaupun duaa kali datang, pak Guru ini selalu saya lupa memberi nama kedua bolanya yang kecil tadi .... Akhirnya sepotong kertas lepas nyelip di antara halaman 51 dan 52. Bunyinya: "Cip, tolong jelaskan apa artinya: "ling Ngarso Ngumbar Angkoro, Ling Madya Gawe Goro-Goro, Tut Wuri Hanadahi" tertanda, tak terbaca. Ah, ah ini tentu bakalan teman yang suka main kata-kata, gara-gara mata pelajaran filsafat administrasi dan kepemimpinan kemarin dari Cak Prayudi yang menganjurkan baca Wedotomo, Wulangreh dan Karya-karya Ki Hajar. Beliau sendiri juga banyak ingat tentang Van Vollenhoven, Max Weber dan Riggs, dalam gaya kuliahnya yang bikin kita terkekehkekeh. SESPA XI INTERDEP Jakarta, 20 Nopember 1975.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus