MEMANG repot kalau harus mengatur orang yang biasa memberi
wejangan supaya mau mendengarkan ceramah dan kuliah orang lain.
Inilah salah satu gambaran tentang suasana Sekolah Staf dan
Pimpinan Administrasi yang kini rame diselenggarakan oleh
Departemen dan LAN untuk pejabat pemerintah tingkat pembina ke
atas. Selama sebulan dalam forum itu, saya telah digencar
dengan uraian tentang segala soal: dari methaphysik (juga yang
setengah klenik), kebijaksanaan pembangunan dengan
slogan-slogannya, rumusan masalah yang klise maupun kwasiklise,
dan banyak macam yang masuk akal maupun yang tidak masuk akal.
Hari ini saya perlukan untuk menengok buku catatan, sambil
mengendapkan semua yang telah saya dengar maupun setengah
dengar. Ternyata lima puluh satu halaman telah penuh dengan
coretan-coretan, skema-skema, kerangka, gambar dan aneka ragam
"lukisan" yang mencerminkan mood saya pada berbagai saat.
Manakala saya menelusuri potongan-potongan tulisan dan kata-kata
yang terserak dicatatan itu, mata saya berkali-kali terantuk
pada dua kata: Administrasi, Manajemen, Administrasi, Managemen.
BEOLOGI
Dalam ilmu beologi (asal kata: beo) kedua nama ini dicandrakan
secara bermacam-macam. Mulai dari candra klasik rumusan Mat
Jahit (alias F.W. Taylor) sampai candra semi klasik rumusan mas
dan mbakyu Dinok sekalian (M.E. Dimock & C.O. Dimock). Rumusan
yang lebih baru rupanya belum sampai di sini, sehingga kita
belum sempat membahasnya. Dalam: kelas itu diceritakan juga
tentang cara-cara menjinakkan Administrasi dan Managemn itu.
Pak Haji Noeh, mialnya, percaya bahwa di Indonesia sarengat,
hakekat dan makripat untuk menjinakkan administrasi dan
managemen Pemerintahan sudah dirumuskan.
Berdasarkan ceritera-ceritera tentang usaha penjinakan itu saya
berbayang tentang seorang pawang yang selalu membawa kunci dan
obeng. Ia prcaya betul bahwa alatnya itu benar-benar serba guna
dan serba bisa mereknya "kepres 4445". Namun untuk melengkapi
sarengatnya, si pawangpun selalu berkomat kamit dengan
mantra-mantra yang kedengarannya berbunyi KIS, MIS, OM, PERT,
SIPPA/PPBS dan banyak lagi lainnya.
Itu bukan bahasa siluman, tetapi bagian dari jargon juga, yang
bila dipanjangin menjadi lebih tidak jelas. Inilah: Koordinasi
Integrasi dan Sinkronisasi Management Information System,
Organization & Method, Program Evaluation and Review Technique,
Sistim Integrasi Perencana Program dan Anggaran atau Planning
Programing and Budgeting System dan seterusnya.
Menurut diagnose pak dokter Bodro, pawang ini sesungguhnya
mengidap gejala penyakit "Keobengan" screw driver syndrome):
Sejenis demam yang cenderung secara berlebihan kepingin
mengadakan penyeragaman, standarisasi, penyederhanaan dan
memaksakan segala phenomena administrasi dan managemen menurut
satu model. Kata Ki Ageng Selo (Sumardjan) bagi mereka yang
mengidap penyakit ini, obatnya ialah cekokan behavioral yang
cukup.
Nah, selanjutnya pada halaman 21 dari buku catatan saya itu ada
gambar "jala-rangka" atau "rangkajala" alias network diagram.
Kata pak Haidar Ali gambar yang berupa bola-bola yang
dirangkaikan dengan tusukan sate pendek dan panjang, utuh maupun
putus-putus - ini merupakan alat baru yang ampuh untuk
menyehatkan si manajemen khususnya buat fungsi kepala atau
otaknya, yaitu perencanaan. Saya teringat, waktu dia cerita itu
kami mengangguk-angguk, Pak Haidar juga. Tapi anggukannya terasa
rada ragu. Mungkin beliau ingat jerih payahnya untuk turut
menyusun jalarangka untuk pengendalian proyek-prbyek di
Bappenas, yang melelahkan namun blepotan. Beliau ingat juga
pesan mbahnya pentrapan network planning di Indonesia Eyang
Purnomosidi Hajisaroso yang selalu mengingatkan untuk jangan
terkecoh lagi dengan pemujaan berlebihan akan keampuhan senjata
pamungkas yang satu ini. Karena di Indonesia dia belum pernah
ntunglasigawe (menyelesaikan kerja).
ALUGORO
Lain lagi dengan gambar di halaman 25 dan 38. Di sini juga ada
gambar panah dan bola. Tapi panahnya jauh lebih besar, hanya
satu dan siap menusuk dua bola kecilan. Panahnya seperti alugoro
yang dikerat dalam lima ruas. Ruas pertama isinya "Tugas Pokok"
Ruas kedua isinya. "Struktur Organisasi", ruas ketiga "Tata
Kerja" dan seterusnya. Anehnya walaupun duaa kali datang, pak
Guru ini selalu saya lupa memberi nama kedua bolanya yang kecil
tadi ....
Akhirnya sepotong kertas lepas nyelip di antara halaman 51 dan
52. Bunyinya: "Cip, tolong jelaskan apa artinya: "ling Ngarso
Ngumbar Angkoro, Ling Madya Gawe Goro-Goro, Tut Wuri Hanadahi"
tertanda, tak terbaca. Ah, ah ini tentu bakalan teman yang suka
main kata-kata, gara-gara mata pelajaran filsafat administrasi
dan kepemimpinan kemarin dari Cak Prayudi yang menganjurkan baca
Wedotomo, Wulangreh dan Karya-karya Ki Hajar. Beliau sendiri
juga banyak ingat tentang Van Vollenhoven, Max Weber dan Riggs,
dalam gaya kuliahnya yang bikin kita terkekehkekeh.
SESPA XI INTERDEP
Jakarta, 20 Nopember 1975.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini