Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendorong penguatan penelitian untuk mencari solusi terkait krisis air. Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan BRIN, Mego Pinandito, menyebutkan perubahan iklim berdampak terhadap proses hidrologi dan sumber daya air. Contoh pengaruhnya adalah perubahan siklus air, kenaikan suhu bumi dan muka air, serta terjadinya iklim ekstrim.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Semua lembaga terkait melakukan pendekatan, bersinergi, dan berkolaborasi,” katanya dalam Konferensi Pers Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) di Jakarta pada Rabu, 13 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Mego, perubahan iklim di Indonesia ditandai dengan peningkatan suhu 0,3 derajat Celcius dan menurunnya curah hujan tahunan sebesar 2-3 persen. Untuk ini, Indonesia memiliki rencana aksi nasional pengendalian perubahan iklim terkait sumber daya air. Ada pula lokasi yang menjadi prioritas ketahanan iklim dalam arah pembangunan nasional.
Beberapa solusi yang diupayakan adalah peningkatan manajemen prasarana sumber daya air, pengembangan disaster risk management banjir, tanah longsor dan kekeringan, peningkatan manajemen, serta prasarana sumber daya air untuk pengendalian daya rusak air.
Aspek lain yang diperlukan adalah peningkatan kesadaran dan peran masyarakat tentang penyelamatan air, serta meningkatkan penyediaan dan akses terhadap data dan informasi terkait dampak perubahan iklim,” tutur Mego.
Peran BRIN, Mego meneruskan, berupa pengembangan teknologi dari hulu hingga hilir. Peran riset dan inovasi untuk ketahanan air nasional dapat dilihat dari sumber air (water resource), pengelolaan air hujan, serta langkah mengelola hasil tampungan air dalam skala kecil maupun besar.
Dia memastikan BRIN sudah berkolaborasi dalam hal pemanenan air hujan (PAH) di Tarakan, Kalimantan Utara, bersama kementerian dan lembaga terkait. Periset BRIN juga sudah menghasilkan inovasi Arsinum Mobile, yakni teknologi 3 penyaringan plus UV berkapasitas 5.000 liter air dari bahan baku air sumur hingga sungai yang siap minum
Air bersih tersebut digunakan untuk melayani daerah bencana. Inovasi lainnya adalah Airsinum Statis untuk melayani air bagi kantor, asrama, pesantren, dan sebagainya.
Teknologi Penangkap Embun dan Modifikasi Cuaca
Tim BRIN juga mendorong pengembangan penangkap embun kabut dan proyek pemompaan air bawah tanah di Gunungkidul, Yogyakarta. Ada juga teknologi modifikasi cuaca (TMC), intervensi pertumbuhan awan berupa penyemaian garam di udara. Skema pengelolaan curah hujan itu dipakai untuk mengurangi dampak banjir di Demak, Jawa Tengah, pada bulan lalu.
Efisiensi lain yang didorong adalah pemanfaatan air dengan integrated smart agriculture, pemetaan sumber air tanah dengan geolistrik, peninjauan air tanah spatio temporal menggunakan data satelit dan ANN, serta riset metal organic framework (MOF) untuk menangkap uap air yang tengah dikembangkan.
Dukungan BRIN juga diberikan secara penuh pada kegiatan World Water Forum (WWF) ke-10 yang akan diselenggarakan pada 18-24 Mei 2024 di Bali.
“Semua ini tidak hanya dilakukan kita sendiri, tapi bagaimana pada saat nanti di WW kita mengundang periset-periset kemudian masyarakat internasional untuk bisa bergabung bersama melakukan riset, pengamatan dan pengembangan terkait teknologi air bersih,” kata Mego.