Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Jawa Barat (Jabar) menemukan berita bohong atau hoaks dan ujaran kebencian dalam tahapan pemilihan kepala daerah atau Pilkada Jabar 2024 paling banyak terjadi di media sosial, terutama di TikTok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Bawaslu Provinsi Jabar Zacky Muhammad Zam Zam mengatakan, dari 192 temuan hasil pengawasan siber, di antaranya ujaran kebencian di TikTok terjadi hingga 142 kasus, sedangkan hoaks di platform tersebut ada 36 temuan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sisanya, terdapat di platform Instagram sebanyak 12 kasus dan satu kasus di X untuk ujaran kebencian. Sedangkan hoaks ditemukan di satu portal berita.
"Semua temuan itu sudah direkomendasikan ke Komdigi (Kementerian Komunikasi dan Digital)," kata Zacky di Bandung, Jumat, 13 Desember 2024.
Sebelumnya, dia menyebutkan, dari total 720 akun ofisial peserta Pilkada Jabar 2024 hingga tahapan penghitungan suara rampung, tidak ada temuan dari Bawaslu.
"Belum ada satu pun, tapi kalau anonim, buzzer masih masif di media sosial," ucap Zacky ketika ditemui pada acara gathering dan diskusi bertajuk ’Evaluasi dan Refleksi Pengawasan Pilkada 2024 di Jawa Barat’ di Kabupaten Bandung, Kamis, 12 Desember 2024.
Terkait pelanggaran, kata Zacky, dari data yang dimilikinya, total dalam tahapan Pilkada 2024 di Jabar sebanyak 270 temuan, di antaranya 215 temuan merupakan laporan yang masuk dari masyarakat, pasangan calon, tim kampanye, serta dari pemantau.
"Tren jenis dugaan pelanggarannya 182 adalah tindak pidana pemilihan," ujar Zacky.
Dia menyebutkan, sebanyak 182 jenis pelanggaran tersebut terdiri dari 26 soal dugaan pelanggaran administrasi, enam kode etik penyelenggara, dan 37 pelanggaran lainnya.
Pelanggaran netralitas ASN
Zacky juga mengatakan, terdapat 43 kasus terkait pelanggaran netralitas Aparatus Sipil Negara (ASN), di antaranya sembilan pelanggaran netralitas yang dilakukan di kepala desa.
"Kemudian 76 dugaan pelanggaran kampanye, termasuk tiga kampanye di tempat ibadah atau tempat yang dilarang," katanya.
Dia mengatakan, dari 182 pelanggaran tindak pidana pemilihan itu, empat kasus di antaranya diteruskan ke tahap penyidikan dan putusannya sudah ada.
"Bahkan ada yang sudah putusannya juga, kalau soal netralitas ASN itu, seperti di Kabupaten Cianjur juga sudah ada putusan," tuturnya.