Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Selama ini pemilihan umum atau pemilu identik dengan kotak suara. Namun, khusus di Papua sistem pemilu dilaksanakan dengan sistem noken atau sistem ikat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengutip artikel ilmiah berjudul Analisis Sistem Pemilihan Umum Noken Di Provinsi Papua Dalam Prinsip Demokrasi dan Sistem Hukum Nasional yang ditulis oleh Muhammad Malikul Lubbi, sistem noken diterapkan di Papua karena masyarakat adat Papua masih memercayai orang-orang tertentu atau tetua dapat mewakili dalam mengambil keputusan, termasuk hak memilih dalam Pemilu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagaimana dilansir dari malangkota.bawaslu.go.id, setidaknya terdapat dua cara dalam melaksanakan sistem noken, yaitu noken big man dan noken gantung.
Dalam noken big man, seluruh keputusan dan pemilihan diserahkan pada ketua adat. Pemilihan tipe ini sering dijumpai di masyarakat Pegunungan Tengah yang dalam bahasa lokal disebut sebagai menagawan atau orang beriwbawa. Sementara noken gantung, setiap pemangku adat dapat melihat kesepakatan dan ketetapan suara.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 06-32/PHPU-DPD/XII/2014 pada 2014 menyatakan beberapa mekanisme tata cara pemilu dengan sistem noken. Berikut mekanismenya.
1. Penggunaan Noken sebagai pengganti kotak suara tidak seragam bagi amsing-masing kabupaten/kota di daerah pegunungan
2. Pemilihan dilakukan atas dasar kesepakatan bersama dipimpin oleh kepala suku/tokoh masyarakat yang memiliki variasi antara satu daerah dengan daerah yang lain.
Sistem noken ini kemudian menjadi sistem pemilu pertama di Indonesia yang bersifat terbuka, karena tidak adanya bilik suara melainkan menggunakan tas noken untuk memasukkan surat suara. Keterbukaan ini kemudian membuat sistem noken kerap disalahgunakan oleh politisi maupun penyelenggara dengan berbagai konspirasi yang jahat.
Pemilihan Editor: Mengenal Sistem Noken Khusus Pemilu Masyarakat Pegunungan Papua