BULAN Juni menjelang tiba. Dan kesibukan tambah melanda kota
Blitar. Kota kecil yang biasanya tenang ini seakan sedang
berpacu dengan waktu. Pusat kesibukan sendiri ada di
Karangmulyo, yang termasuk kawasan desa Sentul di pinggir utara
kota. Di sini suatu proyek nasional sedang dilaksanakan
pemugaran makam Bung Karno.
Dimulai setahun lalu, pemugaran itu "tinggal lagi penyelesaian
terakhir," ujar ir. Ridwan Santosa, kepala proyek pemugaran itu
Tender bangunan sipilnya seharga Rp 247 juta dimenangkan PT
Bangun Cipta Sarana, rancangan gambarnya dari Biro Arsitek PT
Gumarna, keduanya dari lakarta.
Bangun Cipta Sarana adalah perusahaan bangunan pimpinan ir.
Siswono Yudo Husodo. Sedang PT Gumarna pernah mendisain bangunan
mesjid dan gereja di TMII, kompleks kampus Universitas 11 Maret
dan Makam Mangadeg di Karanganyar, Surakarta. Sampai akhir pekan
lalu sekitar proyek pemugaran itu masih dipagar setinggi 2«
meter.
Sejak pemugaran, makam ini tertutup untuk umum. Memotret pun
dilarang. Untuk itu 2 petugas berseragam militer tampak
berjaga-jaga di sana. Tapi mengintip dari sela-sela pagar tidak
ada larangan.
Pameran Ya Pameran
Dalam pagar itulah kini 7 pekerja masih asyik mengukir 48 marmer
kelabu muda untuk ditempelkan pada gapura makam. "Untuk mengukir
satu marmer, seorang memerlukan waktu 3 hari," tutur Tulabi,
pengukir marmer asal Tulungagung. Marmernya sendiri disediakan
oleh PN Marmer Tulungagung.
Pembuatan taman di sekeliling makam agaknya mendapat perhatian
khusus. Yang di tanam antara lain pinus bunga nagasari dan
rumput hias. Tiga pohon beringin putih juga sudah tumbuh. Dan
yang putih itu hanya batang pohonnya saja sedang daunnya tetap
hijau. Kini sudah setinggi antara 3-10 meter, pepohonan itu
kabarnya didapat di desa Tumpang, Wilingi dan Kepanjen --
ketiganya di daerah Malang selatan.
Yang sudah jadi adalah bangunan utamanya, yaitu cungkup atau
atap yang tiga tingkat, berukuran 11 x 11 meter, tingginya 17
meter. Puncaknya berupa mustoko bulat dari perunggu, digayuti
ukir-ukiran bermotif bunga. Keempat tiangnya terbuat dari
perunggu, juga berukir. Atapnya terdiri dari sirap tembaga yang
tampak seperti sirip ikan. Warnanya kehitam-hitaman.
Hanya dinding kaca yang melindungi nisan Bung Karno belum
dipasang. Menurut rencana, kaca setebal 20 mm itu akan
memhatasi para penziarah dan nisan. Para penziarah kelak hanya
bisa duduk di lantai marmer di luar dinding kaca yang di ketiga
sisinya berpintu. Sebelah barat cungkup terdapat sebuah plaza
dari batu andesit merah, hijau dan kelabu muda.
Hamparan tanaman mawar merah dan mclati putih yang menurut
rencana juga terdapat di sebelah barat cungkup, masih belum
tampak. Namun bangunan lain seperti musholla dan paseban
(tempat istirahat para penziarah) sudah selesai. "Semua tampak
mengkilap. Karena atapnya dilapisi silikon kaca," tulis wartawan
Slamet Oerip Pribadi dari TEMPO yang sempat mengintip proyek
pemugaran itu.
Pekerjaan ini tampaknya dikebut benar. Para pekerja bekerja
siang-malam lembur sampai jam 9 malam. Menurut rencana 21 Juni
nanti -- tepat 9 tahun wafat Bung Karno -- makam tersebut akan
diresmikan oleh Presiden Soeharto.
Pemerintah Daerah ternyata juga tidak tinggal diam. Jalan
Slamet Riyadi yang menghubungkan pusat kota dengan makam di
pinggir utara kota, telah diperbaiki. Sudah dibangun trotoar
dengan 41 lampu merkuri berjajar di kiri-kanan jalan. Biayanya
tak kurang dari Rp 45,9 juta. Lalu-lintas di jalan ini
rencananya hanya satu arah menuju makam, sedang kembalinya lewat
jalan lain yang kini sedang dalam perbaikan.
Adanya makam Bung Karno di Blitar tampaknya akan merubah wajah
kota itu. Banyak orang yang memandang jauh ke depan dan melihat
apa yang bisa dimanfaatkan dari perkembangan itu seperti Go
Tjwan Yen. Semula ia hanya menunggui tokonya di jalan Merdeka,
B1itar. Tapi sekarang sudah membangun sebuah penginapan di
pinggir jalan menuju makam. Disewanya rumah penduluk selama 20
tahun. Namanya"Wisma Rahayu", dengan tarip Rp 2.000 sampai Rp
7.500 semalam. Banyak lagi yang berbuat seperti Go. Maklum, di
Blitar hanya ada 3 hotel dengan kapasitas 100 orang. Hingga
ribuan penziarah terpaksa tidur di mobil, rumah penduduk atau
emperan toko tahun-tahun lalu karena terbatasnya kamar hotel di
kota kecil itu.
Sementara itu di Jakarta telah lahir Yayasan Bung Karno (YBK).
Didirikan 1 Juni tahun lalu oleh 8 putera-puteri Bung Karno, YBK
akan memperkenalkan diri dengan menyelenggarakan pameran koleksi
Bung Karno berupa lukisan, patung dan keramik. "Waktu dan
tempatnya belum pasti," kata Guntur putera sulung almarhum dan
ketua YBK pada TEMPO. Menurut sebuah sumber pameran yang akan
diselenggarakan di Taman Ismail Marzuki itu semula akan
dilangsungkan April lalu, tapi kemudian diundur sampai Agustus
mendatang.
Adakah kegiatan ini ada hubungannya dengan peresmian pemugaran
makam Bung Karno? "Tidak. Pameran ya pameran. Kita sejak dulu
kan tidak ikut-ikut dengan soal pemugaran itu," kata Guntur
lewat telepon. Hampir setiap hari kini Guntur bisa ditemui di
YBK yang berkantor di sebuah rumah kecil yang baru dibangun di
sudut agak terpencil di kawasan Cempaka Putih Timur, Jakarta.
Jadwal kerja panitia tampak ditempatkan di tembok kantor itu.
Sebuah kalimat terbaca di sana: panitia bekerja 24 jam Lukisan
Bung Karno sedada karya pelukis muda Dede Eri Supria dipajang di
tembok yang sengaja dicat merah. Di ruang tamu yang sempit itu,
lukisan ukuran 2 x 1« meter itu tampak sangat dominan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini