Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font face=arial size=1 color=brown><B>KPU Lampung</B></font><BR />Akhir Kisah ’Gubernur Kembar’

Komisi Pemilihan Umum Lampung menganulir pemenang pemilihan gubernur. Rivalitas abadi Alzier-Sjachroedin.

8 Juni 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIGA ribuan orang bertempik-sorak ketika kereta kencana yang ditarik sebuah mobil memasuki halaman gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Lampung, Selasa pekan lalu. Mereka menyambut Sjachroedin Zainal Pagaralam dan Joko Umar Said, yang hendak dilantik sebagai gubernur dan wakil gubernur.

Inilah antiklimaks ”drama politik” di Lampung. ”Sejak awal saya katakan, tidak ada alasan pemerintah pusat tak melantik saya,” kata Sjachroedin. Rasa percaya diri Sjachroedin tak berlebihan, karena dalam pemilihan kepala daerah pada Oktober 2008 lalu, bekas Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat itu meraup 43 persen suara.

Komisi Pemilihan Umum Lampung menyatakan Sjachroedin-Joko menang dalam satu putaran, menyingkirkan enam rivalnya. Namun, sampai malam menjelang pelantikan itu, masih diragukan apakah Oedin—panggilan akrab Sjachroedin—bakal dilantik.

Perintah persiapan pelantikan dari Menteri Dalam Negeri baru tiba pada Senin siang pekan lalu. Perintah itu memang mencantumkan nomor surat keputusan presiden tentang pengesahan Sjachroedin sebagai gubernur.

Namun, kata Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Lampung, Gufron Azis Fuadi, ketika dikonfirmasi ke Jakarta, Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa Departemen Dalam Negeri mengatakan keputusan itu belum ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. ”Kami juga bingung, kok misterius banget,” katanya Senin pekan lalu.

Meski begitu, Dewan Perwakilan Rakyat Lampung segera menggelar gladi resik hari itu juga, hingga menjelang malam. Dalam pelantikan esoknya, Oedin-Joko tampak masih grogi. Jenderal purnawirawan polisi berbintang tiga itu bahkan sampai harus tiga kali mengulang sumpah jabatannya, meski dituntun Menteri Dalam Negeri Mardiyanto.

Kursi Lampung-1 memang sempat jadi kontroversi panjang. Puncaknya adalah surat keputusan Komisi Pemilihan Umum Lampung, 19 Mei 2009, kepada Dewan Lampung, yang meminta pembatalan Oedin-Joko. Alasannya, Oedin terbukti melakukan politik uang.

Adalah putusan Pengadilan Negeri Tanjungkarang dan Pengadilan Tinggi Lampung yang memvonis bersalah Nurlaila, seorang warga Bandar Lampung. Ia kedapatan membagikan uang untuk memenangkan Oedin.

Oedin juga diduga menggunakan uang negara untuk membiayai kampanyenya. ”Jadi, perspektif hukum kami kuat,” kata Nanang Trenggono, anggota Komisi Lampung.

Surat itu menimbulkan kegaduhan. Didesak membatalkan keputusannya, sejak hari itu kantor Komisi tiap hari dihujani demonstrasi. Para anggota Komisi terpaksa ”mengungsi” sementara. Namun, pada 22 Mei, Komisi kembali membuat kejutan.

Diduga dari Jakarta, mereka merilis surat kedua dan menabalkan pasangan Alzier Dianis Thabrani dan Bambang Sudibyo—peringkat kedua pemilu—sebagai gubernur terpilih. Surat pengangkatan Alzier itu bahkan diumumkan di harian Kompas.

Kuasa hukum Alzier, Elza Syarief, mengatakan pihaknya yang mempublikasikan surat itu. Niatnya menarik perhatian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada kisruh Lampung.

Sjachroedin mengatakan semua tudingan itu dipaksakan. ”Nurlaila tak masuk tim sukses,” katanya. Ia menuding Komisi Pemilihan Lampung tak netral. Ia juga menyatakan akan melaporkan anggota Komisi ke polisi dengan tuduhan mencemarkan nama baik. ”Agar jadi pelajaran,” katanya.

Meski pemerintah telah melantik Oedin-Joko, Alzier menegaskan tak akan menyerah begitu saja. ”Dia memutuskan akan tetap memberikan perlawanan,” kata Elza.

Drama politik di Provinsi Lampung ini memang berkutat pada rivalitas Sjachroedin dan Alzier. Sejak enam tahun lalu, Lampung seolah memiliki ”gubernur kembar”. Pertama, Alzier terpilih pada 2002, dan Sjachroedin pada 2004. Keduanya hasil pilihan Dewan Lampung. Bedanya, Alzier tidak pernah direstui pemerintah.

Agus Supriyanto (Jakarta), Nurochman Arrazie (Lampung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus