Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font face=arial size=1 color=#FF9900>Bentrok</font><br />Dendam Berdarah di Jalan Ampera

Polisi dituding lamban mengantisipasi bentrok dua kelompok pemuda di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Besar kemungkinan akan ada aksi balasan.

4 Oktober 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETEGANGAN sudah terasa sejak pagi di pengadilan negeri Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Rabu pekan lalu. Sejak pukul sembilan, sekitar seratus orang pemuda berbadan kekar bergerombol di halaman pengadilan. Tak terlihat ada yang membawa senjata tajam, tapi wajah lelaki yang sebagian besar berasal dari Maluku itu terlihat dalam raut ”siaga satu”.

Komisaris Besar Gatot Edy, Kepala Kepolisian Sektor Jakarta Selatan, yang juga datang sejak pagi, mengaku sudah mendapat sinyal bakal terjadi bentrokan. Untuk itu, 286 personel polisi dikerahkan menjaga persidangan Bernardus Melala dan Kanor Lolo, dua anggota staf pengaman klub Blowfish, yang duduk di kursi terdakwa kasus pembunuhan.

”Kami siap-siap kalau timbul lagi keributan,” kata Gatot kepada Tempo. Ini adalah persidangan ketiga. Sebelumnya, Rabu dua pekan lalu, saat digelar persidangan kedua, Bernardus dan Kanor sempat dikeroyok sekelompok pemuda tak dikenal.

Perkiraan Gatot tak meleset. Tiga jam berlalu, saat ”kelompok pengeroyok” tadi tengah makan siang di restoran Padang yang bersebelahan dengan gedung pengadilan, tiba-tiba saja terdengar suara teriakan. Dari arah Jalan T.B. Simatupang, puluhan lelaki menumpangi tiga bus Kopaja 608 berhamburan keluar. Dengan kelewang terhunus, mereka merangsek maju ke arah pengadilan.

Sadar ”tamu” yang ditunggu-tunggu itu telah datang, kelompok pemuda tadi menyetop makan siang mereka dan bergerak menyongsong. Bentrok pun pecah. Mereka saling serang. Caci-maki menyertai lemparan batu dari kedua belah pihak. Beberapa kali terdengar suara tembakan. Aparat kepolisian yang ada di lokasi terlihat keteteran menahan aksi beringas itu.

Syaifuddin, sopir Kopaja yang mengangkut kelompok pemuda dari Flores, tergeletak tewas dengan dua tangannya putus. Di sudut lain Agustinus Tomasoa, kelahiran Ambon, dibunuh di dalam toko sepatu Larici. Adapun Frederick Pilo Let Let, 23 tahun, asal Tual, Maluku Utara, terbayak di jalanan.

Setelah satu jam, pertempuran itu mereda. Polisi berhasil menguasai keadaan setelah dua kubu itu meninggalkan Jalan Ampera. Namun suasana mencekam akan terjadinya bentrokan susulan masih menghantui masyarakat yang tinggal di sepanjang Jalan Ampera sampai malam hari. Hingga Jumat pekan lalu, kepolisian baru menetapkan satu tersangka karena tertangkap tangan membawa senjata tajam.

l l l

CERITA bentrok di Jalan Ampera Raya adalah babak baru dari perang kelompok pemuda asal Timor versus Maluku. Menurut seorang pentolan kelompok Timor yang enggan disebut namanya, tujuan kawan-kawannya datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menjaga Bernardus dan Kanor agar tidak kembali diamuk kelompok Maluku seperti yang terjadi pada sidang sebelumnya.

Dia mengatakan persiapan untuk mengawal terdakwa itu sudah dirancang sepekan sebelumnya. Tak hanya pemuda asal Timor, dukungan juga datang dari kelompok-kelompok lain. ”Umumnya kelompok pendukung itu pernah terlibat masalah dengan kelompok asal Maluku di bawah pimpinan John Kei,” katanya.

Sebelum menuju arena, kata sumber tadi, kelompok pendukung yang datang dari Kebon Jeruk, Kramat Jati, Tanjung Priok, dan Tanah Abang berkumpul di Permata Hijau. ”Setelah itu, mereka berangkat ke Jalan Ampera,” katanya.

Selain menenteng pistol genggam dan senapan rakitan, sejumlah pemuda Timor telah menyiapkan beberapa bom ikan. ”Artinya, kalau perang itu berlanjut 30 menit lagi, pasti sudah muncul aksi peledakan bom,” ujar dia.

Bernardus dan Kanor, dua pemuda asal Timor, menjadi pesakitan setelah terjadi keributan di Blowfish, klub kongko mewah di Plaza City, Wisma Mulia, Jakarta Selatan, 4 April lalu. Peristiwa bermula tatkala dua sekuriti ini mendapat laporan adanya dua pemuda yang membuat onar di dalam klub. Tamu yang salah satunya dikabarkan anak seorang petinggi partai politik besar itu mengamuk karena tidak dapat meja. Kebetulan saat itu Blowfish sedang dipadati pengunjung.

Setelah terjadi adu mulut, dua orang itu dibawa ke luar klub. Di tempat parkir sempat terjadi baku pukul, tapi hanya sebentar. Tak beberapa lama kemudian, dua orang itu datang lagi tapi dengan disertai sejumlah kawan.

Setelah itu terjadi keributan besar. Petugas keamanan Blowfish, yang belakangan mendapat tambahan tenaga, berhasil mengurung tamu yang membuat onar tadi di dalam klub. Aksi main kurung itu berakhir tragis: M. Soleh dan Yopi Inggratubun dari kelompok tamu tewas. Belakangan diketahui, dua korban tewas itu adalah anggota kelompok pemuda asal Maluku.

Menurut seorang pemuda yang malang-melintang di bisnis jasa keamanan hiburan malam, keributan di Blowfish adalah bagian dari rebutan daerah kekuasaan. Saat itu keamanan klub malam itu dikuasai oleh kelompok pemuda dari Timor di bawah pimpinan Thalib Makarim. ”Kemudian ada kelompok lain yang ingin mengambil alih,” katanya.

Indikasi itu terlihat saat Bernardus dan Kanor menjalani persidangan. Dalam tiga kali persidangan, kelompok pro-korban yang meninggal di Blowfish selalu menggelar aksi guna menekan majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman yang berat.

Sumber tadi memastikan, bentrokan yang terjadi di Jalan Ampera Raya belum menjadi akhir dari sengketa kedua kubu. Ada kemungkinan akan terjadi balas dendam, karena keempat korban yang meninggal berasal dari satu kubu. ”Skor masih 4-0,” katanya.

Sagom Zakaria, pengurus Perhimpunan Indonesia Timur, juga mengkhawatirkan hal yang sama. ”Saat ini ketegangan terjadi hampir di seluruh daerah,” katanya. ”Sangat mungkin ada aksi balasan.”

Sayang, John Kei belum bisa dimintai komentar. ”Bapak John tidak bisa diganggu,” kata Yulianti Rafera, istri John, ketika dihubungi akhir pekan lalu.

Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Timur Pradopo membenarkan keterkaitan kerusuhan di Blowfish dengan bentrokan di Jalan Ampera. ”Ada yang mendatangi pengadilan sebagai korban dan ada kelompok yang dituntut,” ujar dia.

Mathew Ardy Mbalembout, kuasa hukum Bernardus dan Kanor, membenarkan salah satu pihak yang bertikai itu adalah pemuda asal Timor. Dia menjelaskan kedatangan kelompok itu sebagai bentuk solidaritas kepada kliennya. ”Mereka bingung ada orang bisa dipukuli di ruang pengadilan,” katanya. ”Di mana petugas keamanan saat itu?”

Tudingan mengenai lemahnya aparat kepolisian mencegah bentrokan datang dari pelbagai penjuru. Anggota Komisi Kepolisian Dewan Perwakilan Rakyat, Syarifudin Sudding, mengatakan polisi sebenarnya memiliki informasi detail tentang kedatangan massa ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjelang terjadi bentrokan. ”Tapi tidak dilakukan pencegahan,” katanya. ”Ini semakin mempertegas adanya upaya pembiaran.”

Timur Pradopo membantah tudingan itu. ”Langkah antisipasi sudah dilaksanakan. Namun memang masih ada kekurangan,” katanya. Dia mengaku sudah mengetahui kelompok yang berseteru itu. ”Segera kami lakukan penyidikan.”

Setri Yasra, Ramidi, Arie Firdaus, Ezther Laztania

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus