Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BALIHO delapan kali lima meter itu menghadang semua pengunjung yang akan masuk ruang pertemuan besar di Hotel Four Seasons, Jakarta, awal pekan ini. Wajah sang empunya hajat terpampang dengan senyum cemerlang: ”Sutiyoso For Presiden!” Di dalam balai, yang luasnya hampir separuh lapangan bola, ratusan orang berjejalan tak kebagian kursi hingga pendingin ruangan terasa tak berdaya.
Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso seperti berburu waktu dengan sisa masa jabatannya yang berbilang hari. Selagi masih menjadi sorotan media, pensiunan opsir tinggi kelahiran Semarang, 6 Desember 1944, itu mengutarakan niat ingsunnya yang dipendam sejak dua tahun lalu. ”Dengan memohon rida Allah, saya menyatakan siap mencalonkan diri sebagai Presiden Republik Indonesia,” kata Sutiyoso, disambut tepuk tangan seisi ruangan.
Deklarasi Sutiyoso disaksikan oleh tokoh seperti mantan presiden Abdurrahman Wahid, mantan wakil presiden Try Sutrisno, mantan Kepala Badan Intelijen Negara Abdullah Mahmud Hendropriyono, mantan Menteri Otonomi Daerah Ryaas Rasyid, dan mantan anggota DPR, Sophan Sophiaan. Ada juga Eros Djarot, Wulan Guritno, Eko Patrio, dan vokalis Samsons, Bam.
Sutiyoso menyatakan bertekad maju karena merasa berhasil memimpin Jakarta. Satu-satunya gubernur yang menjabat di bawah lima presiden ini mengaku ingin bermain di lapangan yang lebih luas. ”Saya ingin mengabdi pada tingkatan yang lebih tinggi,” katanya. Try Sutrisno, yang disebut-sebut ikut meyakinkan Sutiyoso untuk maju, mengatakan ketegasan dan keberanian Sutiyoso sangat diperlukan.
Demi meloloskan niatnya, Sutiyoso sibuk menawarkan diri ke partai-partai politik besar. Maklum, undang-undang yang mengatur pemilihan presiden mengharuskan setiap calon mendapat dukungan partai politik atau gabungan partai yang memiliki suara 15 persen pada pemilihan umum legislatif. Sedangkan Bang Yos tak punya partai sendiri. Pekan lalu, misalnya, ia menemui pimpinan Partai Amanat Nasional di gedung MPR/DPR, Jakarta.
Beberapa jam sebelum deklarasi, Sutiyoso mendatangi Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri. ”Bang Yos memang orang PDIP, tapi dia tak punya kartu anggota,” kata sumber Tempo. Mega membantah pertemuan dengan Sutiyoso membahas dukung-mendukung. ”Beliau pamitan karena akan selesai masa jabatannya,” kata Mega seraya mengatakan ia juga diundang pada hari deklarasi.
Sumber Tempo menceritakan, Sutiyoso berusaha mendekati partai-partai berhaluan nasional dan Islam, yang dianggapnya kombinasi ideal untuk menang dalam pemilihan umum. Selain PAN, ada beberapa partai Islam yang sedang didekati. ”Kalau Bang Yos dicalonkan PDIP, calon wakil presidennya adalah tokoh yang mewakili kekuatan partai Islam,” katanya. Untuk partai baru, setidaknya ada 15 partai yang terang-terangan mendukung Bang Yos.
PAN memberi lampu hijau. Ketua umum partai itu, Soetrisno Bachir, mengatakan partainya membuka peluang bagi setiap tokoh nasional yang ingin menjadi calon presiden. Apalagi ia menganggap Sutiyoso berhasil melaksanakan tugas sebagai Gubernur Jakarta dua periode. Tak cuma bermodal pengalaman gubernur, Sutiyoso mempunyai jaringan luas sebagai ketua asosiasi pemerintahan provinsi.
Tapi itu bukan berarti PAN sudah menambatkan hati pada pembina klub sepak bola Persija Jakarta itu. Sekretaris Jenderal PAN Zulkifli Hasan mengatakan, terlalu dini untuk menentukan calon presiden. ”Kami terbuka pada semua tokoh, tapi semua akan ditentukan setelah pemilihan umum legislatif,” kata Zulkifli. Adapun pertemuan dengan Sutiyoso pekan lalu, ujar Zulkifli, digelar untuk membahas otonomi daerah.
Tak seperti seniornya, Wiranto, yang mendirikan partai sendiri, Sutiyoso harus lebih pandai ”menjual diri”. ”Saya ingin partai-partai menilai saya,” katanya. Lagi pula, dua tahun adalah masa yang teramat singkat untuk sosialisasi. Apalagi, menurut jajak pendapat Lingkaran Survei Indonesia, Bang Yos hanya mendapat suara satu persen dari 20 tokoh yang diperkirakan akan menjadi calon presiden.
Sutiyoso bukannya tak berminat mendirikan partai sendiri. Tahun lalu, ia dikabarkan ikut mendukung berdirinya Partai Solidaritas Nasional, yang akan menjadi kendaraannya menuju Pemilihan Umum 2009. Tapi partai baru tentulah sulit berakar. Lagi pula, Sutiyoso percaya bahwa PDIP—yang di dalam kepengurusannya terdapat beberapa purnawirawan—akan mencalonkannya.
Perkariban Sutiyoso dengan PDIP memang terlihat sejak pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2002. Ketika itu, Mega secara tegas menyatakan dukungan kepada Bang Yos. Mega bahkan mencopot Ketua Dewan Pimpinan Daerah PDIP Jakarta Tarmidi Suhardjo, yang menentang dukungan itu. Sekretaris Jenderal PDIP Pramono Anung bahkan mengatakan Bang Yos bisa saja menjadi calon wakil presiden mendampingi Mega.
Namun, sumber Tempo menceritakan, Megawati tidak akan dijadikan calon presiden. ”Megawati memang menyatakan bersedia dicalonkan, tapi dia tidak akan maju,” kata sang sumber. ”Mega cuma perekat, untuk menjaga keutuhan partai.” Pada saatnya nanti, PDIP akan mengumumkan calon sebenarnya yang akan diajukan. Keputusan ini juga berkat pengaruh para jenderal yang berada di lingkaran Mega, antara lain Hendropriyono.
Tak cuma berkeliling menyambangi para elite politik di Jakarta, Sutiyoso bersafari ke daerah. Selasa lalu, misalnya, ayah dua putri itu sowan ke kediaman juru kunci Gunung Merapi, Mbah Maridjan. ”Ini pertemuan silaturahmi,” katanya. Bang Yos ke sana memboyong Chris John, juara tinju dunia yang tampil bersama Mbah Maridjan dalam iklan minuman suplemen.
Bang Yos memang harus giat mempromosikan diri. ”Namanya belum dikenal secara nasional,” kata Direktur Lembaga Survei Indonesia Saiful Mujani. Itu berbeda dengan bekas bawahannya ketika ia menjabat Panglima Kodam Jaya, Susilo Bambang Yudhoyono. Jadi, meski sejumlah pengamat mengatakan terlalu dini bagi Sutiyoso menyatakan kesiapan itu, tetap saja ia harus berburu waktu, terutama untuk ”menasionalkan” dirinya.
Adek Media, Heru C.N. (Yogyakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo