Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font size=1 color=brown>CALO ANGGARAN</font><br />Penunggang Alphard ’Pengawal Anggaran’

Andi Rahmat dan Setya Novanto mengaku mengawal anggaran daerah. Menolak disebut calo.

23 Mei 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politikus muda itu tenang berkata, ”Saya sering disebut sebagai pengumpul duit partai.” Ia mengenakan kaus V-neck hoodie dan menunggang Toyota Alphard. Lalu Andi Rahmat, 35 tahun, politikus Partai Keadilan Sejahtera, melanjutkan, ”Tapi saya bukan calo, Bos.”

Menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat sejak 2004, Andi kini menjalani periode keduanya di lembaga legislatif itu. Ia menjadi anggota Badan Anggaran, organ Dewan yang membahas bujet secara terperinci. Dalam posisi inilah namanya disebut sejumlah kepala daerah melayani ”jasa” otak-atik alokasi anggaran.

Seorang kepala daerah di Jawa bagian barat pernah beberapa kali menggunakan jasanya. Melalui pos dana percepatan infrastruktur daerah, menurut anggota staf kepala daerah itu, Andi mengatur alokasi anggaran. Imbalannya, sepuluh persen dana disetor untuknya. Seorang kepala daerah dari kawasan timur Indonesia juga menyebutkan pernah ditawari ”jasa pengawalan” anggaran oleh Andi ketika tak sengaja bertemu di sebuah pusat belanja. Tapi kepala daerah ini menolak karena sudah memanfaatkan jalur partai lain di Dewan (Tempo, 16-22 Mei 2011).

Ditemui di Mal Pondok Indah, Jakarta Selatan, Kamis malam pekan lalu, Andi mengaku sering mengumpulkan kepala daerah. Agendanya ”mengenalkan program-program yang bisa diperoleh dalam anggaran negara”. Kepala daerah yang dikumpulkannya kebanyakan berasal dari daerah pemilihannya, Sulawesi Selatan. Andi juga mengaku kerap memperjuangkan anggaran daerah pemilihannya saat rapat di Badan Anggaran. ”Saya bukan lagi agresif, tapi progresif soal beginian. Kalau itu disebut sebagai calo, ya saya mengaku,” ujarnya.

Meski menolak disebut calo, Andi mengakui adanya praktek percaloan anggaran di Dewan dan pemerintah. ”Anggaran Rp 1.200 triliun harus diputuskan dalam tiga bulan. Pasti ada kebocoran,” katanya. Termasuk calo di Badan Anggaran? Andi menolak menjawab. ”Di kepala Anda pasti sudah ada nama-namanya,” ujarnya. Lagi, ia menolak anggapan bahwa Partai Keadilan Sejahtera menempatkannya di Badan Anggaran untuk mengumpulkan uang. Partai, kata dia, hanya menerima uang dari setoran anggota Dewan dan kader.

Ketua Fraksi Partai Golkar Dewan, Setya Novanto, juga menyatakan partainya tak pernah memanfaatkan anggaran negara untuk menumpuk pundi partai”meski Setya mengakui partainya juga mengawal anggaran daerah yang dikuasai Golkar. ”Sah saja mengawal anggaran daerah,” ujarnya.

Bendahara Umum Golkar ini diduga menerima dana dari Wali Kota Tomohon, Sulawesi Utara, Jefferson Rumajar”kini nonaktif karena diduga menilap anggaran daerah. Keduanya bertemu di Plaza Senayan, Jakarta, pada 2009, untuk membahas ”jasa pengawalan” anggaran. Belakangan, ratusan lembar dolar Amerika Serikat yang nilainya setara dengan Rp 3 miliar diserahkan ke Shely, sekretaris Setya. Seorang kepala daerah dan seorang pengusaha yang dekat dengan Setya menyatakan karibnya itu menjadi pintu masuk utama memuluskan anggaran melalui Golkar. Biasanya, pembahasan dan transaksi dilakukan melalui sang sekretaris.

Setya membantah pernah menemui Jefferson di Plaza Senayan. Ia mengaku hanya menemui Jefferson dalam forum resmi partai. Ia juga menyangkal peran Shely sebagai pengatur transaksi. ”Shely itu hanya mengurus surat masuk,” katanya. Shely sendiri membantah bertemu dengan Jefferson dan menerima uang. ”Saya tak tahu soal itu,” ujarnya.

Setya mengaku, sejak menjabat ketua fraksi, ia tak pernah lagi berurusan dengan anggaran. Memang, ada kepala daerah meminta bantuan meloloskan anggaran lewat Golkar. Tapi, menurut dia, kepala daerah itu langsung diarahkan ke anggota Badan Anggaran. ”Semua sesuai prosedur, dan tak ada pemberian komisi,” katanya.

Laode Roy Salam, analis Indonesia Budget Center, lembaga penggiat antikorupsi, mengatakan boleh saja Andi dan Setya mengelak disebut sebagai calo anggaran meski ada kesaksian sejumlah kepala daerah dan pengusaha. ”Biarlah publik yang menilai,” kata Roy.

Pramono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus