Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RAPAT kabinet terbatas di kantor presiden, Jakarta, Selasa pekan lalu sempat tertunda 30 menit. Sejumlah menteri di jajaran politik, hukum, dan keamanan sudah berkumpul sebelum pukul 11.00—jadwal yang tertera di undangan. Namun, hingga jam berdentang sebelas kali, pertemuan rutin itu belum juga dimulai. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono yang memimpin rapat tak kunjung datang.
Di ruangan lain, orang yang ditunggu-tunggu itu rupanya sedang terlibat pembicaraan empat mata. Saat itu tak ada yang tahu apa yang menjadi topik diskusi Yudhoyono dengan wakilnya. Tak lama kemudian, Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Djoko Santoso dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Bambang Hendarso Danuri dipanggil masuk ke ruangan. Jaksa Agung Hendarman Supandji menyusul. Setelah 30 menit, pertemuan ini pun usai. Presiden dan Wakil Presiden melangkah keluar, lalu masuk ke ruangan utama untuk memulai rapat.
Dua jam kemudian, ”rahasia” tentang apa yang dibicarakan dalam rapat tadi baru terungkap. Saat menggelar jumpa pers, Yudhoyono menyampaikan kabar penting: Panglima TNI, Kepala Polri, dan Jaksa Agung akan segera diganti. ”Waktu pergantian yang relatif bersamaan ini sudah sesuai dengan undang-undang,” katanya.
Dalam pernyataan itu, Yudhoyono mengaku gundah setelah mengetahui manuver yang dilakukan sejumlah orang terhadap rencana pergantian Kapolri dan Jaksa Agung. Dia mengatakan banyak pesan pendek yang masuk ke telepon selulernya yang berisi titipan kepentingan pihak-pihak tertentu dalam pergantian tersebut. ”Saya tidak begitu suka dengan itu,” katanya. ”Karena jangan sampai pergantian menimbulkan konflik internal di lembaga masing-masing.”
Pidato itu mengejutkan. Sebab, menurut sumber Tempo, dalam rapat kabinet, Presiden sama sekali tidak menyinggung soal pergantian pemimpin tiga institusi strategis ini. Yang terjadi setelah rapat kelar, Yudhoyono menyatakan akan memberikan keterangan kepada wartawan. ”Bukan tentang hasil rapat, tapi tentang pergantian tiga pejabat itu.”
Pengumuman pergantian Kapolri dan Jaksa Agung sekaligus menjawab pelbagai spekulasi yang merebak dalam tiga pekan terakhir. Sejumlah persoalan yang terjadi di institusi penegak hukum itu—bermuara kepada maraknya tuntutan agar Bambang Hendarso dan Hendarman dicopot—terjawab sudah. Sedangkan penggantian Panglima TNI tidak terlalu istimewa karena Djoko Santoso akan habis masa tugasnya pada 8 September mendatang.
Menurut sumber Tempo, pergantian tiga pejabat sudah dipikirkan Yudhoyono dua pekan sebelumnya. Dasarnya adalah sejumlah kesalahan yang dilakukan kepolisian. Polisi, misalnya, dituding mendalangi kriminalisasi terhadap dua pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi, Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Rianto. Mereka juga terlibat praktek mafia kasus dalam perkara bekas pegawai pajak Gayus Halomoan Tambunan. Polisi juga dianggap tak tegas dalam kasus rekening ”gendut” milik sejumlah jenderal. Terakhir, soal tidak adanya rekaman pembicaraan telepon antara Ary Muladi dan Ade Rahardja, seperti yang pernah diungkapkan Bambang Hendarso di depan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat.
Karena masalah yang tak kunjung tuntas, bulan lalu, di depan gedung Mahkamah Konstitusi, puluhan aktivis mendeklarasikan petisi keprihatinan dengan tema ”Kembalikan Negara Hukum, Selamatkan Polri”. Dalam aksi-aksi ini lagi-lagi sejumlah aktivis menyerukan pencopotan Bambang Hendarso.
Menurut sumber itu, dirunut dari masa tugasnya, Bambang Hendarso baru resmi melepas jabatan pada 1 November mendatang. ”Jadi pengumuman pergantian itu merupakan percepatan,” katanya. Sebab, sebenarnya masih tersedia waktu yang cukup jika pengumuman itu dilakukan sehabis Lebaran nanti. Apalagi, menurut undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat perlu waktu 20 hari kerja untuk menjawab surat Presiden. ”Ini jadi sinyal bahwa Presiden tidak diam atas sejumlah persoalan di kepolisian.”
Sejalan dengan penggantian Kapolri, pergantian Jaksa Agung Hendarman Supandji rupanya juga memiliki maksud tertentu. Menurut sumber itu, target yang ingin dicapai adalah mematahkan upaya bekas Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra, yang menggugat Mahkamah Konstitusi soal keabsahan jabatan Hendarman. ”Kalau sudah diganti, apa pun keputusan MK tidak berarti apa-apa,” katanya. Di luar itu, ”Memang banyak masalah di Kejaksaan Agung belakangan ini,” kata sumber tersebut.
Juru bicara kepresidenan, Julian Aldrin Pasha, membantah adanya agenda tersembunyi di balik pengumuman secara bersamaan pergantian tiga pejabat itu. Menurut dia, langkah tersebut diambil Presiden murni karena mereka akan pensiun. ”Ini alami,” katanya.
Djoko Suyanto, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, membenarkan Julian. Kendati, kata dia, bisa saja ada pesan-pesan khusus yang ingin disampaikan Presiden dengan mengganti tiga pejabat dalam satu paket tersebut. ”Mungkin saja itu ada karena pemerintah menaruh perhatian pada kondisi yang terjadi di dua institusi itu,” ujar Djoko.
Kendati sudah diumumkan adanya penggantian, nama pengganti Bambang Hendarso dan Hendarman masih disembunyikan. Sepekan terakhir, tiga nama terus mencuat sebagai kandidat pengganti Bambang Hendarso. Mereka adalah Komisaris Jenderal Nanan Soekarna (Inspektur Pengawasan Umum Polri), Inspektur Jenderal Imam Soedjarwo (Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri), serta Inspektur Jenderal Timur Pradopo (Kapolda Metro Jaya).
Soal penggantinya, Bambang Hendarso mengatakan akan mengusulkan dua nama kepada Presiden. Siapa mereka? ”Pokoknya harus lebih hebat dari saya,” katanya kepada wartawan Tempo Cornila Desyana. Adapun Hendarman menyatakan akan mengusulkan penggantinya adalah pejabat eselon satu Kejaksaan Agung.
Siapa nanti yang akan dipilih Presiden? Menteri Djoko tidak bisa memastikan. Menurut Djoko, yang juga Ketua Komisi Kepolisian Republik Indonesia, sejumlah nama kandidat Kapolri akan diusulkan Komisi Kepolisian pekan ini. Dia mengisyaratkan mengajukan tiga nama sebagai pengganti Bambang Hendarso. ”Siapa yang akan dipilih, sepenuhnya ada di tangan Presiden,” katanya. ”Tunggu dalam waktu dekat ini.”
Setri Yasra
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo