Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font size=1>Indonesia-Malaysia</font><br />Kabar Tak Sedap Tanjung Berikat

Penangkapan nelayan Malaysia oleh aparat Indonesia dibumbui tudingan pemerasan. Tapi posisi kita kuat.

6 September 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI tengah laguh-lagah unjuk rasa ”mengganyang Malaysia”, berembus kabar tak sedap. Muncul cerita, ada upaya pemerasan terhadap nelayan Malaysia yang sempat ”ditahan” petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan. ”Saya juga mendapat SMS seperti itu,” kata Menteri Fadel Muhammad. ”Tapi itu fitnah yang mereka bikin.”

Sumbernya mungkin bisa dilacak dari laporan Markas Pasukan Gerakan Marin Polis Diraja Malaysia Wilayah 2, Tampoi, Johor, ke Seksi Indonesia Wisma Putra (Kementerian Luar Negeri) Malaysia, yang kemudian melayang ke Jakarta. Laporan dibuat setelah insiden di Tanjung Berikat itu, pada 13 Agustus lalu.

Dalam laporan tersebut dikatakan, adik salah satu nelayan Malaysia itu, Booh Ah Chio, melapor ke polisi menerima perkhidmatan pesanan ringkas (SMS) dari nomor telepon Indonesia, 08127022xxxx. Bunyinya: ”Tolong kirim RM 1,000 untuk taikong Melayu, utk (3) orang Cina RM 2,500. JD semua RM 3,500. Kirim lewat Western Union atas nama Hari (bukan nama asli yang tertera), no-ktp 217107170865xxxx, alamat: Tanjung Piayu Sei Beduk, Batam. OK?”

Dalam laporan terpisah dijelaskan, pesan pendek itu diterima Booh Ah Chio pada pukul 07.43, setelah penangkapan abangnya. Kemudian dia melaporkannya pada siang hari, sekitar pukul 13.15. Bukannya mengirim ringgit, adik nelayan Boh Kee Soo ini melapor ke Polisi Diraja Malaysia di Johor.

”Memang ada laporan, tapi saya bukan orang yang tepat untuk bicara masalah itu,” kata seorang anggota staf di kantor polisi Tampoi, Johor, ketika dihubungi Tempo. Orang yang dikatakan bisa memberikan keterangan tak pernah berada di kantornya setiap kali dihubungi. Menteri Luar Negeri Malaysia Dato’ Sri Anifah Aman juga membenarkan adanya laporan itu. ”Tapi itu terserah kepada pihak berwenang Malaysia untuk mengadakan penyelidikan,” ujarnya.

Pihak Indonesia menyangkal keras. ”Saya bilang tidak benar,” kata Menteri Fadel Muhammad kepada Maria Hasugian dari Tempo. ”Saya berani bertanggung jawab.” Kepala Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Pontianak Bambang Nugroho menambahkan, ”Petugas kami bisa dipercaya.”

Belum jelas pula pemilik nomor telepon pengirim pesan. Ketika nomor itu dihubungi, tak pernah ada nada sambung. Upaya mencari nama yang tertera di pesan pendek, hingga Jumat pekan lalu, belum pula berhasil. Begitu juga upaya menemui para petugas yang sempat ditahan itu.

Dari Malaysia, puluhan nelayan yang berunjuk rasa di depan Kedutaan Indonesia menyampaikan protes karena seringnya mereka menjadi korban pemerasan. ”Biasanya mereka ditangkap, lalu dibawa ke perairan Indonesia,” kata Ser Choo Ing, Wakil Ketua Dewan Perhimpunan Cina Kuala Lumpur dan Selangor. ”Setelah itu, polisi menelepon pemilik perahu di Malaysia untuk mentransfer uang tebusan.” Sejak tahun lalu, menurut dia, ada lebih dari sepuluh laporan pemerasan oleh aparat Indonesia.

Dalam laporan polisi Malaysia juga dituduhkan adanya upaya pertukaran. Menurut laporan itu, petugas Pengawas Kelautan dan Perikanan Indonesia bernama Hermanto menelepon salah seorang anggotanya yang ditahan Pasukan Gerakan Marin Malaysia, meminta mereka bernegosiasi untuk pertukaran pembebasan tujuh nelayan Malaysia dengan tiga petugas Indonesia.

Di pihak Indonesia bukan tak ada masalah. Sumber di Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, misalnya, menyesalkan tidak adanya global positioning system di kapal Dolphin 015. Juga ada rentang waktu cukup lama dari saat tahu ada nelayan asing masuk di pagi hari hingga keberangkatan untuk menangkap kapal nelayan Malaysia itu pada malam hari. Ada pula prosedur standar yang dilangkahi, yaitu mengajak TNI Angkatan Laut.

Laporan hasil penyelidikan Kepolisian Daerah Kepulauan Riau seperti mendukung kejengkelan tersebut. Laporan bertanggal 22 Agustus itu mengutip hubungan telepon antara Pengawas Perikanan Tanjung Balai Karimun, Hermanto, dan Pengawas Perikanan Batam, Asriadi, sekitar pukul 10.30. Asriadi meminta Dolphin 015 dibawa ke Batam untuk patroli bersama karena ada informasi kapal berbendera Malaysia menangkap ikan di perairan Indonesia.

Baru pada pukul 15.30 Dolphin 015 meninggalkan Batam, dan sekitar pukul 19.00 memasuki wilayah kapal-kapal nelayan yang hendak ditangkap. Tapi, sekitar pukul 21.00, Dolphin 015 dicegat kapal Polisi Air Diraja Malaysia, yang memerintahkan para petugas Indonesia naik ke kapal mereka. Perintah ini ditolak, dan Dolphin 015 menghindar, lolos dari pengejaran kapal Malaysia.

Tujuh nelayan Malaysia itu dibawa ke Batam, dan tiga petugas Kelautan dan Perikanan kita dibawa ke Malaysia, bersama lima kapal nelayan Malaysia dengan delapan nelayan lainnya. Ketiga petugas itu adalah Asriadi Nuryakin, Erwan Masdar, dan Seivo Grevo W.

Pada saat pemeriksaan, ketiga petugas itu tak bisa menunjukkan surat perintah tugas. Argumentasi mereka semakin lemah karena peralatan GPS di Dolphin 015 tidak bekerja, sehingga posisi kapal pada saat penangkapan tak bisa dibuktikan.

Sumber di Kepolisian Batam menambahkan, ketika mereka bermaksud memproses para nelayan Malaysia itu, pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan melarang. Alasannya, ”Kapal yang digunakan nelayan Malaysia tidak ada, hasil tangkapan tidak ada, dan titik koordinat tempat penangkapan ikan tidak ada.” Dalam rekonstruksi, Kementerian Kelautan dan Perikanan hanya berdasarkan perkiraan lokasi penangkapan. ”Sedangkan nelayan Malaysia berdasarkan GPS.”

Menjawab semua tudingan tak sedap itu, Bambang Nugroho menjelaskan, kerusakan GPS di Dolphin 015 terjadi karena para awak salah mengoperasikannya. ”GPS itu adalah alat yang selama ini asing bagi petugas,” ujarnya. ”Jadi salah pencet saja hilang gambar di layar.” Meski demikian, ia tetap yakin bawahannya bertindak benar, menangkap nelayan Malaysia yang mengambil ikan di perairan Indonesia. ”Perairan Indonesia itu kecil karena banyak pulau, jadi mudah mengetahui batas wilayah,” katanya.

Pada saat rekonstruksi, menurut dia, para nelayan Malaysia juga menyatakan kemungkinan kapal mereka terbawa arus ke perairan Indonesia. Ia juga menyangkal usul pertukaran dari pihaknya. Menurut dia, permintaan justru dari Malaysia. ”Konsulat Malaysia yang menghubungi saya,” ujarnya. Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa juga yakin akan kebenaran klaim Indonesia. ”Posisi kita kuat, kok,” katanya.

Menurut Marty, ada tiga pelanggaran yang dilakukan Malaysia: pelanggaran terhadap wilayah Indonesia oleh nelayan Malaysia, pelanggaran wilayah oleh Polisi Diraja Malaysia, serta penahanan dan perlakuan tidak baik terhadap tiga petugas Kelautan dan Perikanan. ”Dan itu sudah menjadi keniscayaan yang harus kita perjuangkan,” ujarnya. Toh, Marty dan Anifah sepakat: konflik diselesaikan melalui meja perundingan.

Purwani Diyah Prabandari, Mutia Resty, Wahyu Dhyatmika, Rumbadi Dalle (Batam), Masrur (Kuala Lumpur)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus