Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font size=2 color=#FF0000>Dana Haji</font><br />Jalan Gelap Deposito Haji

Perusahaan swasta memperoleh ”pinjaman” sertifikat deposito dana haji dari pejabat Kementerian Agama. Diputar melalui transaksi di bawah meja.

13 Desember 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dari mana dokumen itu Anda dapat?” Itulah pertanyaan An dreas Bambang Armanto, Jumat pekan lalu, ketika kem bali dimintai penjelasan tentang sertifikat deposito dana haji yang ”diagunkan” ke swasta. Menjadi Direktur Utama PT Daestra Rajawali Perkasa, ia menandatangani perjanjian penempatan dana dengan jaminan deposito.

Penduduk Sungai Panas, Batam, Ke pulauan Riau, itu lalu meminta Tempo menyebutkan asal dokumen. Ketika di temui sepekan sebelumnya, ia menyatakan tak mengetahui asal-usulnya. Tapi ia mengaku pernah dijanjikan seseorang untuk dikenalkan kepada Achmad Djunaedi, Direktur Pengelolaan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Sistem Informasi Haji Kementerian Agama.

Dokumen itu adalah selembar salin an surat dari Kementerian Agama ke pemimpin Bank BNI Cabang Sudirman, selembar salinan surat deposito berjangka atas nama Menteri Agama, tiga lembar salinan surat kesepakatan bersama penempatan dana dengan jamin an sertifikat deposito berjangka antara PT Daestra Rajawali Perkasa dan PT Kranggo Bakti Persada, dan selembar salinan kesepakatan penempatan dana (ihat ”Main-main Duit Haji”, Tempo edisi 6-12 Desember 2010).

Surat berkop Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji Kementerian Aga ma itu dikeluarkan pada 26 Maret 2010, berisi permintaan Achmad Djunaedi kepada pemimpin Bank BNI Cabang Jakarta Pusat Sudirman, agar mencairkan deposito Menteri Agama senilai Rp 1,986 triliun. Pada surat yang sama, Djunaedi memerintahkan agar uang dengan nilai nominal sama ditempatkan kembali dalam jangka waktu satu tahun dengan tingkat suku bunga minimal tujuh persen.

Surat itu ditembuskan ke Direktur Jen deral Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Deposito yang dirujuk Djunaedi bernomor seri PAA 0126987. Atas nama Menteri Agama, deposito yang hendak dicairkan sebenarnya memang sudah jatuh tempo. Pada sertifikat tertulis, deposito berjangka sebulan sejak 28 Januari 2010 hingga 28 Februari 2010.

Sehari setelah terbitnya surat Kementerian Agama, pada 27 Maret 2010, sertifikat deposito berjangka keluaran Bank BNI tadi muncul di tangan orang lain. Dari dokumen, Tempo melihat ala mat Andreas Bambang Armanto di kom pleks Villa Mas C5/15, Sungai Panas, Batam. Di alamat itu tampak rumah tipe 36 yang, menurut Andreas, ia kontrak.

Sumber Tempo yang mengetahui seluk-beluk duit haji menduga dokumen sertifikat deposito berjangka itu berasal dari pejabat Kementerian Agama. ”Susah untuk dapat dokumen kalau tidak kenal orang dalam,” katanya. Sumber lain mengatakan ada pejabat Kementerian Agama yang jadi penghubung dengan kalangan pengusaha swasta, termasuk Andreas.

Penghubung ini, katanya, kerap menawarkan bantuan pinjaman uang dengan agunan deposito Menteri Agama. Ditempatkan di deposito, dana haji jumlahnya luar biasa banyak. Kementerian Agama mencatat, hingga akhir November lalu duit setoran awal calon haji berjumlah Rp 22 triliun.

Dalam perjanjian antara Andreas dan Syarip Djumadi, Andreas bertindak sebagai pemilik surat deposito. Sedangkan Syarip, berbekal surat deposito ini, bisa mendapatkan fasilitas kredit. Menurut satu sumber, perjanjian ini sepengetahuan orang bank, tapi statusnya di bawah meja.

Dalam pelaksanaannya, kredit dica irkan untuk jumlah hingga ratusan ju ta rupiah. Biasanya cara ini ditempuh kare na peminjam butuh uang tunai cepat, dan tak punya agunan cukup. Wal hasil, mereka perlu pinjaman ”agunan”, berupa sertifikat deposito Kementerian Agama. Jangka waktu pinjamannya pun dalam hitungan bulan. Semua transaksi ini berbasis saling percaya, tidak melalui pencatatan dan pembukuan resmi. ”Terlalu mudah untuk ditelusuri jika masuk sistem bank,” kata sumber itu.

Seorang pengusaha mengatakan deposito Menteri Agama yang ”dipinjam” untuk jaminan bukan hanya terbitan Bank BNI. Ada juga sertifikat deposito di bank lain. Pada suatu siang, sekitar setahun lalu, kenalan lama pengusaha yang berbisnis di banyak bidang ini me nelepon. ”Kata dia, ada kawannya yang cari pinjaman,” kata orang di ujung lain telepon.

Sang pengusaha mengaku biasa mencarikan pinjaman kolega bisnisnya, termasuk menganalisis dan membantu proses peminjaman uang. ”Punya jamin an?” tanya pengusaha itu. Orang di ujung telepon menyebutkan si pencari dana punya jaminan deposito berisi duit jumbo.

Ketika bertemu, benar: orang itu me nunjukkan surat deposito. Si pengusaha terenyak. Calon penerima kredit membawa hasil pemindaian deposito bank pelat merah atas nama Menteri Agama. Pengusaha menanyakan surat kuasa dari menteri untuk memakai deposito itu. Ternyata orang itu mengantongi juga surat kuasa. Namun pengusaha tadi tak berani menguruskannya.

Pengusaha yang sama mengatakan, bukan sekali saja melihat ada orang yang datang membawa salinan deposito milik instansi pemerintah. Ia pernah menyaksikan ada yang membawa deposito milik perusahaan pelat merah. ”Belakangan rupanya ada banyak yang seperti itu.”

Achmad Djunaedi menyatakan akan memberi konfirmasi setelah Senin pekan ini. Kamis dua pekan lalu, ia menya takan tidak mengenal Andreas Bambang, Syarip Djumadi, dan dua per usahaan milik mereka. Atasan Achmad Djunaedi, Sekretaris Direktorat Jen deral Penyelenggaraan Haji dan Umroh Abdul Ghafur Djawahir mengatakan tidak ada kebocoran dokumen surat deposito Menteri Agama.

Ia tidak mau menjelaskan bagaimana surat deposito disimpan oleh Kemen terian Agama. Menurut Abdul Ghafur, Kementerian punya sistem penyimpanan yang sangat baik. ”Kalau orang punya lima juta rupiah saja dijaga, apalagi uang yang jumlahnya triliunan rupiah,” kata Abdul Ghafur.

Putu B. Kresna, Corporate Secretary PT Bank Negara Indonesia (Persero), tidak menjawab pertanyaan yang ber kaitan dengan nasabah. Ia beralasan dibatasi undang-undang yang menjamin kerahasiaan nasabah bank. Ia hanya memastikan Daestra Rajawali Perkasa dan Kranggo Bakti Persada bukan nasabah Bank BNI.

Sunudyantoro, Oktamandjaya Wiguna (Jakarta), Rumbadi Dalle (Batam)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus