Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Duit Umat Jalan Tersendat

Bank kerap molor menyetorkan duit haji ke Kementerian Agama. Badan Pemeriksa Keuangan menduga ada kesengajaan.

13 Desember 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Achmad Djunaedi menjembrengkan laporan keuangan haji itu. Direktur Pengelolaan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Sistem Informasi Haji Kementerian Agama itu berbangga hati. ”Ini diperbarui setiap pekan,” katanya, dua pekan lalu. ”Dulu lapor annya amburadul, tapi sekarang sudah tertata.”

Sebagai Direktur Pengelolaan, Djunaedi bertugas mengurus semua duit haji, termasuk dana setoran awal yang dibayarkan jemaah. Hingga akhir November lalu, besarnya sekitar Rp 22,4 triliun. Untuk ”tanda jadi” berhaji, calon haji wajib menyetorkan Rp 25 juta ke rekening Menteri Agama di sejumlah bank. Setelah menyetor, mereka memperoleh nomor antre, dan baru akan berangkat lima-tujuh tahun kemudian.

Tertata bagi Djunaedi, tidak bagi auditor Badan Pemeriksa Keuangan. Lembaga audit negara ini menyimpulkan pengelolaan dana setoran awal haji masih berantakan. Hasan Bisri, anggota Badan Pemeriksa, menilai Kementerian Agama setiap tahun jatuh ke lubang yang sama. ”Banyak rekomendasi kami tak dijalankan,” kata Hasan.

Ketika mengaudit keuangan haji, setahun lalu, Badan Pemeriksa masih menemukan keterlambatan pelimpahan setoran awal dari bank penerima ke rekening Menteri Agama. Menurut Badan Pemeriksa, keterlambatan itu merugikan. Sebab, uang tak segera bisa dipakai buat keperluan ibadah haji.

Dalam aturan main yang dibuat Kementerian, uang ”tanda jadi” dari jemaah itu harus dipindahkan ke reke ning Menteri pada hari yang sama dengan penyetoran. Pembayaran dalam rupiah masuk ke rekening Menteri di bank itu. Adapun setoran dalam mata uang dolar Amerika Serikat langsung ditransfer ke rekening Menteri di Bank Indonesia. Jika pelimpahan molor, bank seharusnya terkena denda.

Dalam pemeriksaan laporan keuang an musim haji 2008, Badan Pemeriksa menemukan keterlambatan satu hingga tiga tahun. Menurut perhitungan auditor Badan Pemeriksa, paling tidak denda yang harus ditagih Kementerian dari delapan bank adalah Rp 1,154 miliar. ”Itu baru dari keterlambatan yang kami ketahui,” kata seorang auditor Badan Pemeriksa. Menurut dia, jumlah itu bisa lebih besar karena mereka cuma memeriksa 13 dari 22 bank penerima setoran.

Bukan pertama kalinya Badan Pemeriksa menemukan bank telat memindahkan uang ke rekening Menteri Agama. Masalah serupa juga diendus pada penyelenggaraan ibadah haji 2006. Malah ketika itu Badan Pemeriksa menemukan bank sengaja memperlambat penyetoran ke rekening Menteri.

Dari semua bank penerima setoran ongkos haji, Bank Rakyat Indonesia paling banyak mendapat rapor merah. Auditor menemukan uang setoran awal yang masuk dari 26 kantor cabang dan enam kantor cabang pembantu tersasar ke kantor pusat di Jalan Sudirman, Jakarta Selatan. Mestinya duit masuk ke rekening Menteri di kantor cabang Jalan Cut Meutia, Jakarta Pusat.

Sejak April 2007 hingga Maret 2009, tercatat transfer ”salah kamar” itu berulang-ulang, hingga mencapai Rp 3,44 miliar. Dari jumlah itu, ada yang ke esokan harinya langsung pindah ke re kening Menteri, tapi ada juga yang ngendon sampai 572 hari.

Bank ini memiliki model setoran ”lompat katak” dari bank cabang ke rekening penampungan di kantor pusat. Baru setelah itu masuk ke reke ning Menteri. Dalam pindah-memindah itulah Badan Pemeriksa menemukan kantor-kantor cabang sengaja menunda-nunda pelimpahan. Pada musim haji 2008, total Rp 19 miliar yang molor penyerahannya satu hingga 18 hari.

Badan Pemeriksa menyatakan keter lambatan itu berbahaya karena me mung kinkan penyimpangan uang ter sebut. ”Memang cuma terlambat dalam hitungan hari, tapi dalam perbank an satu hari uang bisa berarti besar,” kata sumber Tempo di BPK. ”Uang itu diduga diputar untuk membantu kas bank tersebut.”

Bank juga dinilainya enggan membuat sistem pemro sesan uang setoran ongkos haji yang lebih kompleks pengurusannya ketimbang rekening tabungan biasa. Pada hal, jika bank ingin ja di rekanan Kemen te ri an, mestinya mereka berinvestasi membuat sistem khusus. ”Kementerian Agama tutup mata saja terhadap permainan dan kelalaian bank itu,” ujarnya.

Dalam tanggapan atas hasil pemeriksaan tersebut, BRI menyatakan terlambatnya pelimpahan semata-mata karena alasan teknis dan adanya gangguan jaringan an tarcabang. Sekretaris Perusahaan BRI Muhammad Ali membantah adanya kesengajaan. ”Semua setoran masuk langsung kami kirim ke rekening Menteri Agama,” kata Ali. Namun ia menyatakan akan mengecek kembali sistemnya untuk memastikan benar atau tidaknya keterlambatan itu.

Bukan hanya BRI, bank papan atas seperti Bank Mandiri dan BNI, serta Bank Pembangunan Daerah juga sering terlambat. Badan Pemeriksa melihat kebiasaan molor ini akibat Kementerian tak rajin mengawasi uang haji di bank rekanannya. Lembaga pemeriksa keuangan negara itu merekomendasikan sanksi tegas terhadap bank.

Namun, setahun lewat, Kementerian tak kunjung menagih denda tersebut. Sekretaris Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemen terian Agama Abdul Ghafur Djawahir mengatakan hingga kini denda itu belum ditagih. ”Kami masih membahasnya dengan bank,” katanya.

Ghafur menjelaskan, pembicaraan soal sanksi tersebut lumayan alot. Bank mengeluhkan Kementerian yang ujug-ujug menjatuhkan sanksi tanpa pernah melayangkan surat peringatan atau te guran. Ia mengakui kementerian saat itu juga tak menegur karena tak memiliki sistem pemantauan setoran.

Menurut Ghafur, keterlambatan pelimpahan setoran awal dari jemaah haji masih dalam batas kewajaran. Pembayaran dilakukan di kantor cabang bank di luar Jakarta, sedangkan rekening Menteri ada di Ibu Kota, sehingga butuh waktu untuk memindahkan uang. ”Dulu sistem kami masing-masing masih belum sempurna, jadi ini salah siapa?”

Ghafur mengatakan kementeriannya sudah membuat perbaikan berdasarkan temuan Badan Pemeriksa tersebut. Sistem komputerisasi informasi haji, yang semula hanya terhubung untuk perhitungan jumlah anggota jemaah, sejak April tahun lalu juga sudah terkoneksi dengan bank untuk jumlah uang setoran ongkos haji. ”Kalau dengan sistem baru ini mereka masih terlambat, itu jelas melanggar dan akan kami kenakan sanksi.”

Peneliti Indonesia Corruption Watch, Firdaus Ilyas, berpendapat keterlambatan penyetoran yang lolos dari pengawasan Kementerian mencerminkan buruknya pengelolaan duit haji. Kementerian terkesan baru tahu setelah ada hasil pemeriksaan keuangan. Menurut dia, Kementerian tak punya standar pengelolaan dan pengawasan ongkos haji. ”Karena tak ada prosedur dan sistem yang jelas, rawan terjadi penyelewengan,” ujar Firdaus.

Komisi Pemberantasan Korupsi pun sepaham dengan Indonesia Corruption Watch. Dalam kajian terhadap sistem penyelenggaraan ibadah haji, beberapa bulan lalu, Komisi menemukan pencatatan keuangan haji tidak sesu ai dengan standar pelaporan akuntansi. Akibatnya, Badan Pemeriksa Keuangan memberikan status disclaimer pada banyak elemen laporan keuangan kementerian itu.

Oktamandjaya Wiguna, Sunudyantoro

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus