Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

"Hikmah" Tampomas II

Setelah tenggelamnya tampomas ii, pelni melakukan banyak penertiban dan pengetatan peraturan yang ada. kini tampomas i mulai dibenahi & diadakan penerbitan terhadap para penumpang.(nas)

28 Maret 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAPAL Tampomas I yang bersandar di Pelabuhan Tanjungpriok Senin siang lalu kelihatan resik. Sampah dan sisa muntah manusia yang biasanya berserakan di sana-sini sama sekali tak kelihatan. Lantai dek, bagian kapal yang biasanya paling jorok, tampaknya baru saja dipel. Sekoci dan perahu penyelamat yang melengkapi kapal juga masih mengkilat karena dicat. Sebelum kapal berangkat baju renang diperiksa semua," ujar Prajogo P. Koesno, Kepala Cabang Pelni Tanjungpriok. Beberapa mobil yang akan diangkut tangki bensinnya tampak diperiksa para petugas keamanan, padahal sebelum masuk pelabuhan tangki itu sudah diperiksa petugas EMKL (Ekspedlsi Muatan Kapal Laut) yang mengurus pengiriman. Bukan saja, tangki bensin kini harus kosong, kabel aki juga harus dilepas dan diisolasi. Begitu kapal berangkat, 6 tv berwarna 17 inci yang ada di kapal menyajikan acara pertamanya pemutaran film video tentang peragaan cara pemakaian baju renang serta sarana penyelamatan diri lain yang ada di kapal seandainya terjadi kecelakaan. "Sekarang memang jauh lebih tertib," kata Maxi Mapasa, seorang penumpang pada TEMPO. Hari itu, 23 Maret, Tampomas I beranykat ke Belawan dengan 1500 penumpang. Sebelum musibah Tampomas II jumlah penumpang Tampomas I bisa mencapai 2500 orang. "Kami biasanya tak bisa mandi di kapal karena air habis disikat penumpang gelap yang dianak-emaskan awak kapal," tambah pekerja bengkel yang sering naik kapal Pelni itu. "Sekarang bisa mandi dan catu nasi tak pernah kehabisan," sambung Sudi, karyawan Ditjen Perhubungan Laut yang hari itu menjadi penumpang. "Selain penumpang gelap, kami juga sudah membersihkan calo dan copet," kata Prajogo. Menurut pejabat Pelni ini, calo yang dulu sering menjadi biang kericuhan sekarang mati kutu sebab penumpang diwajibkan mengisi formulir tatkala membeli tiket. Hingga identitas penumpang mudah diketahui. Semua langkah penertiban dan pengetatan tadi agaknya merupakan "hikmah" musibah Tampomas II. Banyak peraturan yang dulu hanya tertulis di atas kertas sekarang mulai benar-benar dijalankan. Sampai kapan, itu akan tetap menjadi pertanyaan. Itu tidak berarti bahwa setelah tenggelamnya Tampomas II pelayanan di kapal-kapal Pelni kontan menjadi mulus. Tiap Selasa, KM Bogowonto yang melayani rute Teluk Bayur-Tanjungpriok, selalu diserbu ratusan penumpang. Setelah bergulat setengah mati untuk bisa naik ke kapal, sesampai di ruang dek, perjuangan untuk memperoleh tempat belum berhenti. Ruangan dek itu biasanya sudah "dikapling": digarasi kapur, ditandai tali atau tikar. Itu berartl tempat itu sudah ada yang punya, sekalipun yang empunya belum naik. Tidak jarang terbaca nama-nama instansi resmi dan kesatuan ABRI. Tak pelak lagi tempat itu sudah dipesan "oknum". Maka seperti dedak yang hanyut dipusing air, para penumpang mencari tempat kosong sembari putar sana putar sini sampai akhirnya koper ditumpuk dan tikar dikembangkan -- sekalipun itu empat terlarang. Buat penumpang memang, tidak ada pilihan lain. KM Bogowonto, berbobot 1630 DWT, adalah satu-satunya kapal penumpang yang secara teratur melayani lin Jakarta-Padang. Memperoleh tiket bukan hal yang mudah. Di loket Pelni di Teluk Bayur selalu ada orang yang siap membantu menguruskan dengan imbalan "sukarela" antara Rp 500 sampai Rp 1000. Kegiatan mereka diketahui juga oleh petugas Pelni. "Mereka bukan calo. Mau apa kami kalau ada yang berusaha mencari uang untuk membeli rokok," kata Arisman, pimpinan Pelni Cabang Padang. Keadaan di Pelabuhan Bitung, Manado, lebih parah lagi. Ratusan penumpang biasanya terpaksa menginap diruang tunggu pelabuhan ataupun di emper-emper gudang sambil diamuk kegelisahan. Mereka menunggu kepastian berangkat. Misalnya: KM Sawu, 4200 DWT, yang Kamis pekan lalu bertolak dari Bitung hanya mendapat dispensasi untuk mengangkut 450 penumpang dari syahbandar. Padahal calon penumpang ditaksir 800 orang. Yang lebih sengsara adalah penumpang kapal perintis yang melayani pelayaran lokal. Ada yang harus menginap dan menunggu berminggu-minggu. Hasman Katili, 18 tahun, dari Kotamobagu yang berniat menuju Palu sudah seminggu di Bitung menunggu KM Tindahia. Ia sudah membeli tiket, bahkan sudah naik ke kapal. "Tiba-tiba saja kami diturunkan lagi menyusul pengumuman kapal akan mengadakan lin ekstra ke Gorontalo," keluhnya. "Apa boleh buat, kapal yang menuju Sulawesi Tengah hanya satu," sambung Marten Pananggung, calon penumpang lain. Ketidakpastian berangkat kapal-kapal Pelni dari Bitung rupanya karena kapal yang dioperasikan umumnya jenis cargo passanger yang sekaligus mengangkut penumpang dan barang. Keberangkatan kapal karenanya tergantung selesainya bongkar-muat barang. "Saya heran. Negara kita kan negara maritim. Mengapa hanya punya satu kapal yang betul-betul kapal penumpang seperti Tampomas," kata Frits Napitupulu, Kepala Bagian Operasi Pelni Cabang Manado. "Pesawat DC 10 seperti yang tergelincir di Ujungpandang itu, meski harganya US$30 juta -- tiga kali lipat harga kapal penumpang jenis Tampomas -- kok bisa dibeli. Itu kan tidak bisa dipakai rakyat kecil," tambah Frits, adik tokoh Golkar David Napitupulu itu. Calon penumpang yang berjubel juga merupakan pemandangan yang biasa di Pelabuhan Ujungpandang. Kantor tua cabang Pelni Ujungpandang di Jalan Martadinata selalu diluberi calon penumpang yang cemas berharap untuk dapat memperoleh tiket. Sebagai pengganti Tampomas II, Pelni telah menarik KM Salayar yang semula melayani lin Sorong-Tanjungpriok didampingi KM Tokala yang ditarik dari jalur Ujungpandang-Bitung, ke jalur Ujungpandang-Tanjungpriok. Kedua kapal itu ternyata tak bisa menyerap arus penumpang yang ada. Apalagi setelah KM Tokala "dipinjam" untuk Latihan Gabungan ABRI. Tinggal KM Salayar dan KM Ilmamui yang kewalahan melayani jalur Ujungpandang-Jakarta. Setiap trip ratusan penumpang tak terangkat. Jadwal pelayaran juga tidak tetap hingga calon penumpang gelisah. Apalagi jumlah penumpang makin bertumpuk. Biro perjalanan yang mendapat jatah tiket biasanya menggencet calon penumpang yang tidak membeli tiket melalui mereka. "Saya sudah empat hari mau menyetor formulir isian, tapi selalu ditolak petugas," ujar Muslimin, seorang calon penumpang. Alasan petugas yang didahulukan adalah keluarga Pelni. Menurut Muslimin ia sering melihat nota yang "gentayangan" di sekitar meja petugas. Calon penumpang, katanya, juga sering digoda calo. Toh Kepala Cabang Pelni Ujungpandang B. Sumarto membantah. "Kalau ada isu calo, itu bohong. Kalau ada karyawan yang main-main, laporkan saja, nanti diusulkan dipecat," katanya. Bagaimanapun, tampaknya usaha pengetatan yang dilakukan Pelni sedikit banyak berhasil, sampai sekarang. Namun masih banyak lubang tertinggal. Di Belawan misalnya, banyak buruh bagasi yang dengan bisik-bisik sanggup mengantarkan calon penumpang gelap ke Tampomas I dengan tarip Rp 15.000. Lebih murah dari harga tiket dek Belawan-Jakarta yang sekitar Rp 19.000. Musibah Tampomas II selain dianggap membawa "hikmah", rupanya belum cukup membawa berkah buat rakyat kecil. Buat mereka pengangkutan lewat laut praktis merupakan transpor satu-satunya di nusantara ini. Selama sarana angkutan laut kita belum memadai, nasib mereka selalu akan begitu: seperti ikan asin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus