Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

"Otokritik" Dan Rekonsiliasi ?

Manunggalnya rakyat & ABRI merupakan tema populer dikalangan pimpinan ABRI, terutama Menhankam M. Yusuf dan KSAD Widodo. ABRI merupakan kekuatan nasional yang menerima keanekaragaman masyarakat.

24 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NADANYA sama, walau yang mengucapkannya berbeda. Terutama Menhankam Jenderal M. Jusuf dan KSAD Jenderal Widodo, kedua tokoh utama ABRI ini belakangan mempopulerkan lagi kata "manunggalnya Rakyat dan ABRI." KSAD Jenderal Widodo dalam sambutan tertulisnya pada peringatan HUT ke-21 Kodam XIV/Hasanuddin 1 Juni yang lalu memerintahkan semua anggota TNI-AD, terutama anggota pimpinannya, agar meresapi doktrin-doktrin tentang sikap keprajuritan. "Hilangkan anggapan bahwa prajurit itu harus selalu bersikap keras, kasar dan angker terhadap rakyat untuk melaksanakan kewibawaannya." Kemudian, dalam amanatnya pada upacara bendera 17 Juni di Markas Besar TNI, Widodo mengatakan sebab musabab dari kerenggangan dan ketegangan sikap antara sesama komponen dan eksponen Orde Baru yang antara lain disebabkan oleh "sikap hidup beberapa gelintir manusia yang hidup secara berlebih-lebihan, yang kadang-kadang tidak disadari dan diinsyafi." Cara ini menurut Widodo, tidak sesuai dengan lingkungan kita dan akan berpengaruh negatif terhadap kemanunggalan rakyat termasuk ABRI-nya. Tak kurang dari itu, dalam rapat kerjanya dengan Komisi I DPR 9 Juni lalu, Menhankam/Pangab Jenderal M. Jusuf menjelaskan, bahwa masalah yang jadi titik perhatiannya ialah bagaimana meningkatkan kemanunggalan Rakyat dan ABRI. "Mendengung-dengungkan kembali masalah itu bukanlah karena adanya kerenggangan, tapi kebenaran sejarah membuktikan bahwa kemanunggalan Rakyat-ABRI merupakan kekuatan ampuh yang menyelamatkan bangsa dari segala bentuk ancaman." Menhankam M. Jusuf juga menegaskan adalah menjadi prinsipnya bahwa setiap tindakan yang diambil harus bersifat mendidik dan untuk memperkokoh persatuan bangsa. Karena itu dalalu menghadapi masalah-masalah akibat ekses Pemilu lalu dan Sidang Umum MPR 1978 penyelesaiannya jauh dari niatan mendiskreditkan segolongan tertentu dalam masyarakat. "Tindakan mendiskreditkan itu pada hakekatnya diri sendirilah yang didiskreditkan, karena kita adalah satu ikatan dalam masyarakat ujarnya. Dwi-fungsi Sementara itu Pangdam XIV/Hasanuddin Brigjen TNI Kusnadi pekan lalu mengemukakan, bahwa dalam masyarakat luas masih terdapat kekaburan tentang pengertian Dwi-fungsi ABRI, yang pada umumnya dihubungkan dengan ekses-ekses dari pelaksanaan tugas kekaryaan. "Petunjuk dan bukti berhasilnya pelaksanaan Dwi-fungsi ABRI adalah jika dalam jangka panjang makin sedikit anggota ABRI yang ditugas-karyakan dan makin banyak tenaga sipil yang melayani tugas pemerintah," katanya. Berbagai ucapan ini mengundang banyak suratkabar mengulasnya dalam tajuk rencana. Harian Merdeka malahan mengatakan bahwa ucapan itu merupakan bagian dari "otokritik" yang dilancarkan ABRI dalam tubuhnya sendiri. Menarik perhatian adalah Rapat Pimpinan Kowilhan II/Jawa-Madura-Nusa Tenggara di Surabaya 1-3 Juni yang juga mempunyai tema manunggalnya Rakyat-ABRI. Salah satu fokus perhatian Kowilhan II adalah pemantapan persatuan dan kesatuan nasional yang telah tercapai, dengan menunjuk bahwa "semua kekuatan sosial-politik sudah membuktikan sikapnya sebagai penganut Pancasila yang baik." Rapim menyimpulkan, agar terhadap berbagai keadaan tahun lalu, yang menimbulkan "salah mengerti," perlu segera dilakukan langkah-langkah rekonsiliasi -- atau pemulihan hubungan baik kembali. Kesimpulan lain menyebutkan bahwa sesuai dengan dasar negara Pancasila, maka tidak boleh ada satu unsur masyarakat pun yang ditinggalkan dalam kehidupan bernegara. Karena secara sosiologis, jika ada yang berada di luar sistim akan berarti tidak berfungsinya sistim itu sendiri. Untuk ini, Kowilhan II akan berusaha mengajak dan menjadi mediator bagi keikutsertaan seluruh golongan masyarakat dalam gerak nasional. Mungkin itu semua tanda bahwa ABRI sedang tampil sebagai kekuatan nasional yang dengan keyakinan diri, berani menerima hadirnya keaneka ragaman di masyarakat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus