Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Marginalia

Kebenaran Yang Harus Dicari

Karena manusia bersifat salah, maka manusia hanya dapat membuat dugaan. Dugaan berarti bukan kebenaran atau kepastian. Tetapi manusia mencari kebenaran dan yang dicapai tak pernah bulat.

24 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

COLOMBUS berangkat berlayar, dan menemukan Amerika. Apa sebenarnya yang ia cari? Ia meminta dari Raja Spanyol dua hal: kehormatan dan kekayaan. Ia akan mempersembahkan penemuan -- meskipun menurut sejarah sebetulnya tak jelas benar apa yang ingin ditemukannya. Ia agaknya, pertama-tama, cuma terbakar oleh satu keyakinan. Colombus yang membaca tulisan Marco Polo tentang perjalanannya ke Timur, juga membaca Kitab Edras pertama. Bumi bulat, kata "nabi" Edras. Colombus memang manusia abad ke-15 di Eropa. Ia tidak yakin akan ajaran yang didukung kalangan agama waktu itu, bahwa bumi berbentuk seperti pinggan, tidak seperti bola. Tapi ia tidak berniat murtad. Ia justru mengutip satu perbendaharaan keagamaan, meskipun mungkin tak begitu "resmi". Dengan kata lain, Colombus bukan seorang skeptis. Ia seorang yang percaya. Yang menarik ialah bahwa ia ternyata hanya separuh benar. Laut yang memisahkan "ujung Barat" dunia (Spanyol) dengan "ujung Timur" (Hindia) ternyata tidak sempit. Benua yang ditemuinya ternyata bukan "ujung" itu. Tapi barangkali sejarah memang terdiri dari penemuan-penemuan separuh benar, atau separuh salah, hingga kemajuan terjadi. Bahkan Colombus sendiri tampil dari sana. "Tak bisa dibayangkan Colombus begitu bersemangat menempuh maut membuktikan bumi bulat, seandainya bukan karena kesalahan yang merajalela bahwa bumi rata kayak pinggan ceper, seandainya tokoh-tokoh terkemuka dan berkuasa saat itu tidak menjadikannya semacam kebenaran ilahi." Kalimat terakhir tadi adalah kalimat dari seorang pengarang yang memakai nama "Sribulan" dalam majalah Horison, Mei 1978. Kalimat itu merupakan satu bagian dari sebuah pendapat, bahwa kesalahan, bukannya "kebenaran", yang jadi satu sendi perjalanan hidup kita. Sribulan mengutip kata-kata ahli fikir ilmu pengetahuan, Karl R. Popper, dalam Conjectures and Refutations: "Aku akan memperkenalkan pengetahuanku yang secuil ini agar yang lebih baik dari aku dapat mengkaji kebenaran, dan dengan demikian membuktikan serta mencela kesalahanku. Dan dalam hal ini aku akan berbahagia bahwa aku toh masih tetap salah satu alat yang memungkinkan kebenaran ini muncul." Karl R. Popper, demikian tulis Sribulan, menandaskan sekali lagi bahwa manusia bersifat salah. Karena itu manusia paling-paling hanya dapat melancarkan dugaan-dugaan (atau "conjectures") terhadap suatu perkara berdasarkan pengetahuannya yang lama. Dugaan itu adalah dugaan, tak pernah kebenaran atau kepastian. "Di atas dugaan-dugaan inilah hidup kita berjalan, di atas kesalahan dan kekeliruannya lah hidup kita berubah." Maka, dugaan ini tidak akan berarti kalau ia ditampilkan sebagai kepastian atau kebenaran. Artinya sengaja menghindar dari kemungkinan dipergoki salah. Dengan demikian, tulis Sribulan pula mengikuti Popper, "pernyataan semakin baik dan berarti kalau semakin menyediakan lebih banyak kesempatan untuk disalahkan, untuk ditolak." Benarkah Popper? Benarkah Sribulan? Ada kemungkinan bahwa dengan itu kita akan terjatuh ke dalam yang lazim dicontohkan sebagai "sophisme". Dengan "sophisme" seseorang mengatakan bahwa "tidak ada kebenaran". Padahal pernyataan "tidak ada kebenaran" itu bagi si pembicara adalah "kebenaran" juga. Popper mungkin agak meleset: kita hidup bukan untuk merumuskan suatu pernyataan yang salah. Manusia mencari kebenaran. Hanya ia harus selalu bersedia dengan pengakuan, bahwa yang ia capai tak pernah bulat. Bak kata-kata seorang guru yang bijak: "Memang berbahaya usaha mencari kebenaran, tapi lebih berbahaya lagi bila kita merasa telah mendapatkannya." Maka tak ada jeleknya kita merenungkan kata-kata di majalah Horison itu "Betapa malangnya dia yang ingin agar ucapan, dugaan dan pernyataannya diterima sebagai kebenaran dan kepastian yang tak tergugat." Colombus yang berangkat ke Hindia, ternyata menemukan Amrika.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus