Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pertemuan Di Pantai Kuta

Perdana menteri Lee Kuan Yew mengadakan kunjungan tidak resmi di Bali & bertemu dengan Presiden Soeharto. Masalah bilateral yang akan dibahas: mengenai kerja sama pengembangan P. Batam, penyelundupan dll. (nas)

24 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAYA percaya bahwa udara Bali yang segar akan membawa pengaruh menenangkan pada para pejabat dan menteri yang kecapaian." Begitu kata Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew pada Konperensi Puncak Asean di Bali bulan Pebruari 1976 lalu. Pekan depan, udara Bali yang segar itu akan dihirupnya lagi waktu ia bertemu dengan Presiden Soeharto dalam suatu kunjungan tidak resmi. Ini adalah pertemuan tidak resmi kedua antara keduanya sejak pertemuan pertama di Singapura tahun lalu. Lee Kuan Yew dan rombongannya, menurut rencana akan tiba di Bali 25 Juni mendatang dan akan tinggal sampai 27 Juni. Tiga kali pembicaraan direncanakan akan berlangsung dengan Presiden Soeharto, diselingi pertunjukan kesenian dan tentu saja main golf bersama di padang golf, Bedugul. Semua pembicaraan akan dilangsungkan di Pertamina Cottage di mana kedua rombongan akan menginap. Presiden Soeharto sendiri tidak akan membawa banyak pejabat. Rombongan resmi mungkin hanya terdiri dari tujuh atau delapan orang termasuk Menteri Sesneg Sudharmono, Waka Bakin Majen Benny Murdhani dan Sekmil Presiden Marsda Sugiri. Dari Deplu hanya Dirjen Protokol dan Konsuler Alexander Marentek. Apa saja yang akan dibicarakan? "Dalam suatu pertemuan informil, tidak ada agenda pembicaraan yang dipersiapkan lebih dulu," kata seorang pejabat yang akan menyertai rombongan Presiden. "Apa saja bisa dibicarakan tergantung siapa yang mau mengemukakan." Agaknya, itu pula sebabnya mengapa pemimpin-pemimpin Asean umumnya lebih menyukai pertemuan tidak resmi yang bebas dari tata cara protokoler. Lamban Setelah pertemuan tidak resmi antara Presiden Soeharto dan Perdana Menteri Malaysia Hussein Onn di Labuan, negara bagian Sabah bulan lalu, pertemuan Soeharto-Lee ini menjadi makin menarik. Bukan suatu rahasia lagi kalau masih ada semacam "ganjelan psikologis" dalam hubungan Indonesia-Singapura. Beberapa hal yang telah dirembug Soeharto dan Hussein Onn di Labuan bukan tidak mungkin akan muncul dalam pembicaraan di pantai Kuta nantinya. Salah satu daripadanya adalah masalah Brunei. Singapura konon kurang menyukai munculnya Brunei sebagai suatu isyu di kawasan Asean, apa lagi untuk menjadi bahan perdebatan. Hubungan Singapura dengan Brunei cukup erat. Wilayah Brunei cukup ideal sehingga dipakai sebagai tempat latihan prajurit Singapura. Hingga, kalau waktu batalyon Gurkha yang ditempatkan Inggeris di Brunei direncanakan akan ditarik, Brunei pertama kali memalingkan mukanya ke Singapura untuk mencari penggantinya. Menjelang kemerdekaan Brunei wajar kalau daerah kecil tapi kaya dalam lingkungan kawasan Asean ini menjadi perhatian negara-negara tetangganya. Semuanya ini tentunya tidak terlepas dari kerangka kerjasama Asean. Dan Singapura juga yang selama ini dianggap paling kurang puas dengan hasil kerjasama ekonomi Asean yang dianggap terlalu lamban. Sikap Singapura ini dapat dimengerti mengingat kondisi negerinya yang harus mendasarkan politiknya pada pertimbangan ekonomi untuk bisa survive. Batam Masalah bilateral yang akan dibahas kedua kepala negara adalah mengenai kerjasama ekonomi, termasuk partisipasi Singapura dalam pembangunan pulau Batam. Rencana pendirian suatu penyulingan minyak di pulau ini, yang akan merupakan usaha patungan Kuwait, Malaysia dan Indonesia, diperkirakan akan menguntungkan Singapura. Banyak perusahaan Singapura yang merencanakan untuk ikut tender kalau proyek itu dimulai. Faktor jarak yang dekat dengan Batam, yang dulu pernah dianggap ancaman, sekarang ini malahan dimanfaatkan Singapura. Mungkin malahan Singapura akan menanamkan modal untuk membangun hotel dan bidang pariwisata di Batam bagi pelancong-pelancong yang ingin berbelanja di Singapura. Menarik para turis untuk tidur di Batam, memang merupakan cara yang baik untuk membuat Kota Singa yang sesak itu sedikit bernafas. Dibekali pengalaman pariwisata, pembangunan hotel-hotel di Batam itu dengan sendirinya akan bisa menyerap tenaga kerja dari Singapura. Di samping itu 'Lee Kuan Yew kabarnya akan membicarakan permintaan bagi dihapuskannya pajak berganda terhadap barang-barang ekspor Indonesia. Juga tuntutan "hak menangkap ikan tradisionil" bagi nelayan Singapura di perairan Indonesia sebagai kelanjutan pengakuan prinsip Singapura pada Wawasan Nusantara. Soal penyelundupan Indonesia-Singapura masih merupakan duri di mata Indonesia. Walaupun Singapura belakangan sudah bersedia memberikan statistik perdagangannya dengan Indonesia, masih banyak hal-hal yang perlu dibereskan. Misalnya soal penyelundupan timah yang menyebabkan Singapura yang tidak menghasilkan timah dapat mengekspor timah ke negara lain. Masalah lain yang tentunya masuk agenda pembicaraan, menyangkut anak-anak dari Indonesia yang belajar di Singapura. Dubes Her Tasning, ketika datang melapor kepada Presiden baru-baru ini, mengemukakan kepada pers betapa makin banyaknya anak-anak orang berduit -- sampai pun di taman kanak-kanak -- yang dikirim sekolah ke Singapura. (lihat Pendidikan ). Kedua kepala negara mungkin sekali juga akan membicarakan hasil pertemuan para Menlu Asean di Pattaya pekan lalu, yang menyinggung kemungkinan perlunya Konperensi Puncak Asean sekali lagi. Sikap Singapura sendiri tercermin dari ucapan Menlu S. Rajaratnam yang beranggapan "konperensi tingkat puncak itu perlu, tapi tidak urgen." Di atas segalanya, jelas hubungan Indonesia-Singapura makin bertambah erat beberapa tahun terakhir ini. Salah pengertian dan hambatan-hambatan psikologis makin jauh berkurang, sekalipun dalam beberapa isyu bilateral masih nampak adanya perbedaan yang sulit untuk dipecahkan karena masing-masing pihak tetap bersikeras mempertahankan kepentingan nasionalnya. Dari pengalaman diketahui, banyak masalah kedua negara yang baru dapat dipecahkan melalui pertemuan puncak Soeharto-Lee Kuan Yew, tapi proses penyelesaiannya oleh pejabat bawahan cenderung untuk terulur berkepanjangan. Apakah udara Bali yang segar akan dapat menguraikan keruwetan masalah-masalah kedua negara, masih harus ditunggu hasilnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus