Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

'Provokator' Menggugat

30 Januari 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yorrys Raweyai bertekad menggugat Thamrin Amal Tamagola, pengamat sosial Universitas Indonesia, yang menudingnya sebagai provokator kerusuhan terakhir di Maluku. ''Saya sedang mengumpulkan bukti," katanya. ''Akan saya ajukan dia ke pengadilan." Dalam pernyataannya pekan lalu, Thamrin memang mengungkapkan sejumlah nama berkaitan dengan konflik berbau suku dan agama di Maluku itu: Jones Salmon Serpara (Buce), Yorrys Raweyai, Dicky Wattimena, dan Sultan Ternate. Thamrin tak hanya harus menghadapi Yorrys, melainkan juga Buce, aktivis Kristen berusia 61 tahun. Berbicara kepada TEMPO dari tempat persembunyiannya di Jakarta —"Nyawa saya terancam karena tuduhan provokator itu"—Buce menampik tudingan dan berniat mengajukan Thamrin ke meja hijau. Dia mengatakan bahwa apa yang ditudingkan Thamrin adalah isi sebuah selebaran yang menilik isinya berasal dari kelompok Kristen. Baik Yorrys maupun Buce mungkin punya motif. Namun, motif saja memang tak otomatis bisa dipakai memvonis seseorang terlibat dalam kejahatan. Buce, pria gaek kelahiran Saparua ini, adalah aktivis Kristen yang kental. Lulusan Universitas Kristen Indonesia (Jakarta) ini pernah menjalani profesi guru, wartawan, anggota DPR, sebelum pada 1960-an menjadi staf penerangan pemerintahan sementara Republik Indonesia yang berkantor di Irianjaya. Di Irianjaya itulah, pada 1989, dia mendirikan Yayasan Laskar Kristus—sebuah lembaga yang menurut dia bertujuan sosial: membantu pembangunan gereja dan pendidikan anak-anak. Buce pulang ke kampungnya, Waipia, Maluku Tengah, pada Januari 1999—hampir bersamaan dengan merebaknya kerusuhan pertama di Ambon. Dia juga berada di Ternate, Maluku Utara, akhir 1999 lalu—tak lama sebelum pembantaian orang Islam terjadi. Namun, dia membantah punya kaitan dengan peristiwa itu. ''Saya datang ke Ternate untuk bertemu dengan teman lama saya," katanya. Akan halnya Yorrys, ini bukan tudingan pertama. Tahun lalu, Abdurrahman Wahid, sebelum jadi presiden, pernah pula menyebutnya sebagai provokator kerusuhan Maluku, yang berkepanjangan itu. Dia memang mudah dijadikan ''kambing hitam". Aktivitas dan reputasinya sebagai Ketua Presidium Pemuda Pancasila—organisasi yang dekat dengan kalangan militer—sangat dikenal. Abdurrahman secara tersirat dulu mengaitkan operasi Yorrys dengan keterlibatan Cendana. Kerusuhan terjadi setiap kali Soeharto dihujat-hujat. Dan kini, Thamrin menunjuk kemungkinan kaitan para provokator itu dengan Jenderal Wiranto. Kerusuhan memuncak ketika para jenderal diperiksa dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia. Meski Abdurrahman Wahid tak bisa membuktikan keterlibatannya, Yorrys tampaknya memilih mengalah kala itu. Namun, kali ini tidak. Dan Thamrin pun jadi ragu-ragu. Sosiolog yang tergabung dalam Tim Wapres untuk Maluku itu bahkan mengakui kelemahan tuduhannya. ''Setelah mengkaji ulang, ternyata data itu sangat lemah," katanya. ''Karena itu, saya telah meminta maaf kepada Yorrys dan Buce." Dia masih berkeras dengan dua lainnya. Kelik M. Nugroho, Setiyardi, dan Arif A. Kuswardono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus