Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Santer terdengar kabar, pemerintah tengah gencar melobi FPP agar bersedia "menukargulingkan" soal netralitas pegawai negeri sipil (PNS) dengan daerah pemilihan di tingkatkabupaten. Fraksi itu memang paling ngotot mempertahankan prinsip bahwa setiap PNS tak boleh menjadi anggota atau pengurus partai politik (parpol). Karena itu, Jumat kemarin Menteri Dalam Negeri perlu menggelar sebuah pertemuan dengan nama mentereng: "lobi tingkat tinggi". Apa saja isi pertemuan itu? Bagaimana sikap Fraksi Kakbah tentang tiga hal yang masih mengganjal RUU politik? Berikut petikan wawancara wartawan TEMPO I G.G. Maha Adi dengan Drs. Zarkasih Nur, Ketua FPP DPR yang menghadiri pertemuan tersebut.
Apa yang dibicarakan pada pertemuan itu?
Setelah pembahasan macet, kita melakukan lobi-lobi di DPR. Tapi tetap tidak berhasil. Nah, baru Jumat itu bisa ketemu, antara Menteri Dalam Negeri dan pimpinan DPP. Agendanya, mempertemukan pendapat mengenai tiga hal krusial, yaitu status PNS, kursi ABRI, dan varian sistem proporsional. Ada beberapa titik terang. Pertama, pemilu harus dilaksanakan tepat waktu, 7 Juni 1999. Kedua, pembahasan RUU politik harus selesai 28 Januari nanti, apa pun caranya. Ketiga, PNS harus tetap netral, tidak boleh menjadi anggota ataupun pengurus parpol. Namun pengaturannya tidak dalam UU politik, melainkan peraturan pemerintah (PP). Mungkin ada yang mengatakan PP tidak pas, tapi nanti kalau diperlukan, UU Kepegawaian bisa diubah atau dengan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Yang penting kan substansinya. Dan PP yang menjamin kenetralan birokrasi itu harus selesai sebelum 28 Januari.
Sebelumnya pun fraksi Anda sudah gencar dilobi Golkar dan pemerintah?
Banyaklah caranya, misalnya yang kemarin itu mereka istilahkan pertemuan tingkat tinggi, padahal saya tidak merasa tinggi.
Benarkah rancangan PP itu sudah disiapkan pemerintah?
Ya, sudah disiapkan sejak beberapa minggu lalu. Isi PP itu pada dasarnya tetap berpegangan pada prinsip bahwa PNS tidak boleh menjadi anggota dan pengurus parpol. Itu harus disebutkan.
Jadi, Anda sudah membaca drafnya?
Belum. Tapi, kalau berdasarkan keinginan pemerintah selama ini, kan seharusnya berbunyi seperti itu.
Mendagri pernah membicarakan draf itu dengan Anda?
Pernah. Waktu itu dikatakan Mendagri, salah satu pasal menyatakan PNS boleh memilih dan duduk sebagai pengurus parpol dengan status cuti di luar tanggungan negara. Tapi kita keberatan karena itu belum mencerminkan netralitas. Cuma sampai di situ pembicaraannya.
Pada pertemuan Jumat itu, apakah Mendagri menyinggung kembali masalah ini?
Tidak. Pada pertemuan itu Mendagri hanya bertindak sebagai moderator.
Bagaimana perdebatan mengenai PNS pada pertemuan itu?
Yang ramai terutama dari Golkar. Mereka selalu bilang bahwa kita sudah meratifikasi konvensi internasional yang mencantumkan jaminan hak setiap orang untuk memilih dan dipilih. Dan itu adalah hak asasi yang harus dihormati. Tapi jawaban kita gampang saja, bahwa menurut ketetapan MPR hak asasi itu bisa dibatasi dengan undang-undang. Soalnya, kalau PNS diizinkan menjadi pengurus parpol dengan status cuti di luar tanggungan negara, artinya mereka bisa kembali lagi sebagai pegawai negeri. Dan meskipun suatu waktu ia keluar dari partainya, tidak otomatis memutuskan hubungan dengan partainya. Jadi, kami berpendapat yang ingin menjadi pengurus partai harus berhenti sebagai PNS.
Kalau soal varian sistem proporsional dan kursi ABRI?
Itu belum dibahas karena waktunya sudah habis.
Jika Golkar ngotot soal daerah pemilihan di tingkat kabupaten, bagaimana sikap FPP?
Kalau tidak voting, ya walk out. Karena, kalau sistem itu yang dipakai, Golkar akan kembali menguasai 50 persen suara. Bupati dan camat itu kan milik dia semua.
Apa yang disampaikan Jenderal Wiranto pada lobi Jumat itu?
Salah satunya beliau mengatakan bahwa keberadaan Fraksi ABRI di DPR hendaknya tidak dilihat dari jumlah dan persentasenya, tapi dari tingkat efektivitasnya.
Artinya ABRI ttap meminta 40-55 kursi?
Ya, kira-kira sejumlah itulah yang mereka anggap efektif. ABRI kan menghendaki 55, FKP 40-an, sedangkan PDI tidak punya pendapat. Kalau FPP awalnya menghendaki 15 saja, tapi terakhir kita tawarkan 25. Kita memperkirakan akan ada sekitar 10 komisi, dengan 2 orang untuk setiap komisi.
Apa dasar argumentasi ABRI?
Mereka ingin duduk di semua subkomisi. Diperkirakan akan ada sekitar 40 orang di komisi dan subkomisi. Empat sisanya untuk jabatan pemimpin fraksi.
Bagaimana dengan usul PKB-PAN untuk tidak memberikan hak suara bagi F-ABRI?
Itu ditanggapi sinis oleh ABRI. Mereka bilang, kalau memang tidak diperlukan, ya, dibuang saja.
Anda optimistis RUU politik ini bisa disahkan tepat waktu?
Saya pesimistis, karena Golkar mengatakan masih ada perbedaan penafsiran terhadap kenetralan PNS ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo