Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

"Teroris Itu Menangis: Kamu ..."

7 orang RMS menduduki konsulat RI di Amsterdam. 25 orang disandera selama 10 hari. Para sandera di perlakukan dengan baik. Gedung konsulat sulit dijaga karena ada juga kantor lain disitu. (nas)

10 Januari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KONSULAT RI di Amsterdam ter letak di Brachthuijstraat. Jalan ini tidak panjang, hanya sekitar 100 meter saja. Tidak jauh dari taman Vondel yang kini tidak mempunyai penghuni karena semua tanaman gundul dan cuaca dingin menusuk tulang. Gedung konsulat mempunyai lantai 4. Dipakai untuk Sekolah Indonesia (SD dan SMP), Nitour, Intras dan konsulat sendiri. Palin atas ada aula di mana sering diadakan pesta-pesta untuk kepentingan konsulat atau perusahaan yang berkantor di situ. Kejadian penyanderaan 7 orang Maluku ini cepat sekali. Bustomi yang baru pertama kali ditempatkan di luar negeri oleh Deplu memang mendengar ada yang berkata: "Eh, lihat ada orang mbon kemari". Bustomi menjawab: "Ah, di sebelah situ kan juga ada Ambon". Berkantor di tingkat II, sekitar jam 12.00 siang itu baru saja mereka selesai mengadakan patungan untuk beli lotre. Pembajak masuk dan yang ada di dalam tidak bisa keluar. Dua orang anaknya yang bersekolah di situ turut tersekap, tapi Bustomi sendiri berhasil keluar lewat jendela dengan mempergunakan talirami pengikat surat-surat. Selamat dengan tulang telapak kaki retak. Frans Maramis, pegawai lokal konsulat, yang sekitar jam 10.00 pagi sudah berangkat untuk beli lotre ("karena takut habis") kembali lagi ke kantor sekitar jam 12.00. Belanda di seberang konsulat berteriak: "He, jou, komt hier! Niet naar binnen". Frans malah maki-maki Belanda tersebut Setelah membuka pintu konsulat tidak bisa terbuka, ia berteriak kembali: "What is er?" Si Belanda mengatakan bahwa konsulat sudah diduduki oleh orang RIS. Sepuluh menit kemudian banyak orang sudah tahu bahwa konsulat RI diduduki orang-orang RMS. Sampai 361 Jam. Toko Mati Rezeki Daerah sekitar konsulat terus ditutup. Polisi, 150 marine, 12 penembak ulung, pasukan anti gerilya, tank, aparat pendengar semua dipasang dan berjaga-jaga mirip ada perang. Daerah tersebut adalah daerah tempat tinggal di pertokoan. Toko mati rezekinya dan mereka yang tinggal di sekitar konsulat diliputi ketakutan. Polisi melarang gerakan mereka keluar masuk rumah, kain tirai harus ditutup, lampu tak boleh dinyalakan pada malam hari. Bagi mereka yang mempunyai jendela strategis ke arah konsulat, asal saja tidak dimonopoli oleh pihak keamanan, bisa menyewakan jendelanya pada para wartawan. Hotel atau katakanlah losmen Cok tiba-tiba jadi terkenal. Di losmen ini keluarga yang disandera menanti. Siang dan malam. Bahkan ada yang menginap. Juga para wartawan dari beberapa negara. Bar Cok jadi laris. Pesawat telpon apalagi. Semua menanti peristiwa menyerahnya ketujuh RMS tersebut. "Kita semua hanya menanti kejadian 5 menit saja", kata wartawan Het Parool. Di dalam losmen Cok bosan dan jenuh, di luar cuaca dingin bukan kepalang. Tanggal 19 Desember jam 12.00 penyanderaan selesai. Keluarga dan yang disandera berderai air mata. Tujuh RMS digiring ke kantor polisi dan 75 orang yang jadi sandera selama 16 hari dibawa ke Jawatan Kesehatan Kota. "U mau apa lagi? Mau minum apa?" tanya Pegawai Kesehatan pada semua yang hadir dalam ruangan besar. Mereka adalah yang disander dan para keluarga. Orang-orang RMS memperlakukan mereka baik sekali", kata Dubes Sutopo Yuwono. "Bahkan ketika Saka dibawa ke rumah sakit ada di antara mereka yang menangis dan berkata: kamu jangan mati ya". Tambah Sutopo: "Ini buktinya mereka tidak mempunyai organisasi yang baik. Maksud saya kalau orang-orang PLO tidak pernah mengadakan hubungan dengan yang disandera, sebab sebagai manusia, dia nanti akan lemah". "Saya sembunyi di kantor saya, tingkat III", kata Panji Ashari, pegawai bagian Penerangan konsulat. Panji bisa sembunyi sampai 3 hari. "Lemes-sih, tapi kalau haus saya tahan", katanya. Saking capenya Panji tertidur. Bujang yang akan menikah dengan gadis Belanda ini ngorok mungkin ngoroknya keras sekali, sampai dia ketahuan. "Keadaan yang sudah baik, jadi tegang lagi". Kata nyonya Nunuk Rahardjo, "gara-gara mereka menemukan Panji". "Kami dikumpulkan dalam satu kamar besar. Kamarnya Pak Konsul", kata Suhirman manager Nitour Belanda. "Yang perempuan dibaris di dalam dan yang laki dibaris dekat jendela. Katanya biar kalau ada apa-apa laki-laki dulu yang berada di depan. Kami cukup makan. Bahkan ada yang tanya: siapa mau tambah ? Rokok boleh minta apa saja, toh mereka tinggal pesan lewat polisi". Dua kali mereka bisa merasakan nasi goreng karena ada dua sandera yang ulang tahun." Tapi brengsek, masa kita disuruh cuciin bajunya mereka", kata Nunuk. Nus Sumarno yang dijadikan kepala dari yang disandera bahkan harus mengatur kebersihan ruang dan kamar mandi. "Kami boleh mandi selama 10 menit, 2 orang", kata Nunuk. Sulit Dijaga Kantor konsulat ini memang sulit dijaga. "Karena ada kantor lain di situ juga", kata Sutopo Yuwono. rambah Pak Topo: "Mudah-mudahan saja Jakarta akan memberikan kami biaya setelah kejadian ini, sebab unluk beli tralies saja kami tidak ada biaya. Padahal penyanderaan itu hanya persoalan beberapa menit saja. Kalau si penyandera sudah masuk, biar di luar ada satu batalyon, toh tidak bisa apa-lpa. Di samping pemerintah Belanda teledor, sebab sudah ada Beilen, kita kok tidak dijaga". Sampai Januari ini, konsulat belum lagi kembali bekerja. Semua mengadakan kegiatan di rumah Konsul Jenderal yang kini dijadikan kantor. Tentu dengan penjagaan tentara dan karung pasir dan tank. Konon pegawai lokal -- baik yang disandera naupun yang selamat berada di luar - hingga akhir Desember belum digaji penuh. Tidak ada uang, dengan janji nanti akan digaji sisanya kalau uang dari Jakarta sudah tiba. Sementara di setiap rumah pegawai home staff setiap hari dan malam dijaga oleh paling tidak 2 orang polisi Belanda. Setiap jam 11 00 dan 11.00 malam, ganti jaga. Rumah-rumah di Belanda jarang yang luas. Jadi bisa dibayangkan bagaimana rikuhnya memr nyai ruang duduk yang selalu ada Polisi siang malam. Pak Slamet sekretaris Dubes Sutopo Yuwono dengan guyon berkata: "Rasanya malah kita yang jadi tawanan sekarang". Sampai kapan rumah homestaff diinapi polisi? Jawab yang lain: "Sampai keadaan dirasa aman".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus