Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Dari Mana "RMS" Bersenjata ?

Organisasi-organisasi maluku selatan memperoleh senjata dengan jalan membeli secara gelap atau mencuri dari tangsi belanda. Pemerintah belanda belum bertindak tegas. (nas)

10 Januari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SERENTETAN peristiwa pembajakan yang dilakukan oleh pemuda-pemuda "RMS" di Negeri Belanda telah membangkitkan pertanyaan: seberapa luas pemilikan senjata api di antara mereka? Seorang Maluku Selatan yang dikutip oleh koran Belanda NRC-Handelsblad menyebutkan bahwa tiap pemuda Maluku Selatan punya senjata. Info ini tidak banyak berbeda denan angka yang dikemukakan dari kalangan yayasan Door de eeuwen trouw, yakni 99,9%. Ada berbagai cara bagi pemuda-pemuda itu untuk mendapatkan senjata api secara tidak sah. Senjata itu bisa dibeli, seringkali di Belgia, tapi juga di Negeri Belanda. Contohnya senjata yang digunakan dalam penyerbuan rumah kediaman dubes Indonesia di Wassenaar, tahun 1970. Menurut penyelidikan polisi Belanda, senjata itu dibeli pada seorang yang bernama Derk K. di kota Enschede, yang bersama saudaranya Rika membuka toko alat-alat besi - sekaligus menjual senjata gelap. Bulan September yang lalu dua orang Maluku ditangkap di Smilde karena terlibat dalam perdagangan senapan-senapan mesin eks PD II. Sebelumnya, pada bulan April tahun yang sama, dua pemuda Maluku ditahan di Kaatsheuvel, Brabant, ketika baru pulan dari berbelanja di Belgia: di dalam mobil mereka ternyata ditemukan sepucuk senapan semi-otomatis, 2 senapan flobert dengan teropong pembidik, sebuah senapan berburu berlaras tunggal, dan 500 butir peluru. Namun di samping perdaganan gelap dan penyelundupan senjata dari negeri-negeri tetangga Belanda, ada juga yang memperoleh senjatanya secara cuma-cuma: dengan mencurinya dari tangsi tentara. Tahun 1973 dua orang pemuda Maluku ditangkap di Apeldoorm karena mencuri senjata dari tangsi. Bulan Mei tahun 1975 peristiwa selupa terulang lagi dengan pelakunya 3 orang Maluku di Breda. Bulan Juni 1975 seorang Maluku ditahan di Assen karena kedapatan mencuri sepucuk senapan Fal dari tangsi di mana dia sendiri pernah tinggal sebagai tentara wajib-latih. Pemuda-pemuda Maluku itu sudah tidak sembunyi-sembunyi lagi dalam urusan pemilikan senjata itu. Itu dapat disimpulkan dari ucapan ketua Angkatan Muda MaluJu Merdeka, Ftti Aponno yang telah menuntut supaya Korps Penjaga Kearnanan (KPK) -barisan pengawal pribadi ir. Manusama - dipersenjatai secara legal. Adapun ir. Manusama sendiri, yang menyebut dirinya "presiden" RMS, sampai bulan Juli 1974 masih berpura-pura tidak tahu-menahu tentang persenjataan para pemuda itu. Waktu itu di terowongan IJ di Amsterdam baru saja ada 9 pemuda Maluku ditahan polisi, karena membawa-bawa 2 senapan mesin, 4 pucuk pistol lengkap dengan amunisinya. Pemuda-pemuda itu mengaku bahwa mcreka termasuk pengawal pribadi ir. Manusama, dan setelah bertugas di flat "presiden"nya sedang menuju ke rumah mereka di Friese Marum. Komentar ir. Manusama waktu itu: "Ini meninlbulkan kesan pada masyarakat Belanda lahwa setiap orang Maluku keliling dengan senjata api. Padahal tentu saja itu tidak benar. Paling banter hanya ada segelintir yang puny. senjata. Itu pun bukan untuk maksud-maksud buruk, tapi sekedar untuk bela diri". Siaran TV Sebelum peristiwa pembajakan awal Desember lalu, masalah itu belum banyak disoroti oleh pemerintah dan parlemen Belanda. Masalah ini pernal ditanyakan oleh anggota parlemen dari partai VVD, Geertsema, 4 tahun yang lalu. Sekretaris negara bidang Kehakiman waktu itu, Wiersma, memanr menyatakan bahwa organisasi-organisasi "para-militer" Maluku Selatan ilu perlu ditindak. Namun terbentur pada tafsiran undang-undang yang melarang organisasi sejenis itu, tertanggal 22 April 1855. 20 Januari tahun lalu hal itu diingatkan lagi oleh 2 politisi VVD lainnya, Keja dan Geurtsen, gara-gara siaran TV yang mempertontonkan latihan kemiliteran kelompok-kelompok pemuda Maluku Selatan di Negeri Belanda. 4 bulan kemudian baru keluar jawaban dari pemerintah, lewat surat. Menanggapi siaran TV itu, Menteri Kehakiman Van Agt dalam suratnya tanggal 14 Mei 1975 menjelaskan bahwa kelompok pemuda Maluku Selatan itu tergolong dalam organisasi yang terlarang menurut UU tentang Korps-Korps Pertahanan. Namun tanpa mengambil tindakan apa-apa, Menteri Van Agt hanya meminta pengawasan polisi dan aparat kementeriannya terhadap organisasi-organisasi Maluku Selatan itu. Sebelumnya, pada tanggal 22 Januari 1975 Kementerian Kebudayaan, Rekreasi & Sosial (CRM) bersanla sebuah komisi tetap parlemen Belanda telah mengundang 2 kelompok Maluku Selatan untuk berapat dalam ruang tertutup secara bergiliran. Kelompok pertama yang pro-Indonesia, sangat menekankan bahaya pemuda-pemuda Maluku Selatan yang bersenjata itu. Namun terhadap kelompok kedua yang pro RMS anggota-anggota parlemen itu kabarnya tidak mengusut lebih jauh seberapa kuat persenjataan mereka dan apa sesungguhnya peranan "hansip" dan "pasukan pengawal" mereka. Baru setelah insiden di Beilen di mana tiga orang Belanda ditembak mati oleh pemuda-pemuda berandal ini. Kementerian Kehakiman Belanda memutuskan untuk membentuk kelompok studi yang bakal mempelajari cara-cara menanrani organisasi-organisasi bersenjata Maluku Selatan di sana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus