TAHUN 1986 Universitas Indonesia akan boyong. Pindah ke daerah
Depok. Sekitar 25 km ke arah selatan dari kampus yang sekarang.
Di lingkungan kebun pepaya, singkong dan rambutan, kampus baru
itu memang lebih nyaman daripada pusat kota yang berisik.
Rencana induknya sudah dibuat. Bagaimana bentuk kampus baru itu
delapan tahun mendatang juga sudah bisa dibayangkan dari sebuah
maket yang tersimpan di Jalan Salemba 4. Berdiri di atas tanah
seluas 300 ha, seluruh bangunannya akan menghabiskan Rp 40
milyar.
Mungkin nantinya UI akan merupakan kampus yang terbesar di
Indonesia. Selain gedung utama untuk perkuliahan, sudah tentu
ada asrama yang cukup besar. Lapangan bola dan kolam renang juga
tersedia. Semua itu mulai dibangun Desember mendatang.
"Kami tak pernah menduga kalau bakal dapat kampus baru," kata
Rektor UI, Prof Dr Mahar Mardjono. Ini bisa difahami. Sebab
sejak kepemimpinan rektor lama, ir. Soemantri Brodjonegoro,
rencana perluasan kampus perguruan tinggi itu, belum sampai pada
pembangunan kampus baru dan menyeluruh di atas sebidang tanah.
Paling-paling melaksanakan pembangunan gedung baru di atas tanah
yang sudah ada atau perbaikan gedung lama, baik yang di Salemba
maupun Rawamangun.
Baru pada akhir tahun 1973, beberapa lama setelah Mahar Mardjono
dilantik sebagai rektor UI, datang kabar baik. Menteri P & K
Syarif Thayeb ketika itu memberitahukan kepadanya tentang
rencana pembuatan kampus baru untuk UI. Sawangan dan Gunung
Putri dicalonkan untuk menggantikan Salemba dan Rawamangun. Tapi
karena kedua daerah itu terlalu jauh, Mahar lalu mengusulkan di
Depok saja.
Selain faktor lingkungan yang sudah begitu ramai menjepit kampus
yang sekarang, pertumbuhan UI memang sudah meminta perluasan
yang cukup. Jumlah mahasiswanya sekarang 10.000 Iebih. Kalau
diperhitungkan dalam 10 tahun mendatang jumlahnya akan mencapai
20.000.
Jika kampus baru di Depok itu selesai, kampusnya yang lama akan
tetap jadi milik UI. "Kampus lama tetap akan jadi milik UI. UI
tidak bermaksud menjualnya," kata Mahar Mardjono.
Di situ nantinya akan dipusatkan penyelenggaraan kursus-kursus,
konperensi dan pendidikan pasca sarjana. Sedang yang di
Rawamangun akan diserahkan kepada IKIP.
Fakultas Kedokteran akan mendapat giliran paling belakang
diboyong ke Depok. FKUI tetap akan bertahan di tempat lama,
karena fakultas tersebut tak bisa dipisahkan dari pusat
pendidikan prakteknya di RS Cipto Mangunkusumo yang terletak di
belakang.
Pembebasan tanah untuk kampus baru itu menurut Mahar Mardjono
berjalan lancar-lancar saja. Dilaksanakan oleh pihak agraria
Departemen Dalam Negeri, sejak 2 tahun yang lalu. Semua tanah
penduduk yang terkena proyek sudah diganti. Kecuali tanah
pekuburan. Karena pemiliknya meminta harga lebih tinggi. Ada
tiga desa yang terkena pembebasan, masing-masing Pondok Cina,
Kukusan dan Srengseng.
Bekas Tentara
Menurut maket, kampus UI itu nantinya akan menghadap ke timur,
berhadapan dengan jalan Jakarta-Depok. Tetapi belakangan
diketahui, bahwa di belakang tanah calon kampus itu bakal
membentang jalan Jabotabek. "Kalau begitu kita harus membalikkan
maket ini," ujar Mahar Mardjono.
Sejak dua tahun pembebasannya, tanah yang berbukit-bukit di
pinggir jalan Jakarta-Depok itu, sekarang mulai ramai digarap
orang. Mereka menanam singkong atau pepaya di situ. "Nanti
kalau UI mau bangun kita sukarela meninggalkan tanah ini,"
sahut Nisan, 54 tahun, penduduk asli di daerah itu. Sejak dulu
ia memang bercocok-tanam di atas tanah tersebut. Hampir 1000 mÿFD
tanahnya yang kena pembebasan dan sudah dibayar.
Ketika pembangunan kampus di Rawamangun dulu, begitu juga.
Setelah dibebaskan ada orang yang memanfaatkan tanah yang
belum segera dibangun. Tapi ketika sampai saatnya mereka tak
mau bergerak. Mereka baru pergi setelah diberi pesangon.
Mahar Mardjono tak mau berhadapan kembali dengan pengalaman
lama itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini