Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Seperti Kartini yang memperjuangkan kesetaraan bagi perempuan Indonesia, tiga perempuan penyandang disabilitas ini juga punya andil dalam memperjuangkan kesetaraan akses bagi penyandang disabilitas. Kiprah mereka diakui oleh masyarakat Indonesia sampai dunia internasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca: 3 Cara Seru Memperingati Hari Kartini
Tiga perempuan itu adalah Ariani Soekanwo, tunanetra yang juga Ketua Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Disabilitas; Risnawati Utami, pengguna kursi roda yang kini menjadi satu dari sembilan anggota komite Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa Bangsa atau HAM PBB pada konvensi untuk hak penyandang disabilitas; dan Angkie Yudistia, insan tulis bos dari Disable Enterprise. Mari kita telusuri jejak mereka bertiga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
1. Ariani Soekanwo
Ariani Soekanwo. ppuapenca.org
Ariani Soekanwo adalah Ketua Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Disabilitas. Sejak 1998, Ariani bersama beberapa aktivis politik dan Hak Asasi Manusia membuat sebuah organisasi advokasi bagi penyandang disabilitas untuk mempergunakan hak politiknya. "Saat itu, belum banyak pihak yang mengetahui tentang seluk beluk penyandang disabilitas. Banyak yang berpikir penyandang disabilitas tidak dapat memberikan hak pilih mereka," ujar Ariani saat diwawancara di kantor PPUA, Rawamangun, Maret 2019.
PPUA melakukan sosialisasi hampir di setiap ajang pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah. Tak hanya kepada para penyandang disabilitas, PPUA juga melakukan sosialisasi pada lembaga pemerintah dan penyelenggara pemilu, seperti KPU dan Bawaslu.
Perjuangan yang terus digaungkan PPUA hingga saat ini adalah standardisasi terhadap Tempat Pemungutan Suara atau TPS yang dapat diakses, pendaftaran terhadap pemilih psikososial di dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), dan penghapusan syarat sehat rohani dan jasmani yang seringkali merugikan hak disabilitas untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, kepala daerah, atau penyelenggara pemilu.
Baca juga: Dialog dengan Kartini Kemenkeu, Sri Mulyani Petik 5 Hal Penting
Selain PPUA, Ariani adalah pendiri gerakan advokasi bagi penyandang disabilitas lain seperti Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) dan Gerakan Aksesibilitas Untuk Nasional (GAUN). Alumnus Antropologi Universitas Padjadjaran ini juga salah satu inisiator pendirian organisasi Tunanetra terbesar di Indonesia (Pertuni) pada 1960.
Selanjutnya: Risnawati Utami
2. Risnawati Utami
Risnawati Utami, 45 tahun, penyandang disabilitas dari Indonesia pertama yang masuk dalam komite HAM PBB untuk Convention for Rights of People with Disability (CRPD) atau konvensi untuk hak penyandang disabilitas.
Risnawati Utami adalah satu dari sembilan anggota komite Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa Bangsa atau HAM PBB pada Convention for Rights of People with Disability (CRPD) atau konvensi untuk hak penyandang disabilitas. Ini kali pertama Indonesia memiliki perwakilan di treaty bodies Dewan HAM PBB.
Lulusan Master of Law dari Brandies University, Boston, Amerika Serikat ini mengkampanyekan inovasi mekanisme pelaporan HAM secara terstruktur dan berdasarkan data yang valid. "Pelaporan tidak lagi berdasarkan daftar yang diajukan Sidang Dewan HAM PBB, melainkan dari kejadian yang dialami warga negara peratifikasi konvensi HAM PBB," ujar Risnawati.
Selama ini, negara-negara peratifikasi konvensi HAM PBB wajib membuat laporan tentang implementasi konvensi HAM kepada Treaty Bodies PBB. Laporan tersebut biasanya didasarkan pada poin rekomendasi dari komite yang ada pada treaty bodies PBB.
Selanjutnya: Angkie Yudistia
3. Angkie Yudistia
Angkie Yudistia di kampanye #SiapaBilangGakBisa, di Jakarta Selatan, Selasa 14 Agustus 2018. TEMPO/Astari P Sarosa
Angkie Yudistia adalah CEO Disable Enterprise, sebuah perusahaan yang memiliki orientasi pada sosial bisnis for society profit. Perusahaan ini melakukan pemberdayaan kepada para penyandang disabilitas agar dapat produktif di lapangan kerja tertentu.
Disable Enterprise membantu mencari perusahaan yang bisa menerima difabel untuk bekerja. Perusahaan ini tidak berfokus pada satu jenis ragam disabilitas, melainkan berbagai ragam disabilitas yang diakomodasi oleh Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Selain menjadi CEO muda di sebuah perusahaan, Angkie Yudistia juga berprestasi di vidang modelling. Angkie adalah finalis Abang None 2008 mewakili Jakarta Barat. Angkie menjadi utusan Indonesia pada Asia-Pacific Development Center of Disability di Bangkok, Thailand.