Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

33 Tahun Sultan Hamengkubuwono IX Wafat, Pernah Membuat Sukarno Menangis

Hari ini, 33 tahun lalu Sultan Hamengkubuwono IX wafat di Washington DC. Kiprahnya dalam kemerdekaan Indonesia teruji. Ia membuat Sukarno menangis.

2 Oktober 2021 | 16.25 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sultan Hamengkubuwono IX setelah dinobatkan, 18 Maret 1940. Dok. Perpustakaan Nasional/ Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Gusti Raden Mas Dorodjatun adalah atau dikenal dengan nama Sri Sultan Hamengkubuwono IX adalah Sultan Yogyakarta yang kesembilan dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang pertama serta Wakil Presiden Indonesia yang kedua (1973-1978).

HB IX lahir pada 12 April 1912 di Ngasem, Sompilan, Yogyakarta dan merupakan anak dari HB VIII dengan Raden Ajeng Kustilah. Sejak umur empat tahun, HB IX hidup terpisah dari keluarga keraton dan dititipkan kepada satu keluarga Belanda. Sejak kecil, HB IX sudah mendapatkan pendidikan Belanda, dimulai dari TK Frobel School, Eerste Europese Lagere School B, Neutrale Europese Lagere School, HBS Semarang, HBS Bandung, dan mengenyam pendidikan tinggi di Universitas Leiden.

Belum sempat menyelesaikan studinya di Belanda, HB IX dipanggil oleh Keraton untuk pulang. Pada 22 Oktober 1939, HB VIII wafat dan membuat Dorodjatun sebagai putra mahkota mengumpulkan keluarga Keraton untuk bermusyawarah siapa yang akan menggantikan HB VIII. Pada akhirnya, keluarga Keraton sepakat bahwa Dorodjatun akan menggantikan HB VIII.

Penobatan Dorodjatun menjadi HB IX dilakukan pada 18 Maret 1940 dan HB IX menyandang gelar Sampéyan Dalem Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengkubuwana Sénapati ing Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Kalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sanga.

Pada 1942 atau dua tahun setelah penobatannya, Jepang berhasil menyerbu dan menduduki wilayah Hindia Belanda. Saat itu, HB IX diberi otonomi untuk menjalankan pemerintah di bawah Pemerintah Kolonial Nippon. Dalam masa pendudukanJepang, banyak terjadi pengambilan penduduk untuk menjadi romus dan HB IX mampu mencegah hal itu terjadi dengan memanipulasi data statistik pertanian dan peternakan.

Saat itu, HB IX mengajukan pembangunan sebuah kanal irigasi yang bisa menghubungkan Kali Progo dan Kali Opak dan usulan ini diterima oleh Jepang. Saluran irigasi ini kemudian hari dikenal dengan nama Selokan Mataram.

Setelah Indonesia mengumumkan proklamasi kemerdekaan, HB IX dan Paku Alam VIII mengirimkan suatu telegram yang berisi ucapan selamat atas kemerdekaan Indonesia dan pada 20 Agustus 1945, HB IX mengirimkan telegram yang berisi bahwa Yogyakarta siap berada di belakang Indonesia dan menjadi bagian dari Indonesia.

Setelah menyatakan diri bergabung bersama Indonesia, HB IX menyumbangkan kekayaannya sekitar 6 juta gulden kepada pemerintah Indonesia melalui Sukarno. "Yogyakarta sudah tidak punya apa-apa lagi. Silahkan lanjutkan pemerintahan ini di Jakarta," kata Sri Sultan HB IX saat itu kepada Sukarno sembari menyerahkan selembar cek 6,5 juta Gulden. Sukarno menangis karenanya.

Selain itu, dalam masa-masa setelah kemerdekaan, HB IX banyak membantu Indonesia, seperti melindungi para tentara Indonesia di dalam Keraton dan menjadikan Yogyakarta sebagai ibu kota sementara serta menjadi delegasi Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar (KMB).

Selain itu, HB IX juga aktif dalam organisasi pendidikan kepanduan dan menginisiasi berdirinya Gerakan Pramuka. Bahkan, HB IX disebut sebagai Bapak Pramuka Indonesia. Pengabdian HB IX tidak berhenti sampai situ, HB IX diangkat menjadi Wakil Presiden yang kedua pada periode 1973 hingga 1978.

HB IX tidak menerima pinangan Soeharto untuk maju lagi sebagai Wakil Presiden dan disinyalir di antara keduanya terdapat perbedaan pandangan dan hingga saat ini alasan HB IX mundur sebagai wakil presiden masih menjadi misteri.

Pada 2 Oktober 1988 di Washington DC Sri Sultan Hamengkubuwono IX wafat, dan hujan di Washington DC mengiringi kepergian Sultan. Wafatnya HB IX, membuat banyak rakyat Yogyakarta yang mencintainya bersedih. Hal ini terlihat ketika banyak orang yang mengiringi kepergian Sultan menuju pemakaman raja-raja Mataram di Imogiri dan disebut-sebut ada ratusan ribu orang yang mengiringi kepergian Sultan menuju Imogiri. Selian itu, Presiden Soeharto dan duta-duta besar negara lain menghadiri pemakaman Sri Sultan HB IX.

EIBEN HEIZIER

Baca: Segudang Peran Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Bapak Pramuka Indonesia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus