Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Setelah peristiwa penyanderaan pilot dan penumpang pesawat Susi Air oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), muncul wacana pemberlakuan darurat sipil di Papua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal itu disampaikan Wakil Ketua DPR Bidang Politik dan Keamanan Lodewijk Paulus. Menurut dia, akibat adanya peristiwa penyanderaan di Nduga tersebut, saat ini situasi Papua sedang dalam status darurat sipil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Oleh sebab itu, Lodewijk menyebut kepala daerah atau gubernur mesti bertanggungjawab menuntaskan kasus ini. Dia mengatakan pihak aparat penegak hukum juga mesti dikerahkan untuk mengusut tuntas krisis penyanderaan itu.
“Kita harapkan gini ya, harus dipahami bahwa Papua ini sekarang status darurat sipil. Maka yang di depan adalah penguasa darurat sipil, Gubernur, yang di depannya otomatis penegak hukum,” kata Lodewijk di Istora Senayan, Jakarta, Jumat, 10 Februari 2023.
Fakta Wacana Pemberlakuan Darurat Sipil
1. Wacana darurat sipil Papua dinilai berbahaya
Koordinator Komisi untuk Orang hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Fatia Maulidiyanti menilai pernyataan Wakil Ketua DPR Lodewijk Paulus soal darurat sipil di Papua berbahaya. Sebab, kata dia, hal itu dapat memperburuk situasi kemanusiaan di sana.
Fatia menyebut, pernyataan itu bisa membuat kekerasan yang terjadi di Papua semakin menjadi-jadi. Sebabnya adalah karena pernyataan itu bisa menjadi validasi bagi aparat keamanan atau kelompok bersenjata untuk semakin agresif lagi.
"Dikarenakan, melalui kebijakan darurat sipil negara memiliki wewenang yang begitu besar dan berpotensi terjadi adanya pelanggaran hak asasi manusia. Oleh sebab itu, sudah sepatutnya pejabat negara untuk tidak reaktif menyikapi situasi konflik yang sedang terjadi,” kata Fartia pada Sabtu 11 Februari 2023.
Selain itu, Fatia berpendapat pemberlakuan wacana pemberlakuan darurat militer juga menimbulkan masalah lain. Salah satunya, menurut dia, adalah pembatasan terhadap akses informasi publik sehingga memungkinkan pelanggaran kemanusiaan tidak dapat diketahui masyarakat.
"Merujuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya, darurat sipil memungkinkan pemerintah dapat melarang atau membatasi pengiriman berita hingga dapat mengontrol semua akses informasi seperti penyebaran tulisan/gambar dan penerbitan," ujar dia melalui keterangan tertulis.
2. Wacana darurat sipil dipicu pembajakan pesawat Susi Air
Sebelumnya, Pesawat Susi Air PK-BVY milik Susi Pudjiastuti dengan rute penerbangan perintis Timika - Paro yang mereka tumpangi dirusak oleh kelompok separatis TPNPB-OPM pimpinan Egianus Kogoya setelah landing di Lapangan Terbang Apro, Selasa, 7 Februari 2023 pukul 06.17 WIT.
Pihak TPNPB-OPM juga mengaku, selain merusak pesawat, mereka juga telah menculik pilot beserta penumpangnya yang baru saja mendarat di Bandara Paro tersebut.
3. Penyelidikan oleh TNI-Polri
Meski begitu, Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Papua Komisaris Besar Ignatius Benny Ady Prabowo menyebut, pihaknya belum bisa memastikan apakah pilot dan penumpang pesawat Susi Air di Bandara Paro benar-benar disandera
“Kalau disandera kami belum tahu. Tetapi pada saat pesawat landing itu memang ditahan oleh KKB. Terkait pilot dan penumpang yang diklaim KKB telah disandera kami belum mendapatkan kejelasan tentang kondisi mereka,” kata Benny saat dihubungi, Selasa, 7 Februari 2023.
Benny mengatakan, saat ini pihak gabungan TNI-Polri sedang mempersiapkan tim untuk terjun ke lokasi pembakaran pesawat itu. Kepolisian juga sedang memastikan informasi apakah pembakaran pesawat Susi Air berkaitan dengan penyerangan petugas Puskesmas sebelumnya.
“Itu sedang saya kroscek lagi terkait dengan informasi yang beredar bahwa sebelumnya memang terjadi hal tersebut. Ini sedang saya kroscek dulu,” tutur Benny.
4. TPNPB-OPM mengklaim telah melakukan dua kali penyanderaan
Dalam pernyataan tertulisnya, juru bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom mengatakan pembakaran pesawat itu dilakukan oleh tim Egianus Kogoya yang merupakan Panglima TPNPB KODAP III Derakma Ndugama. Kogoya melaporkan pembakaran ini kepada Pengendali Manajemen Markas Pusat Komando Nasional TPNPB-OPM di bawah pimpinan Terryanus Satto pada Selasa, 7 Februari 2023.
“Dalam laporan Kogoya, pembakaran pesawat ini telah dilakukan dengan alasan yang masuk akal,“ kata Sambom.
TPNPB-OPM mengatakan pasukan Kogoya juga menyandera pilot pesawat Susi Air. Sambom mengatakan penyanderaan ini merupakan kedua kalinya yang dilakukan TPNPB-OPM sejak Tim Lorenz pada 1996 di Mapnduma.
“Pilotnya kami sudah sandera dan kami sedang bawa ke luar. Untuk itu anggota TNI-Polri tidak boleh tembak atau interogasi masyarakat sipil Nduga sembarang karena yang melakukan adalah kami TPNPB OPM Kodap III Ndugama-Derakma di bawah Pimpinan Pangima Brigadir Jenderal Egianus Kogoya,” kata Kogoya dalam laporannya.
KAKAK INDRA PURNAMA
Pilihan editor : Mahfud MD Jelaskan Pemerintah Tak Kepikiran Terapkan Darurat Sipil di Papua
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.