Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

42 Tahun Bung Tomo Tutup Usia di Padang Aarafah, Pernah Dibui Orde Baru di Penjara Nirbaya Pondok Gede

Bung Tomo dekat dengan KH Hasyim Asy'ari pendiri NU dalam masa perjuangan di Surabaya. Hari ini, 42 tahun ia wafat. Begini kisah perjuangannya.

7 Oktober 2023 | 12.20 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Hari ini, 7 Oktober 1981 Sutomo alias Bung Tomo tutup usia. Bung Tomo meninggal ketika melaksanakan ibadah haji di Padang Arafah, Mekah. Ia kemudian dimakamkan di tempat pemakaman umum Ngagel di Surabaya.

Bung Tomo memperoleh gelar pahlawan nasional melalui keputusan ini disampaikan Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kabinet Indonesia Bersatu, Muhammad Nuh pada 2 November 2008 di Jakarta. Dirinya dikenal setelah ikut menentang pasukan NICA pada 1945 di Surabaya atau disebut pertempuran 10 November. 

Menanggapi perjuangan Bung Tomo melawan tentara NICA di Surabaya tersebut. Begini profil Bung Tomo?

Dikutip dari sc.syekhnurjati.ac.id, Sutomo lahir pada 3 Oktober 1920 di Blauran, Surabaya. Ia dibesarkan di keluarga yang menghargai pendidikan. Semangat juang Sutomo sudah ditunjukkan di usia muda. Kala itu, Sutomo acap memperlihatkan keberaniannya dengan penjajah. Termasuk mengkritik kebijakan penjajah secara terang-terangan. 

Kiprah juang Sutomo dimulai ketika bergabung gerakan Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI). Berlanjut menjadi Sekretaris Partai Indonesia Raya (Parindra) Cabang Tembok Dukuh, Surabaya, di usia 17 tahun.

Pada usia yang sama Bung Tomo pun merambah ke dunia jurnalistik. Ia kemudian bekerja sebagai wartawan lepas Harian Soeara Oemoem di Surabaya pada 1937. Lalu diangkat menjadi redaktur Majalah Pembela Rakyat pada 1938. 

Selain itu, ia pernah bekerja di pojok harian berbahasa Jawa, Ekspres, di Surabaya pada 1939. Ia juga bekerja di kantor berita tentara pendudukan Jepang, Domei di Surabaya pada 1942-1945. Serta menjadi Pemimpin Redaksi Kantor Berita Antara pada 1945.

Kendati demikian, Bung Tomo meninggalkan profesi lamanya di era 1945-1949. Dikutip dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, masa itu, dirinya ditunjuk sebagai Ketua Umum Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI). la juga menjadi Dewan Penasihat Panglima Besar Jenderal Soedirman dan Ketua Badan Koordinasi Produksi Senjata seluruh Jawa dan Madura. Terakhir, Bung Karno melantiknya menjadi anggota pucuk pemimpin Tentara Nasional Indonesia dengan pangkat mayor jenderal.

Bung Tomo turut berjuang mempertahankan Surabaya dari cengkeraman Sekutu dan NICA. Nama Bung Tomo mulai terkenal ketika meletusnya pertempuran 10 November di Surabaya. Lewat kalimat kalimat patriotiknya, Bung Tomo membakar spirit perjuangan rakyat Surabaya, sekaligus menjadi pertempuran terdahsyat selama perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Disamping itu, Sutomo memiliki kedekatan dengan para kiyai, termasuk KH Hasyim Asy'ari pendiri organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Kedekatan itu diungkap oleh Alkarhanaf, penulis buku Kiai Hasyim Asj’ari Bapak Umat Islam Indonesia.

Dalam buku tersebut, Alkarhanaf mengatakan bahwa Bung Tomo dan Jenderal Soedirman pernah mengirimkan utusan pada Hasyim Asy'ari untuk mengabarkan ihwal Agresi Militer Belanda I yang sudah memasuki Singosari, Malang. Bung Tomo juga menerima nasihat dan ajaran dari Hasyim Asy'ari, yang kemudian digunakan untuk membakar semangat arek-arek Surabaya dalam melawan penjajahan Belanda.

Tak hanya itu, Bung Tomo dekat dengan ulama lainnya. Hal ini diperlihatkan dua hari sebelum insiden perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato pada 19 September 1945, Bung Tomo sempat memohon doa pada para kiai di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang.

Pada 1950-an Bung Tomo terjun ke dunia politik. Dilansir dari patikab.go.id, ia tercatat pernah menjabat Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata/Veteran sekaligus Menteri Sosial Ad Interim pada 1955-1956 di era Kabinet Perdana Menteri Burhanuddin Harahap. Ia juga sempat menjabat sebagai anggota DPR pada 1956-1959 yang mewakili Partai Rakyat Indonesia.

Awal pemerintahan Soeharto, Bung Tomo kembali muncul sebagai tokoh nasional. Namun, pada 1970-an Sutomo mengkritik dan menentang rezim Orde Baru. Ia berbicara keras terhadap program-program Soeharto sehingga ditahan setahun di Penjara Nirbaya, Pondok Gede, Jakarta Timur. Akhir Kehidupan Bung Tomo tak semulus nama besarnya. 

KHUMAR MAHENDRA I  AYU PRIMA SANDI  I  STEFANUS TEGUH EDI PRAMONO

Pilihan Editor: Bung Tomo dan Bung Karno Pernah Bertengkar sampai Banting Piring

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus