Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Abu Billy Keluar Sarang

William Nessen akhirnya keluar dari sarang Gerakan Aceh Merdeka. Kini ditahan dengan alasan pelanggaran imigrasi.

29 Juni 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAGI William Nessen, perang ternyata cumalah panggung sandiwara. Wartawan lepas asal Amerika Serikat itu bagaikan aktor yang bisa memainkan perasaan penonton. Lelaki kurus berambut pendek dengan senyum senantiasa tersungging itu kini hanya memindahkan setting untuk memainkan perannya. Tiga pekan lalu Nessen, yang juga populer dengan nama Abu Billy, masih berada di markas Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Ia menelepon istrinya, Shadia Marhaban, agar bisa keluar dari tempat persembunyiannya. Ketika itu, menurut Shadia, terdengar bunyi letusan dari jarak dekat. Menurut Billy kepada sang istri, sedang terjadi kontak senjata antara GAM dan pasukan TNI. Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ), yang bermarkas di New York, Amerika Serikat, juga berkirim surat kepada Presiden Megawati Soekarnoputri, mengharapkan perlindungan bagi Billy, yang sedang menjalankan tugas jurnalistiknya (TEMPO, 16-21 Juni 2003). Pemerintah Amerika juga ikut-ikutan melobi Pemerintah Indonesia dalam upaya menyelamatkan Billy. Penguasa darurat militer di Aceh, serta ketua badan pelaksana harian penguasa darurat militer pusat yang juga Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, Susilo Bambang Yudhoyono, sampai memberi ultimatum: kalau dalam dua hari Billy tak keluar dari sarang GAM, keselamatannya tak bisa dipertanggungjawabkan. Aneh, setelah batas waktu berakhir, Billy tetap tak memberi kabar. Tiba-tiba, awal pekan lalu, Billy menelepon Panglima Komando Operasi TNI, Brigadir Jenderal Bambang Darmono. Ia minta dijemput. Kontak juga dijalin dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta dan CPJ. Semula, Atase Pertahanan Kedutaan Amerika, Kolonel Joseph Judge, dan konsultan CPJ di Asia, Lin Neumann, yang akan menjemput Billy. Tetapi seorang pejabat tinggi Indonesia memberi saran agar Brigjen Bambang Darmono yang melakukan tugas itu. Selasa pagi pekan lalu, Brigjen Bambang Darmono menelepon Billy. Nessen menyebutkan posisinya di Jalan Simpang KKA (Kertas Kraft Aceh), Kawasan Pulo Rungkom, Nisam, 21 kilometer dari Ibu Kota Aceh Utara, Lhokseumawe. Dua jam setelah hubungan telepon, Bambang Darmono dengan mobil khusus panglima, diperkuat satu kompi pasukan, dua truk, tiga tank stormer, dan sebuah mobil palang merah tentara, menjalankan operasi menjemput Nessen. Billy nongol dari rumah penduduk. Brigjen Bambang berlari menghampiri, sementara pasukan dalam keadaan siaga mengantisipasi kontak senjata. ”Saya lompat, saya pegangi dia, saya lindungi dia supaya tidak ada yang membuka peluang untuk skenario lain,” kata Bambang, seperti ditulis Koran Tempo. Tak sebutir peluru pun melesat dari senapan yang sudah bersiaga, tak setetes darah pun tumpah. Adegan penjemputan Nessen tergolong sukses. ”Saya gembira militer Indonesia bisa melakukan itu semua dengan baik,” kata Lin Neumann. Brigjen Bambang Darmono tak tahu persis alasan Nessen keluar dari persembunyian. ”Mungkin karena tak betah tinggal terlalu lama di hutan,” katanya. Abu Billy hanya menjawab dengan senyum. ”Saya masih tak boleh bicara kepada wartawan,” ujarnya. Kini Nessen berada di ruang tahanan Kepolisian Daerah Aceh, di Banda Aceh. Ia ditahan dengan tuduhan pelanggaran imigrasi, yang ancaman hukumannya bisa lima tahun penjara. Lin Neumann, negosiator dari CPJ, berharap Nessen segera dibebaskan dan diizinkan pulang ke negerinya. ”Semangat yang sempat dibicarakan dengan pemerintah Indonesia adalah mengizinkan Nessen meninggalkan negeri ini, dan saya rasa itu sebuah kehormatan bagi Indonesia,” kata Neumann. Untuk urusan itu pula, Jumat pekan lalu Duta Besar Amerika untuk Indonesia, Ralph L. Boyce, bertemu dengan Menteri Susilo Bambang Yudhoyono dan Kepala Bagian Reserse Kriminal Mabes Polri, Komisaris Jenderal Erwin Mappaseng, di Kantor Menko Polkam. ”Tak ada tekanan, karena kami teman baik,” kata Boyce kepada wartawan yang mengerumuninya. Dari markas GAM di hutan, kini setting beralih ke panggung diplomasi. Ahmad Taufik

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus