Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai kebebasan berekspresi di Indonesia masih menghadapi tantangan besar di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Hal ini dia sampaikan merespons peretasan akun media sosial salah satu inisiator Bareng Warga, yang diduga karena mengkritisi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah dua bulan masa kepemimpinan baru, Usman melihat belum ada tanda-tanda perbaikan dalam hal perlindungan hak asasi manusia, termasuk kebebasan berekspresi.
“Ruang sempit bagi kebebasan berekspresi berlanjut di era kepemimpinan baru ini,” kata Usman saat dihubungi Tempo, pada Kamis, 26 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Usman, ada pengulangan pola dari rezim Joko Widodo yakni peretasan terhadap individu atau kelompok yang bersikap kritis terhadap pemerintah. Oleh karena itu, dia menyebut sulit untuk berharap bahwa nasib kebebasan berekspresi akan membaik dalam beberapa tahun yang akan datang.
"Sulit untuk optimis bahwa kebebasan berekspresi akan lebih baik dalam beberapa tahun ke depan," ujarnya.
Usman juga mencontohkan tindakan represif terhadap masyarakat yang menolak Proyek Strategis Nasional (PSN). Misalnya seperti kasus di Rempang Eco City, Batam, yang mana masyarakat terus mendapatkan intimidasi dan mengalami tindakan kekerasan.
"Jika 2024 menjadi ukurannya, jelas bahwa tahun 2025 di bawah pemerintahan yang baru tidak memberikan prospek yang bagus bagi hak asasi manusia," kata Usman.
Sebelumnya, akun WhatsApp milik Risyad Azhari diretas pada Selasa, 24 Desember 2024. Peretasan itu diduga berkaitan dengan kritikan sekaligus penolakan Risyad terhadap rencana kebijakan pemerintah menaikkan PPN menjadi 12 persen.
"Kami dengan tegas mengecam terjadinya serangan digital terhadap salah satu inisiator Bareng Warga, Risyad Azhari," demikian tertulis dalam siaran pers yang dibagikan oleh akun @humaniesproject melalui media sosial X, pada Selasa, 24 Desember 2024.
Peretasan itu dinilai sebagai bentuk ancaman terhadap kebebasan berekspresi dan keselamatan pribadi di ruang digital. Tak hanya Risyad, peretasan juga menyasar akun aplikasi perpesanan anggota keluarganya.
Bareng Warga merupakan platform yang aktif memperjuangkan isu-isu keadilan sosial, hak asasi manusia, serta kebijakan publik yang pro rakyat. Risyad dikenal sebagai salah satu orang yang vokal mengkritik regulasi PPN 12 persen itu.
Dia aktif mengadvokasi, mengumpulkan petisi, hingga menjadi narasumber di berbagai media untuk menolak kenaikan PPN menjadi 12 persen. Menurut dia, kebijakan yang akan diterapkan per 1 Januari 2025 itu bakal merugikan masyarakat dan pengusaha.
Novali Panji berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: KontraS Catat Setidaknya Ada 2.078 Kasus Serangan Kebebasan Sipil di Era Jokowi