Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keterangan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi membuka tabir peran Sylvia Sholeha dalam memuluskan penganggaran tahun jamak proyek pembangunan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional di Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Namun Bu Pur-panggilan Sylvia, merujuk pada nama suaminya, Komisaris Besar Polisi Purnawirawan Purnomo Dana Rahardjo-saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, 10 Desember lalu, mengelak keterangan saksi-saksi tersebut.
Bantahan Sylvia itu berbanding terbalik dengan keterangannya kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi-mengakui ikut memuluskan anggaran tahun jamak Hambalang menjadi Rp 2,5 triliun. Sylvia menduga keterangannya di dalam berita acara pemeriksaan direkayasa. "Saya tidak pernah mengatakan itu. Makanya saya langsung bilang itu bukan berita acara pemeriksaan saya," kata Sylvia kepada tim Tempo di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Selatan, Selasa pekan lalu.
Perempuan kelahiran Surabaya, 23 Agustus 1953, ini juga mengatakan banyak keterangannya yang tidak sejalan dengan pertanyaan majelis hakim di pengadilan. Ia beralasan pendengarannya sedang terganggu. Namun dia cuek saja dan tetap menjawab sekenanya.
Sebelum bersaksi, apa sempat berkomunikasi dengan Widodo Wisnu Sayoko?
Tidak. Saya tidak pernah bertemu dengan Widodo kecuali waktu open house di rumah saya saat Lebaran. Terakhir dua tahun yang lalu. Dia datang dengan keluarganya.
Apa pernah membayangkan bahwa bisnis yang Anda jalankan akan menjadi seperti ini?
Saya tidak punya bisnis dan tidak pernah ikut masuk ke permasalahan Hambalang ini. Makanya saya kaget, saya kok bisa masuk ke situ.
Saksi Mindo Rosalina Manulang dan Lisa Lukitawati Isa menyebutkan keterlibatan Anda….
Saya tidak kenal dengan Rosa dan Lisa, belum pernah bertemu. Makanya apa yang dikatakan di situ semuanya saya tidak tahu. (Lisa mengaku mengenal Sylvia pada 2010 sebagai seorang pengusaha.)
Apa kenal Andi Mallarangeng?
Saya kenal, sejak beliau jadi juru bicara presiden. Pada waktu beliau jadi Menteri Pemuda dan Olahraga, saya sempat datang ke kantornya, hanya ingin mengucapkan selamat.
Apa tanggapan Andi Mallarangeng?
Pak Andi ketawa saja.
Seberapa kenal Anda dengan Andi Mallarangeng?
Kenal dengan Andi biasa saja. Orang beliau menteri, sedangkan saya orang biasa. Masak bisa dekat, sih?
Di mana pertama kali bertemu dengan Andi?
Saya pertama kali ketemu Andi di Cikeas, saat dia menjadi juru bicara presiden. Saya tidak tahu tahun berapa, tapi tidak langsung bertemu dengan Andi begitu saja. Waktu itu hari Lebaran, ada acara di sana. Terus, misalnya ada putra beliau (Susilo Bambang Yudhoyono) yang menikah, kami semua seangkatan diundang. Nah, di situlah kami ketemu.
Seberapa sering Anda dan Pak Purnomo bertamu ke Cikeas?
Cuma kalau ada acara. Itu pun tidak sendiri, kan semuanya. Kan, biasa kalau di angkatan itu ada kedekatan.
Kepada penyidik, Anda mengatakan pertama kali bertemu dengan Widodo di Cikeas?
Iya, memang betul. Mungkin 2006, saya lupa tahunnya.
Waktu itu Anda menjenguk ibunda Yudhoyono, Siti Habibah, yang sedang sakit….
Iya, menengok. Kan, bareng-bareng itu, bukan saya sendiri. Pas Widodo ada di situ, terus kenalan.
Ketika pertama kali bertemu dengan Widodo, apa Anda sudah tahu bahwa dia sepupu Yudhoyono?
Belum tahu. Kan, orang-orang yang membicarakan bahwa dia sepupu SBY.
Sesama istri alumnus Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia angkatan 1973, Anda paling akrab dengan istri siapa?
Kalau di angkatan kami tuh semua akrab. Tapi ada jenjangnya. Jelas jenderal dengan jenderal, perwira dengan perwira.
Tapi Anda bisa berkomunikasi dengan Ani Yudhoyono?
Sudah saya jelaskan bahwa saya itu satu angkatan dengan beliau, tapi ada gap-gap. Kalau sekadar, misalnya, "Bu, ini kok begini-begini," kalau Ibu Ani tidak berkenan, kan, langsung marah jawabnya.
Biasa SMS-an dengan Ani Yudhoyono?
Tidak. Kalau tidak terlalu penting, ya, enggak berani toh, Mas. Itu (istri) presiden, kok.
Pada 2010, apa kepentingan Anda mengirim SMS ke Ani Yudhoyono?
Begini, Mas, saya ceritakan. Saya hanya dimintai bantuan sama teman. Terus saya ditanya oleh teman adik ipar saya itu, "Bu, apakah bisa minta tolong menanyakan, apakah ada proyek pengadaan mebel?" Kemudian dijawab sama Iim Rohimah, sekretaris pribadi Andi Mallarangeng, "Bu, sesuai prosedur."
Kemudian, pada waktu ada acara Demokrat di Jakarta Convention Center, saya ketemu Andi Mallarangeng. Sewaktu ingin pulang, saya bilang ke Andi, "Pak Menteri, saya terima kasih karena teman adik ipar saya itu sudah mendapat proyek secara prosedural." Tapi dia tidak enak.
Tidak enaknya seperti apa?
Woh enggak enak. Pokoknya, wajahnya itu wajah marah. Andi langsung ngomong sama saya, "Jangan main-main, siapa yang kasih?"
Apa kenal dengan Wafid Muharam?
Saya kenal sama Wafid itu di lobi kantor Kementerian Pemuda dan Olahraga. Yang mengenalkan Iim Rohimah.
Pengakuan Rosa, dia melihat Anda ke ruangan Wafid….
Bohong itu, Mas. Namanya saksi, ya, bisa diatur, Mas.
Saya tidak pernah minta proyek dan main proyek. (Di pengadilan, 3 Desember lalu, Rosa mengatakan mendapat informasi dari Wafid bahwa Sylvia dari ruang kerjanya. Wafid juga menyampaikan proyek sport center Hambalang menjadi jatah Sylvia.)
Lisa mengaku kenal dan menyatakan Anda pernah ke kantornya di Ciputat dan meminta berpartisipasi di proyek Hambalang….
Enggak ada itu. Saya enggak kenal Lisa. Saya tidak pernah main proyek. Saya tidak punya perusahaan. (Dalam berita acara pemeriksaan, Sylvia ke kantor Lisa pada Agustus 2010. Sylvia, yang memiliki perusahaan di bidang furnitur, meminta pekerjaan di Hambalang.)
Lalu bagaimana SMS Anda dengan Pak Sudarto, Kepala Subdirektorat Anggaran IIE Kementerian Keuangan?
Nah, itu ceritanya gini. Waktu itu ada rapat keluarga. Kemudian Arif Gundul menelepon saya, "Bu, tolong Bu di-SMS Pak Darto." Lho, saya bingung, Pak Darto siapa karena saya tidak kenal. Saya bilang, "Saya tidak bisa, Rif, ini lagi rapat keluarga." Kemudian Arif yang menulis isi SMS itu, dikirim ke saya, dan saya forward ke Pak Darto.
Nomor telepon Pak Darto didapat dari mana?
Didapat dari Arif. Saya tidak kenal dengan Pak Darto itu.
Sudarto mengaku mengenal Anda….
Suruh ketemu saya. Saya tidak pernah kenal. Wajahnya saya tidak tahu. Kantornya di mana saya juga tidak tahu. (Di pengadilan, 3 Desember lalu, Sudarto mengaku berkenalan dengan Sylvia saat datang ke kantornya. Lalu Sudarto melaporkannya ke Anny Ratnawati, Wakil Menteri Keuangan.)
Apa hubungan Anda dengan Arif sehingga minta tolong?
Tidak ada hubungan apa-apa, Mas. Mungkin dia dalam keadaan gimana, ya. Saya juga tidak mengerti bagaimana ceritanya.
Deddy Kusdinar mengaku mengenal Anda….
Saya hanya bertemu dengan Deddy satu kali di Polda Metro Jaya.Sore hari, Widodo menelepon saya, "Bu, besok ada demo LSM di Kemenpora. Tolong minta pengamanan. Kan, Ibu kenal dengan Pak Tarman." Nah, Pak Tarman kan junior suami saya. Kemudian saya bilang ke istri Pak Tarman bahwa saya ingin meminta pengamanan demo di Kemenpora. Kata istri Tarman, "Bertemu dengan Mas saja di kantor." Terus Widodo, saya, dan Deddy datang ke Polda. Lalu Widodo mengenalkan saya dengan Deddy karena Deddy adalah orang dari Kemenpora yang akan menjelaskan kepada Pak Tarman.
Sempat bertemu dengan Sutarman?
Ya, sempat, tapi hanya sebentar. Terus menceritakan minta pengamanan.
Ada yang menyebut Anda sebagai kepala rumah tangga Cikeas.
Oooh, sangat tidak betul. Enggak mungkin toh Mas saya kepala rumah tangga Cikeas.
Kalau Pak Purnomo?
Tidak ada kepala rumah tangga di rumah itu. Kan, sudah dijelaskan oleh Djoko Suyanto (Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan).
Dengan kejadian ini, apa pernah ditegur oleh Ani Yudhoyono dan SBY?
Lho, ya dia marah, toh. Kok, bisa sampai seperti ini.
Ani Yudhoyono marahnya via telepon?
Iya, di telepon, tapi ajudannya yang menelepon saya. Ajudan yang berbicara kepada saya. Tidak perlu saya sebutkan namanya.
Apa namanya Bu Yuli?
Bukan, itu sespri.
Apa Pak Pur diomeli juga?
Woh saya ndak tahu kalau Bapak.
Apa kata ajudan Ani Yudhoyono?
Itu rahasia.
Penjelasan Anda….
Saya bilang saya tidak ada apa-apa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo